Kejadian longsor melanda sejumlah lokasi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dalam sepekan terakhir. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun lebih dari 100 rumah rusak. Warga diminta tetap waspada karena curah hujan tinggi masih berpotensi terjadi hingga Mei 2019 sehingga dapat memicu longsor di lokasi lainnya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Longsor melanda sejumlah lokasi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dalam sepekan terakhir. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun, lebih dari 100 rumah rusak. Warga diminta tetap waspada karena curah hujan tinggi masih berpotensi terjadi hingga Mei 2019 sehingga dapat memicu longsor di lokasi lainnya.
Gerakan tanah mengancam 109 rumah di Kampung Gunungbatu, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Bahkan, lebih dari 40 rumah rusak karena lantai dan dindingnya retak-retak.
”Beberapa rumah ambruk. Namun, tidak ada korban karena warga sudah mengungsi sebelum rumahnya rusak berat,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, Maman Suherman, saat dihubungi dari Bandung, Senin (29/4/2019).
Akibat gerakan tanah itu, sebanyak 354 warga mengungsi ke tenda pengungsian dan sejumlah rumah kerabat. Pemerintah sudah membuka dapur umum sejak Rabu (24/4) untuk memenuhi kebutuhan makanan pengungsi.
Maman mengatakan, gerakan tanah terjadi sejak sepekan lalu. Hujan yang mengguyur Kampung Gunungbatu membuat dampak gerakan tanah semakin parah.
”Semula retakan hanya 2 sentimeter, tetapi terus melebar hingga 50 cm. Ini yang membuat beberapa rumah ambruk,” ujarnya.
Longsor juga terjadi di lahan pertanian di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi. Akibatnya, terbentuk lubang berdiameter 9 meter dengan kedalaman 10 meter. Maman mengatakan, lubang itu muncul pertama kali pada September 2018. Ketika itu, diameternya masih 6 meter.
Terdapat saluran air di lubang tersebut. Karena saluran tidak memiliki konstruksi, air terus menggerus tanah sehingga menyebabkan lahan di sana ambles.
Hujan diperkirakan masih terjadi hingga akhir bulan depan. Jadi, longsor wajib diwaspadai, terutama oleh warga di sekitar tebing dan lereng.
Menurut Maman, lubang itu belum terlalu mengancam keselamatan warga. Jarak terdekat rumah warga dari lubang sekitar 100 meter. ”Lubang itu berada di lahan pertanian warga. Sampai saat ini, belum berdampak ke permukiman dan jalan,” ujarnya.
Dari informasi warga setempat, menurut Maman, dahulu terdapat saluran air di sekitar lahan itu. Namun, saluran itu saat ini sudah tertimbun tanah dan dimanfaatkan menjadi lahan pertanian.
”Ternyata di bawah tanah, saluran itu masih mengalirkan air,” ujarnya. Warga setempat diimbau tidak mendekati lubang demi mengantisipasi amblasan susulan.
Maman mengatakan, longsor juga terjadi di Kebonpedes dan Ciemas. Dampak longsor di daerah itu relatif kecil dan jauh dari permukiman warga. ”Hujan diperkirakan masih terjadi hingga akhir bulan depan. Jadi, longsor wajib diwaspadai, terutama warga di sekitar tebing dan lereng,” ujarnya.
Menurut prakiraan gerakan tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, terdapat 34 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dengan potensi menengah hingga tinggi.
Pada zona dengan tingkat potensi menengah, gerakan tanah atau longsor dapat terjadi jika curah hujan di atas normal. Terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, atau lereng. Sementara di zona dengan potensi tinggi, selain gerakan tanah dapat terjadi saat curah hujan di atas normal, lokasi gerakan tanah juga dapat aktif kembali.