Palyja Tunggu Kesepakatan yang Pasti dengan PAM Jaya
PT PAM Lyonnaise Jaya menunggu hasil kesepakatan yang pasti dengan PAM Jaya terkait perundingan pengambilalihan pengelolaan air di Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI.
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — PT PAM Lyonnaise Jaya atau Palyja menunggu hasil kesepakatan yang pasti dengan PAM Jaya terkait perundingan pengambilalihan pengelolaan air di Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI.
Jika kesepakatan sudah tercapai, Palyja baru bisa menentukan besaran investasi ke depan guna meningkatkan cakupan layanan, salah satunya untuk penggantian dan perbaikan pipa-pipa air.
Penggantian dan perbaikan pipa penting untuk menekan tingkat kehilangan air (non revenue water/NRW) yang selama ini selalu ikut mengganjal peningkatan layanan. Kuncinya, menurut Presiden Direktur Palyja Robert Rerimassie, adalah menyediakan investasi.
Berdasarkan perhitungan Palyja, sekitar 1.200 kilometer pipa dari total 5.600-an kilometer pipa yang dikelola perusahaan ini mesti diganti, dengan perkiraan investasi untuk pengadaannya Rp 2,2 triliun.
”Kami tidak mungkin melakukan investasi sebelum kami punya perjanjian,” ucap Robert dalam lokakarya wartawan di Yogyakarta, Jumat (26/4/2019).
Palyja merupakan mitra PAM Jaya, perusahaan daerah air minum DKI, untuk mengelola produksi dan distribusi air di Jakarta bagian barat. Adapun bagian timur Jakarta diurus oleh PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Kedua perusahaan ini bermitra dengan PAM Jaya lewat perjanjian kerja sama (PKS) tahun 1998.
Seperti diberitakan, Pemprov DKI memutuskan mengambil alih pengelolaan air Jakarta dari kedua perusahaan ini. Alasannya, cakupan layanan pengelolaan air pada tahun 1998 sebesar 44,5 persen, sedangkan pada tahun 2017 baru mencapai 59,4 persen. Padahal, cakupan harusnya 82 persen pada akhir 2023.
Gubernur DKI Anies Baswedan berpendapat, hampir mustahil pihak swasta akan melakukan investasi untuk meningkatkan cakupan layanan dengan waktu tersisa hanya sekitar empat tahun ini.
Cara yang dipilih pemprov adalah pengambilalihan melalui tindakan-tindakan perdata. Opsinya, membeli mayoritas saham swasta operator layanan air minum, menghentikan kerja sama sesuai PKS, dan pengambilalihan pengelolaan sebagian. Pemprov masih berunding dengan Aetra dan Palyja soal opsi tersebut.
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo, Jumat (12/4/2019), mengatakan, PAM Jaya dan Aetra sudah menandatangani kesepakatan awal (head of agreement/HOA) untuk pengambilalihan pengelolaan. Proses berlanjut ke pembahasan pokok-pokok perjanjian selanjutnya selama setidaknya enam bulan ke depan (Sabtu, 13/4/2019).
Robert menyebutkan, pihaknya masih terus berunding dengan PAM Jaya untuk mencapai HOA. Ia pun enggan menyebutkan hal-hal yang masih mengganjal kata sepakat tercapai di antara kedua pihak. Namun, Palyja yang jelas memperjuangkan agar mendapatkan prakondisi yang sesuai untuk berinvestasi jika tetap diminta mencapai target cakupan layanan sebesar 92 persen. Pada 2018, cakupan layanan Palyja 57,1 persen, dengan 406.801 sambungan.
Palyja sudah membuat rencana induk untuk pemenuhan cakupan layanan. Perhitungan kasarnya, investasi Rp 14 triliun dibutuhkan selama 10 tahun untuk meningkatkan cakupan layanan dari 57,1 persen menjadi 92 persen.
Dengan kondisi belum pasti, Palyja tahun ini belum akan berinvestasi banyak. Menurut Robert, pihaknya berencana berinvestasi Rp 100 miliar di 2019, dengan Rp 40 miliar dialokasikan untuk menjalankan program percontohan pembelajaran pengelolaan air.
Adapun Rp 60 miliar hanya untuk mempertahankan kualitas layanan agar tidak menurun, bukan untuk meningkatkan cakupan layanan atau memperkecil porsi NRW dengan penggantian dan perbaikan pipa.
Direktur Operasi dan Teknik Palyja Wilmart Siburian menuturkan, NRW tahun 2018 di wilayah kerja Palyja menurun 16,8 persen dibanding tahun 1998. Pada 2018, NRW 42,9 persen, sedangkan tahun 1998 sebesar 59,7 persen.
Upaya menekan NRW hingga akhir 2018 antara lain memperbaiki kebocoran di 33.726 titik, mengganti 30.428 unit meter, dan menangani 3.405 kasus pemakaian dan penyambungan ilegal. Contoh pemakaian ilegal, oknum warga melubangi pipa air Palyja dan menyalurkan air ke tempat mereka dengan pipa-pipa kecil. Ia mengklaim upaya-upaya ini membuat 1,9 juta meter kubik air terselamatkan.
Namun, dibanding pemakaian dan penyambungan ilegal, masalah fisik merupakan kontributor utama NRW. Sebanyak 73 persen disumbang oleh masalah kehilangan fisik seperti kerusakan atau kebocoran pipa dan 26 persennya oleh kehilangan komersial, termasuk pemakaian dan penyambungan ilegal.