Doa lintas iman dari sejumlah perwakilan pemuka agama dan penghayat kepercayaan untuk menjalin persaudaraan digelar di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Doa lintas iman dalam rangkaian hari ulang tahun ke-55 Gereja Katolik Paroki Santo Yosep itu diharapkan dapat mempererat persatuan bangsa terlebih pascadinamika pemilu 2019.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Doa lintas iman sejumlah perwakilan pemuka agama dan penghayat kepercayaan untuk menjalin persaudaraan digelar di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Doa yang digelar dalam rangkaian Hari Ulang Tahun Ke-55 Gereja Katolik Paroki Santo Yosep Purwokerto itu diharapkan dapat mempererat persatuan bangsa, terlebih pascadinamika Pemilihan Umum 2019.
”Pada pemilu kemarin tentu ada perbedaan pilihan, baik di keluarga maupun masyarakat, sekarang harapannya kita kembali lagi menjadi satu. Satu Pancasila, satu bineka, dan satu Indonesia,” kata Pastor Kepala Paroki Santo Yosep Purwokerto Valentinus Sumanto Winata, Pr, Minggu (28/4/2019).
Doa lintas iman digelar dalam serangkaian perayaan ulang tahun dan juga untuk mengawali kegiatan jalan sehat yang diikuti oleh sekitar 5.000 umat bersama masyarakat. Hadir dalam doa lintas iman itu adalah Linda Susiana, perwakilan dari agama Buddha; Budi Santoso, perwakilan dari agama Hindu; JS Budi Rohadi perwakilan dari agama Khonghucu; Pendeta Dimas Aryo Yuwono, perwakilan dari GKI Martadireja; Edi Siswanto, perwakilan dari Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan; dan Ustadz Sihid Masduki Algozali, perwakilan dari agama Islam.
”Visi misi Gereja Keuskupan Purwokerto adalah Gereja semakin menjadi tanda hadirnya Kerajaan Allah. Artinya ketika Kerajaan Allah hadir, ada sukacita, syukur, dan cinta kasih. Itu diwujudkan dengan bergandengan tangan bersama masyarakat,” kata Pastor Sumanto.
Dalam doa, setiap perwakilan menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas keberagaman dan karunia melimpah yang telah diterima bangsa Indonesia. Mereka juga memohon perdamaian serta kerukunan di antara masyarakat agar Indonesia semakin maju dan persaudaraan antarumat beragama kian kokoh.
”Kita bangsa Indonesia terdiri dari bermacam suku, ras, dan agama yang secara otomatis sudah menjadi naluri sebagai manusia ingin bersatu dan hidup damai. Acara ini menjadi suatu momentum untuk mempererat tali persaudaran antarumat beriman,” kata Edi Siswanto, perwakilan dari Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan.
Linda Susiana, perwakilan dari agama Buddha, mengatakan, walaupun bangsa Indonesia beragam, tetap satu. ”Kita semua tetap satu. Saling bertetangga, mendukung, dan diharapkan bisa menebarkan cinta kasih,” ujarnya.
Sihid Masduki Algozali, perwakilan dari agama Islam, mengatakan, manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial dan bisa hidup saling menghormati. ”Mari kita jaga perdamaian dalam bernegara karena semua bersaudara,” katanya.
Pendeta Dimas menambahkan, dirinya antusias terlibat dalam doa lintas iman ini karena Kekristenan yang sesungguhnya bukan bersifat eksklusif. ”Harapannya, dengan ikut kegiatan ini, bisa membuka mata umat bahwa kebersamaan dengan umat lintas iman itu suatu yang mendasar dalam hidup beriman dalam konteks Indonesia. Iman tidak akan ada artinya tanpa ada keterlibatan bersama masyarakat,” tutur Dimas.
Dimas berpesan kepada seluruh umat beriman agar jangan mencari persamaan dalam hidup, tetapi menerima realitas keberagaman. ”Terimalah realitas keberagaman karena Tuhan tidak menginginkan kita menjadi sama, tetapi Tuhan ingin kita satu. Jalinlah kesatuan dengan dasar solidaritas yang berkualitas agar dapat melakukan aksi secara nyata di tengah kepelbagaian,” katanya.