Dukungan atau insentif dapat mendorong investasi sektor otomotif semakin bertumbuh di Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki banyak potensi yang dapat mendukung sektor industri itu.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono/Mahdi Muhammad
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dukungan atau insentif dapat mendorong investasi sektor otomotif semakin bertumbuh di Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki banyak potensi yang dapat mendukung sektor industri itu.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, otomotif merupakan salah satu dari tiga subsektor industri nonmigas yang berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) RI tahun 2018. Ketiga subsektor itu adalah industri makanan-minuman (6,25 persen), alat angkutan (1,76 persen), serta industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik (1,74 persen).
”Ketersediaan bahan baku, seperti karet, besi, dan plastik, di Indonesia cukup berlimpah,” kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Menurut Bhima, kecenderungan lokasi industri yang berdekatan dengan sumber bahan baku dapat mendorong efisiensi biaya produksi. Pemerintah dinilai peduli dengan kondisi tersebut dengan membuat kawasan ekonomi khusus yang bisa jadi pusat industri otomotif.
Insentif bagi sektor otomotif di Indonesia dinilai cukup baik, mulai dari keringanan pajak hingga penurunan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), terlebih untuk mobil listrik.
Ditanya mengenai kebijakan atau insentif yang cukup atraktif menarik investasi otomotif, Bhima menyebutkan, antara lain insentif fiskal.
”Misalnya penurunan PPnBM menjadi nol persen bagi industri kendaraan listrik dan tax holiday hingga 20 tahun,” katanya.
Bhima melanjutkan, fasilitas lain seperti sewa lahan pemerintah dengan biaya di bawah harga pasar bisa jadi insentif yang menarik. Insentif nonfiskal juga dapat diwujudkan melalui konsultasi gratis dan percepatan izin investasi. Demikian pula pembangunan infrastruktur penunjang kawasan industri otomotif seperti jalan dan pelabuhan.
Kendali
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono menyampaikan, semakin lama, pelaku industri harus mengurangi impor material.
”Langkah ini adalah hal yang bisa dikendalikan dan diusahakan. Pengaruh eksternal berupa fluktuasi nilai tukar pasti ada, tapi jangan sampai dominan,” kata Warih.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar Rp 14.188 per dollar AS, Jumat. Pada 2 Januari 2019, nilai tukar Rp 14.465 per dollar AS.
Warih berharap, pertumbuhan ekonomi yang berkisar 5 persen lebih meningkatkan pasar otomotif. Sebab, pelaku usaha otomotif, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, saat ini masih tertarik dengan pasar sepeda motor Indonesia.
Harley-Davidson, pabrikan sepeda motor besar yang berbasis di Amerika Serikat, misalnya, kini aktif menyasar konsumen Indonesia. Pabrikan yang telah membangun perakitan di Thailand itu kini menambah dealer di sejumlah kota, antara lain Medan, Batam, dan Bali.
Hal serupa dilakukan Lambretta, pabrikan skuter asal Italia. Melalui PT Skuter Motor Indonesia, merek skuter legendaris Italia ini masuk ke pasar Indonesia.
Ade Sulistioputra, CEO PT Brum-Brum, induk perusahaan PT Skuter Motor Indonesia, mengatakan, kondisi Indonesia menarik perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan sayap di negeri ini.
”Permintaannya ada. Ini bukan sekadar motor pajangan, melainkan digunakan untuk sehari-hari,” kata Ade.
Stefan Kentjana Putra, CEO PT Benelli Motors Indonesia, mengakui, Indonesia menarik bagi bisnis perusahaan dunia. (CAS/MHD)