Dua orang tewas dan enam lainnya terluka akibat longsor di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (26/4/2019) sekitar pukul 19.40. Longsor masih mengancam karena muncul retakan pada tebing dengan kemiringan hampir 90 derajat tersebut.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
CIMAHI, KOMPAS — Dua orang tewas dan enam orang terluka akibat longsor di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (26/4/2019) sekitar pukul 19.40. Longsor masih mengancam karena muncul retakan pada tebing dengan kemiringan hampir 90 derajat.
Korban tewas adalah Kekey (8 bulan) dan Irma (12). Sementara korban terluka adalah Suyono (55), Wawa (52), Andri (32), Wija (28), Suci (17), dan Kania (6). Semua korban tinggal dalam satu rumah. Rumah itu ambruk tertimpa material longsor.
Longsor terjadi pada tebing setinggi 30 meter dengan panjang 45 meter. Material longsor juga mengenai dua kontrakan di samping rumah tersebut.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi Nanang mengatakan, longsor disebabkan tanah tidak stabil yang dipicu hujan dengan intensitas tinggi selama 1,5 jam. Warga diminta waspada untuk mengantisipasi longsor susulan.
Rumah korban tepat berada di bawah tebing. ”Lokasi itu sebaiknya tidak digunakan untuk membangun rumah. Namun, warga tak punya pilihan karena keterbatasan secara ekonomi,” ujarnya.
Di atas tebing terdapat perkebunan warga. Lahan tersebut banyak ditumbuhi sayuran dan rerumputan serta minim tanaman keras.
Garis polisi sudah dipasang dalam radius sekitar 20 meter dari lokasi longsor. Sejumlah petugas BPBD juga mengingatkan warga untuk tidak mendekati area longsor.
Andri, korban selamat, mengatakan, sebelum longsor, air dari tebing mengucur deras. Dia bersama istrinya, Wija, dan anaknya, Kania, beserta kedua mertuanya, Suyono dan Wawa, serta adik iparnya, Suci, bergegas keluar rumah. Sementara Kekey dan Irma sedang tidur di kamar.
Yang bisa kami lakukan hanya lebih berhati-hati saat hujan. Sebelumnya juga pernah terjadi longsor, tetapi hanya mengenai dapur. Kami tak punya pilihan lain kecuali tinggal di sini.
Runtuhnya tebing membuat air semakin mengucur deras, bahkan menciptakan genangan setinggi sekitar 20 sentimeter.
”Awalnya hanya melihat sebentar kondisi di luar. Namun, saat ingin kembali ke rumah, tebing runtuh dan menimpa rumah,” ucapnya.
Andri melompat mencari anak bungsunya, Kekey, serta adik iparnya, Irma. Setelah mencari bersama tetangganya selama sepuluh menit, keduanya ditemukan tewas tertimpa reruntuhan bangunan. Kedua korban sudah dimakamkan pada Sabtu pagi.
Andri menyebutkan, dirinya dan keluarga sadar lokasi tersebut rawan longsor. Namun, keuangan mereka terbatas untuk pindah rumah ke tempat yang lebih baik. Andri bekerja sebagai staf teknologi informasi di pabrik tekstil. Sementara mertuanya berjualan bakso keliling.
”Yang bisa kami lakukan hanya lebih berhati-hati saat hujan. Sebelumnya juga pernah terjadi longsor, tetapi hanya mengenai dapur. Kami tak punya pilihan lain kecuali tinggal di sini,” ujarnya.
Andri dan lima korban selamat lainnya mengalami luka ringan akibat terkena material bangunan. Setelah dirawat di rumah sakit pada Jumat malam, kini mereka mengungsi ke rumah kerabat.
Selain Andri, setidaknya ada belasan rumah yang berada di pinggir tebing. Rumah-rumah itu berada dalam radius 100 meter dari lokasi longsor. Salah satunya adalah rumah Uus Sobari (34).
Rumah Uus berjarak sekitar 80 meter dari lokasi longsor. ”Saya dengar suara gemuruh. Setelah melihat ke luar, ternyata tebing longsor dan menimpa rumah Pak Suyono,” ujarnya.
Uus mengaku khawatir dampak longsor meluas. Sebab, muncul rekahan yang dapat menjadi aliran air untuk memicu longsor.
”Tadi sudah berkoordinasi dengan beberapa warga. Masyarakat akan berjaga setiap malam untuk mengantisipasi longsor susulan,” ucapnya.
Menurut peta potensi gerakan tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, wilayah Cimahi Utara memiliki kerentanan menengah hingga tinggi pada April 2019.
Pada zona dengan tingkat potensi menengah, gerakan tanah atau longsor dapat terjadi jika curah hujan di atas normal. Terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, atau lereng.
Sementara di zona dengan potensi tinggi, selain gerakan tanah dapat terjadi saat curah hujan di atas normal, lokasi gerakan tanah juga dapat aktif kembali.