Indonesia Corruption Watch mengkritisi sistem keterbukaan informasi putusan yang disediakan Mahkamah Agung. Sistem berbasis informasi dan teknologi dikembangkan Mahkamah Agung untuk membuka akses informasi putusan hakim di pengadilan demi kepentingan publik. Kenyataannya sistem ini tidak banyak berjalan di tingkat pengadilan negeri.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia Corruption Watch mengkritisi sistem keterbukaan informasi putusan yang disediakan Mahkamah Agung. Sistem berbasis informasi dan teknologi dikembangkan Mahkamah Agung untuk membuka akses informasi putusan hakim di pengadilan demi kepentingan publik. Kenyataannya sistem ini tidak banyak berjalan di tingkat pengadilan negeri.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menemukan, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang dikembangkan Mahkamah Agung (MA) untuk pengadilan tinggi masih terbatas untuk kalangan internal saja. Padahal, informasi seperti perkara banding, kasasi, dan peninjauan kembali perlu diakses publik.
"Beberapa pengadilan tinggi sudah berinisiatif baik dengan mengembangkan laman serupa SIPP, namun belum diikuti oleh seluruh pengadilan tinggi. Akibatnya, ada disparitas informasi yang memengaruhi pengolahan data pemantauan putusan pengadilan," kata Lalola dalam diskusi di Kantor Sekretariat ICW di kawasan Kalibata, Jakarta, Minggu (28/4/2019).
Masalah lain yang ditemukan ICW adalah belum semua putusan diunggah ke laman sipp-ma.mahkamahagung.go.id. Selain itu, kata Laola, ada beberapa masalah teknis yang perlu diperbaiki dalam laman SIPP yang dibuat pengadilan, seperti tidak berfungsinya tautan untuk mengunduh putusan dan kemudahan akses untuk membuka tautan putusan.
Informasi mengenai putusan hakim di pengadilan MA, menurut Lalola, penting untuk masyarakat. ICW sendiri memanfaatkan informasi itu untuk melihat tren putusan terhadap koruptor. Data yang dimiliki SIPP sudah dimanfaatkan ICW sejak 2017 untuk melihat tren putusan untuk pesakitan terkait korupsi di sejumlah pengadilan negeri.
Lebih jauh lagi, keterbukaan informasi oleh MA penting untuk mekanisme kontrol terhadap para hakim MA. Walaupun para hakim memiliki independensi dalam memutus perkara, masyarakat berhak mengkritisi praktik hukum melalui informasi putusan. "Kritik terhadap putusan itu kan tidak akan mempengaruhi putusan. Tetapi dari informasi itu, kita bisa lihat potensi penyelundupan hukum atau kesalahan penetapan hukum," pungkas Lalola.
Terus berbenah
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, saat dihubungi Kompas hari ini, mengatakan bahwa sistem itu masih akan terus diperbaiki. Dalam waktu dekat, laman SIPP MA akan mudah diakses publik.
"Awal bulan Mei, insyaallah, baru oke. Sekarang petugas kami lagi memproses migrasi datanya," kata Abdullah.
Terkait adanya kendala teknis, ia mengatakan, temuan atau potensi masalah akan terus dibenahi. "Masalah kemungkinan ada. Tetapi, tim TI kami selalu terbuka menerima masukan dari siapapun," imbuhnya.
Baca juga : Serangan Balik Koruptor Masih Mengintai KPK
Pada 22 April 2019 lalu, MA juga telah meluncurkan SIPP untuk pengadilan tingkat banding. Sistem itu bisa diakses melalui laman banding.mahkamahagung.go.id.
Ketua MA, Hatta Ali, mengatakan dalam Laporan Tahunan MA 2018, pada Februari lalu, MA akan terus memperbaiki diri dan berinovasi dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagaimana diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
"Teknologi Infomasi (TI) mengubah mekanisme pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien, serta mendorong tranparansi yudisial. Pemanfaat TI di dunia peradilan didukung dengan penyiapan sumber daya manusia yang andal dan berkomitmen melakukan perubahan, melalui diklat teknis baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan lembaga mitra," tutur Hatta Ali.