Sejumlah desa di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, baru kali ini mengalami banjir. Hal itu diduga akibat hilangnya hutan di daerah tersebut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
BPBD LAMANDAU
Jalan Trans-Kalimantan dari Lamandau ke Nanga Tayap, Kalimantan Barat, terputus karena banjir, seperti terlihat pada Minggu (28/4/2019).
PALANGKARAYA, KOMPAS – Banjir meluas di Kalimantan Tengah. Banjir melanda 13 desa di delapan kecamatan dari tiga kabupaten dengan ketinggian beragam. Sejumlah desa di Kabupaten Lamandau baru kali ini mengalami banjir, yang diduga akibat hilangnya hutan di daerah tersebut.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng menunjukkan, banjir melanda di Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, dan Lamandau. Di Lamandau, dua desa baru pertama kali dilanda banjir, yakni Kinipan dan Kudangan.
Ini jelas karena hutan kami hilang diganti perkebunan. Kami sudah mengingatkan pemerintah sejak dulu, tetapi tidak didengar.
Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Efendi Buhing mengungkapkan, curah hujan yang tinggi menyebabkan sungai meluap. Pondok dan dermaga di sekitar sungai sampai terendam hingga bagian atap akibat luapan air sungai.
“Ini jelas karena hutan kami hilang diganti perkebunan. Kami sudah mengingatkan pemerintah sejak dulu, tetapi tidak didengar. Sekarang dampaknya ke masyarakat yang menolak perkebunan itu,” kata Efendi saat dihubungi dari Palangkaraya, Senin (29/4/2019).
Dermaga di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalteng, terendam banjir pada Senin (29/4/2019).
Kompas pernah mengunjungi desa yang jaraknya sekitar 300 kilometer dari ibu kota Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya, itu. Desa Kinipan berada sekitar 50 meter dari tepian Sungai Batang Kawa, anak Sungai Lamandau. Pondok dan dermaga tempat masyarakat biasa menyeberang dan menambatkan perahu memiliki tinggi sekitar tiga meter.
“Air menuju ke perkampungan, air tidak langsung merendam perkampungan karena rumah-rumah berada lebih tinggi dari sungai dan dermaga,” ungkap Efendi.
Selain Desa Kinipan, Desa Kudangan di Kecamatan Kudangan juga terendam. Sekretaris Desa Kudangan Kubung Tamel mengungkapkan, seumur hidupnya ia belum pernah melihat banjir hingga menutup jalan raya.
BPBD LAMANDAU
Jalan Trans-Kalimantan dari Lamandau ke Nanga Tayap, Kalimantan Barat, terputus karena banjir, seperti terlihat pada Minggu (28/4/2019).
Jalan raya di Kudangan merupakan jalur nasional yang menghubungkan Kalimantan Tengah dengan Nanga Tayap, Kalimantan Barat. “Kami belum pernah merasakan banjir. Ini yang pertama,” ujar Tamel.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, banjir berkaitan dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan yang terus berkurang seiring tingginya alih fungsi lahan. Banyak hutan di wilayah tersebut sudah dibabat.
“Hutan diganti dengan komoditas yang tidak bisa mengganti fungsi hutan sebagaimana mestinya. Ini bukan hanya soal intensitas hujan yang tinggi,” kata Dimas.
Menurut Dimas, kondisi tersebut terjadi di seluruh wilayah Kalteng. “Saat ini, banyak lokasi yang sudah rusak bukan diperbaiki malah dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
BPBD LAMANDAU
Banjir melanda di Desa Penopa, Kabupaten Lamandau, Kalteng pada Minggu (28/4/2019).
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palangkaraya Renianata mengungkapkan, untuk saat ini, secara umum Kalteng masih memasuki musim hujan. Dalam tiga hari ke depan, pihaknya memperkirakan hujan masih terus terjadi dengan intensitas sedang hingga lebat disertai petir.
“Kejadian hujan sedang hingga sangat lebat beberapa hari kemarin dipicu pula oleh adanya sirkulasi angin tertutup,” kata Renianata.
Renianata mengungkapkan, sirkulasi angin tertutup membentuk konvergensi atau berkumpulnya massa udara dan mendukung terbentuknya awan konvektif. Apalagi, saat ini di Kalteng kelembaban udara cukup basah. “Kondisi ini akan bertahan dalam waktu sebulan ke depan,” ujarnya.