Regenerasi pembatik di Kota Tegal, Jawa Tengah terhambat turunnya minat anak-anak muda menekuni kerajinan membatik. Mereka lebih memilih bekerja di pabrik atau ikut usaha warung Tegal. Kondisi demikian mengancam kelestarian produk batik Tegalan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Muniroh (40), pembatik asal Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal sedang menunjukkan salah satu Batik Tegalan.
TEGAL, KOMPAS - Regenerasi pembatik di Kota Tegal, Jawa Tengah terhambat turunnya minat anak-anak muda menekuni kerajinan membatik. Mereka lebih memilih bekerja di pabrik atau ikut usaha warung Tegal. Kondisi demikian mengancam kelestarian produk batik Tegalan.
Muniroh (40), pembatik asal Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal mengeluhkan, mayoritas pembatik di Tegal kini berusia tua. Ia mencontohkan, dari 10 pembatik yang bekerja di kelompok usaha bersama Rizki Ayu Batik, mayoritas berumur di atas 45 tahun.
"Sebagian besar pembatik di Kota Tegal ini sudah tua. Saya khawatir, kalau kami sudah tidak ada, tidak ada lagi yang meneruskan," ujar Muniroh, Senin (29/4/2019).
Sebagian besar pembatik di Kota Tegal ini sudah tua. Saya khawatir, kalau kami sudah tidak ada, tidak ada lagi yang meneruskan
Kondisi serupa juga terjadi pada Griya Batik Cempaka Mulia di Kelurahan Bandung, Kecamatan Tegal Selatan. Pembatik di kelompok usaha tersebut berusia 35-80 tahun.
Sri Rejeki (48), salah satu pembatik di Griya Batik Cempaka Mulia menuturkan, generasi muda Kota Tegal, kurang tertarik bekerja di sektor batik karena penghasilan dari sektor ini dinilai kurang menjanjikan. Kondisi ini turut menyurutkan promosi batik Tegal.
Bahkan, masih banyak warga Kota Tegal belum tahu bahwa kota ini memiliki produk batik khas. "Saat pameran di Jakarta, ada pengunjung yang mengaku lahir dan besar di Tegal, tetapi tidak tahu bahwa di Tegal ada batik. Bahkan, dia mengira batik Tegal dibuat atas dasar ikut-ikutan daerah lain," kata dia.
Adapun sentra industri batik di Kota Tegal tersebar di Kelurahan Bandung, Tunon, Keturen dan Debong Tengah Kecamatan Tegal Selatan.
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Sri Rejeki (48), salah satu pembatik di Griya Batik Cempaka Mulia sedang membatik.
Sejarawan Tegal Yon Daryono menuturkan, pada 2010, jumlah pembatik di Kota Tegal sekitar 250 orang. Namun, kini hanya tinggal sekitar 100 orang. Sebagian besar beralih bekerja di usaha warung tegal atau warteg.
Latifah Fauziyyah (24), warga Kota Tegal mengaku tidak tertarik menjadi pembatik karena penghasilannya tidak menentu. "Penghasilan membatik itu tidak menentu. Kalau sedang banyak pesanan, penghasilan juga banyak. Tapi, jika sedang sepi, pasti pendapatannya juga sedikit. Lain dengan jika kerja yang dibayar bulanan," ucap Latifah, karyawan swasta.
Padahal, rata-rata penghasilan pembatik Tegalan di wilayah Tegal Selatan setidaknya Rp 2 juta per bulan. Nilai itu lebih tinggi dari Upah Minimum (UMK) Kota Tegal Rp 1,7 juta.
Rata-rata penghasilan pembatik Tegalan di wilayah Tegal Selatan setidaknya Rp 2 juta per bulan. Nilai itu lebih tinggi dari Upah Minimum (UMK) Kota Tegal Rp 1,7 juta.
Kurangnya minat generasi muda menjadi pembatik membuat para pembatik Tegalan prihatin. Mereka berharap, batik bisa dikenal dan dicintai mulai dari warga Kota Tegal terlebih dahulu. Dengan demikian, pengenalan dan pemasaran batik kepada masyarakat di luar Tegal lebih mudah.
Sri Rejeki mengatakan, batik tegalan memiliki sejumlah motif khas seperti Sawatan, Gribikan, dan Cempaka Putih. Motif Sawatan didominasi warna hitam. Hal itu menggambarkan keadaan Tegal yang gelap di masa lampau. Kala pola itu dibuat, di Tegal belum ada listrik.
Adapun motif Gribikan menggambarkan anyaman bambu. Sebab, dahulu, mayoritas rumah masyarakat Tegal terbuat dari gribik atau anyaman bambu.
Adapun motif cempaka putih dianggap batik paling sakral. Biasanya batik cempaka putih digunakan oleh sepasang pengantin saat resepsi pernikahan. Batik itu melambangkan kemurnian cinta dua insan.
Warna dominan batik Tegalan adalah biru, coklat, dan hitam. Namun kini, warna-warna cerah seperti hijau, kuning dan merah mulai menjadi alternatif.
KOMPAS
Hesti Indriyani (12), siswa kelas VI SD Bengle 01, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, memperlihatkan karya batik yang dihasilkannya, Rabu (16/9). Siswa dari keluarga sederhana tersebut merupakan juara I lomba membatik tingkat nasional, dalam Lomba Cipta Seni Pelajar Nasional tahun 2015, yang diadakan pada 12 September lalu.Kompas/Siwi Nurbiajanti (WIE)16-09-2015
Upaya pemerintah
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tegal Johardi mengatakan, sekali dalam sepekan, pegawai pemerintahan dan pelajar di lingkungan Kota Tegal diwajibkan mengenakan pakaian berbahan dasar batik Tegalan. Hal itu dilakukan agar masyarakat Kota Tegal mengenal lebih dekat Batik Tegalan.
"Yang masih jadi persoalan, belum semua sekolah menerapkan aturan tersebut. Hal itu lebih karena ketidakmampuan sekolah membeli Batik Tegalan yang terbilang cukup mahal," kata Johardi.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tegal akan berkoordinasi dengan pihak swasta untuk membangun sekolah menengah kejuruan batik.
Menurut Johardi, saat ini belum semua sekolah di Kota Tegal menerapkan aturan tersebut. Namun, selanjutnya, dia akan menginstruksikan seluruh sekolah mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas mewajibkan penggunaan batik Tegalan setidaknya sehari dalam seminggu.
Selain itu, batik Tegalan saat ini juga sudah menjadi muatan lokal di beberapa sekolah di Kecamatan Tegal Selatan dan Kecamatan Margadana. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, lanjut Johardi, juga akan berkoordinasi dengan pihak swasta untuk membangun sekolah menengah kejuruan batik.
"Sekolah batik itu nanti tetap ada kurikulum pembelajaran seperti sekolah-sekolah lain. Bedanya, di sekolah batik akan lebih banyak pembelajaran atau pengenalan terhadap batik, khusunya batik Tegalan," tutur Johardi.
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono.
Sementara itu, Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono mengatakan, generasi muda Kota Tegal harus melestarikan warisan budaya asli Kota Tegal. Jika sudah dipastikan seluruh masyarakat Kota Tegal mengenal Batik Tegalan, upaya yang akan dilakukan selanjutnya adalah promosi ke luar daerah.
"Kita akan promosikan Batik Tegalan melalui pameran di dalam dan luar negeri. Selain itu, nanti kami akan membangun ruang pameran Batik Tegalan di tempat yang strategis. Sehingga, mudah diakses masyarakat Kota Tegal maupun dari luar daerah," ucap Dedy.