Sehari sebelum peringatan Hari Buruh Internasional, buruh mulai berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara di Medan, Selasa (30/4/2019).
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sehari sebelum peringatan Hari Buruh Internasional, buruh mulai berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara di Medan, Selasa (30/4/2019). Mereka menuntut hak normatif buruh, seperti upah layak, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua. Mereka juga menyuarakan penolakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Unjuk rasa itu dilakukan sekitar 200 buruh yang tergabung dalam Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumatera Utara. Mereka berkumpul di Lapangan Merdeka, Medan. Dari sana massa buruh bergerak dengan iring-iringan sepeda motor ke Kantor Gubernur Sumut. Di sepanjang jalan, mereka juga menyampaikan aspirasi dengan membentangkan spanduk, poster, dan berorasi.
Setelah tiba di Jalan Pangeran Diponegoro di depan Kantor Gubernur Sumut, polisi langsung memblokir jalan tersebut. Namun, arus lalu lintas tetap berjalan lancar karena dialihkan ke beberapa jalan di sekitar Jalan Diponegoro.
Para buruh pun langsung menyampaikan aspirasi di Kantor Gubernur Sumut. Beberapa buruh berpakaian pocong langsung mengambil barisan di depan gerbang sambil memegang sejumlah poster dan spanduk berisi tuntutan buruh.
”Pocong ini adalah simbol kematian buruh karena upah tidak layak, tidak ada jaminan kesehatan, dan tidak ada jaminan hari tua,” kata koordinator Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumut, Natal Sidabutar.
Persiapan unjuk rasa
Sejumlah organisasi buruh yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Melawan Sumut juga melakukan persiapan unjuk rasa memperingati Hari Buruh di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan. Martin Luis, pemimpin aksi, mengatakan, mereka akan mengerahkan massa yang terdiri atas lebih kurang 500 orang.
Sekretaris Persatuan Sopir Truk Pelabuhan Belawan Erwin Lestari mengatakan, mereka menyuarakan soal upah tidak layak yang selama ini diberikan kepada mereka.
Sebagai sopir truk pelabuhan, kata Erwin, ia hanya mendapat sekitar Rp 30.000 sekali perjalanan pergi-pulang dari gudang di Medan ke Pelabuhan Belawan. Padahal, ia menghabiskan waktu perjalanan dan bongkar muat selama empat jam. Dalam sehari, ia hanya bisa mendapat 2-3 kali perjalanan pergi-pulang.
Erwin mengatakan, para sopir truk juga tidak mendapat jaminan kesehatan ataupun jaminan hari tua karena mereka bekerja dengan sistem mitra tanpa perjanjian kerja tertulis. Mereka menuntut agar pemerintah memperhatikan nasib sopir truk.