Harian ”Kompas” dan UKSW Gelar Diskusi ”Berpikir Kritis dalam Sistem Pendidikan Dasar”
Harian Kompas bekerja sama dengan Universitas Kristen Satya Wacana menyelenggarakan diskusi bertema ”Berpikir Kritis dalam Sistem Pendidikan Dasar” yang dilaksanakan di Hotel Grasia, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/4/2019). Acara dimulai pukul 09.30.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Harian Kompas bekerja sama dengan Universitas Kristen Satya Wacana menyelenggarakan diskusi bertema ”Berpikir Kritis dalam Sistem Pendidikan Dasar” yang dilaksanakan di Hotel Grasia, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/4/2019). Acara dimulai pukul 09.30.
Hadir sebagai pembicara adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Yuni Ambarwati; guru berprestasi asal Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Nur Fitriana; pendiri Sanggar Anak Alam Yogyakarta, Sri Wahyaningsih; dan Ketua Program Studi Pendidikan Guru SD Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Mawardi.
Diskusi Bincang Kompas tersebut dimoderatori Kepala Biro Jawa Tengah Harian Kompas Gregorius Magnus Finesso. Adapun acara akan dibuka oleh sambutan Kepala Desk Nusantara Kompas Gesit Ariyanto dan opening speech dari Pembantu Rektor IV UKSW Joseph Ernest Mambu.
Acara dibuka dengan tarian Raja Ampat oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Tari UKSW. Keempat penari merupakan warga asli Raja Ampat.
Tradisi berpikir kritis perlu ditanam sejak tingkat sekolah dasar agar siswa terbiasa melakukannya hingga tingkat menengah dan pendidikan tinggi. Salah satu upaya antara lain dengan tak lagi menjadikan guru sebagai sentral pembelajaran di kelas. Setelah distimulasi guru, siswa dituntut untuk aktif mencari tahu.
Bagaimanapun, anak-anak di jenjang sekolah perlu mendapatkan pemahaman agar mampu mengembangkan daya nalar, kekritisan, dan etika dalam menyaring gelombang teknologi dan informasi. Anak-anak mesti dibimbing menjadi manusia adaptif yang memiliki kreativitas dan inisiatif tinggi.
Dalam hal ini, pendekatan para guru mesti lebih kreatif dan mampu mengenalkan kemampuan berkolaborasi serta kerja sama sejak dini. Dengan demikian, daya kritis siswa akan terbentuk sehingga kemudian menemukan potensi terbesarnya hingga pada masa depan, termasuk saat di dunia kerja.
Sebelumnya, Rektor UKSW Neil Rupidara mengatakan, rasa ingin tahu yang didorong saat kuliah membuat daya eksplorasi mahasiswa terus tumbuh. Nantinya, saat sudah di tingkat atas, mahasiswa dapat menerapkannya secara ilmiah. Artinya, dapat mengambil sikap kritis terhadap ilmu pengetahuan yang didapat.
Di UKSW, pengembangan tradisi berpikir kritis telah dilakukan dengan membentuk Pusat Pengembangan Pemikiran Kritis. Universitas memandang tradisi berpikir kritis ini sangat penting dan harus dikembangkan. ”Berpikir kritis ini dilakukan dalam rangka perbaikan mutu secara menyeluruh,” ucap Neil.