Bupati (nonaktif) Lampung Selatan Zainudin Hasan divonis hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Zainudin terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Bupati (nonaktif) Lampung Selatan Zainudin Hasan divonis hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Zainudin terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.
Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Lampung, Kamis (25/4/2019), di Bandar Lampung. Sidang yang berlangsung selama 6 jam itu dihadiri puluhan orang saja.
Selain dipenjara, Zainudin juga diganjar hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah masa penahanan pokok selesai. Selain itu, dia juga diminta membayar uang pengganti sebanyak Rp 66,7 miliar subsider 1 tahun dan 6 bulan kurungan. Aset yang berasal dari uang korupsi juga disita.
Majelis hakim menilai, Zainudin terbukti melanggar pasal berlapis. Pasal yang dilanggar adalah Pasal 12 Huruf a dan i, dan Pasal 12 Huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Zainudin juga terbukti melanggar Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Hal-hal memberatkan, Zainudin dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai kepala daerah, dia dinilai tidak berperan aktif mencegah korupsi, namun justru terlibat dalam kasus korupsi. Selain itu, terdakwa juga melakukan lebih dari satu tindak pidana, yaitu korupsi dan pencucian uang. Adapun hal-hal yang meringankan, terdakwa mengakui kesalahannya, berlaku sopan, dan memiliki tanggungan keluarga.
Namun, vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK. Pada sidang tuntutan 1 April lalu, Zainudin dituntut hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Ia juga dituntut dicabut hak politiknya selama 5 tahun dan membayar uang pengganti Rp 66,7 miliar subsider 2 tahun penjara.
Terkait putusan itu, Zainudin menyatakan masih pikir-pikir. Jaksa KPK Wawan Yunarwanto juga menyatakan pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim.
Komisi proyek
Zainudin dinilai memanfaatkan jabatannya sebagai kepala daerah untuk mengatur proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. Selama kurun waktu 2016-2018, Zainudin terbukti menerima uang korupsi sebanyak Rp 106,9 miliar.
Uang tersebut berasal dari fee atau komisi proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan serta gratifikasi selama menjabat sebagai bupati. Selain itu, uang berasal dari keuntungan PT Krakatau Karya Indonesia, perusahaan milik Zainudin, yang menang tender proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan.
Uang fee proyek dikumpulkan oleh Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan 2016 Hermansyah Hamidi, Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan tahun 2018 Anjar Asmara, serta Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni.
Uang tersebut lalu disetorkan melalui Agus Bhakti Nugroho, orang dekat Zainudin dari Fraksi PAN. Selain untuk membeli aset berupa tanah, saham, dan kapal pesiar, uang korupsi juga digunakan untuk kegiatan partai.
Dalam pertimbangannya, hakim tidak sependapat dengan jaksa yang menyatakan Zainudin menerima gratifikasi senilai Rp 3,16 miliar dari di PT Baramega Citra Mulia, perusahaan pertambangan di Kalimantan Selatan. Perusahaan itu mendapat izin konsesi hutan untuk kegiatan eksploitasi batubara pada 2011 dari Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat Zulkifli Hasan, kakak Zainudin.
Hakim menilai, tidak ada fakta dan bukti yang menguatkan uang tersebut diberikan pada Zainudin terkait dengan jabatannya sebagai kepala daerah. Menurut hakim, uang itu berasal dari bisnis Zainudin di perusahaan itu.
Namun, Zainudin terbukti tidak melaporkan harta kekayaan yang diperolehnya dari kegiatan bisnis setelah menjadi pejabat publik. Karena alasan itulah, hakim menilai Zainudin melakukan pencucian uang.
Kasus korupsi yang menjerat Zainudin berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Juli 2018. Dua terdakwa lain, yakni Anjar dan Agus telah divonis hukuman 4 tahun penjara, pada Kamis (28/3/2019).
Anjar juga dikenai denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan Agus dikenai denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Hukuman ringan itu mempertimbangkan status keduanya sebagai justice collaborator dalam membongkar korupsi yang melibatkan Zainudin.