KPU Dinilai Belum Maksimal Usut Dugaan 17,5 Juta DPT Bermasalah
BPN Prabowo-Sandi menilai KPU belum maksimal dalam mengusut dugaan 17,5 juta nama bermasalah pada DPT meski telah dilakukan verifikasi faktual. BPN melaporkan temuan ini ke KPU sejak 15 Desember 2018 dan data digital diserahkan pada 1 Maret 2019. Selain ke KPU, BPN juga melaporkan dugaan DPT ganda ini ke Bawaslu pada 11 April.
Oleh
PRADIPTA PANDU/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai, Komisi Pemilihan Umum belum maksimal dalam mengusut dugaan 17,5 juta nama bermasalah pada daftar pemilih tetap meski telah dilakukan verifikasi faktual. BPN Prabowo-Sandi juga mendorong agar KPU lebih cermat dalam memasukkan data penghitungan suara dan mengoreksinya jika terjadi kesalahan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Media dan Komunikasi BPN Prabowo-Sandi Hashim Djojohadikusumo dalam kunjungan media ke Redaksi Kompas di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Hashim didampingi, antara lain, Direktur Relawan BPN Prabowo-Sandi Ferry Mursyidan Baldan, Direktur Informasi dan Teknologi BPN Prabowo-Sandi Agus Maksum, serta anggota Direktorat Media dan Komunikasi BPN Prabowo-Sandi, Imelda Sari. Mereka diterima oleh, antara lain, Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Rikard Bagun dan Budiman Tanuredjo, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy, serta Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi.
Hashim memaparkan temuan dugaan 17,5 juta nama dalam DPT Pemilu 2019 yang dinilai tidak wajar. Persoalan DPT itu terkait data yang diduga ganda, data invalid atau manipulatif, batas usia pemilih dianggap tidak wajar, serta banyaknya pemilih yang berulang tahun pada tanggal dan bulan yang sama.
BPN Prabowo-Sandi kemudian melaporkan temuan ini ke KPU sejak 15 Desember 2018 dan data digital telah diserahkan pada 1 Maret 2019. Selain ke KPU, BPN juga melaporkan dugaan DPT ganda ini ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada 11 April lalu.
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menyatakan, laporan tersebut ditindaklanjuti Bawaslu dengan merekomendasikan agar KPU mengusut dugaan 17,5 juta DPT bermasalah itu.
Terkait dengan hal ini, KPU telah menyatakan bahwa 17,5 juta data DPT itu adalah wajar dan apa adanya sesuai regulasi kebijakan pencatatan sipil. Hal ini dipastikan KPU setelah melakukan verifikasi faktual dan koordinasi bersama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Langkah KPU
Anggota KPU, Viryan Aziz, mengatakan, KPU telah melakukan tiga hal terkait dugaan DPT 17,5 juta bermasalah tersebut. Pertama, KPU telah berkoordinasi dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri mengenai kebijakan menyeragamkan tanggal lahir penduduk yang lupa atau tidak tahu tanggal lahirnya sendiri saat perekaman data.
Kedua, KPU melakukan verifikasi faktual oleh KPU daerah atas tiga kelompok data tersebut secara acak dan sederhana. Sementara langkah ketiga adalah mengadakan focus group discussion dengan ahli demografi dan statistik dari Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Gadjah Mada.
Selain itu, anggota KPU, Wahyu Setiawan, juga menegaskan, KPU telah menyerahkan laporan hasil verifikasi faktual ke perwakilan kedua pasangan calon, baik Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun BPN Prabowo-Sandi.
Tidak lengkap
Meski demikian, Hashim menilai, tindak lanjut dari KPU dalam mengusut dugaan 17,5 juta DPT tidak wajar tersebut belum maksimal. Sebab, dalam melakukan verifikasi faktual, KPU hanya menggunakan sampel data secara acak sehingga belum menyelesaikan dan membersihkan DPT tersebut secara keseluruhan.
”Kami melihat tindak lanjut dari KPU dalam memverifikasi DPT bermasalah ini tidak lengkap, tidak detail, dan tidak rinci. Ini membuat kami kecewa karena masih membuka peluang terjadinya kecurangan menggunakan DPT bermasalah ini,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Statistik dan IT Institut Pertanian Bogor Asep Saefudin tidak menepis ada dugaan kesalahan rekapitulasi data yang dilakukan KPU. Namun, lanjutnya, nilai kesalahan rekapitulasi dari KPU tersebut sangat kecil atau sekitar 0,0004 persen serta tidak dilakukan secara terstruktur dan masif.
Hal ini diungkapkan Asep seusai mendatangi langsung ruang rekapitulasi dan penghitungan suara di Gedung KPU RI, Rabu (24/4/2019), bersama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid.
”Saya berkesimpulan, KPU melakukan rekapitulasi dengan benar-benar sistematik sehingga mendapatkan angka yang sebenarnya. Dalam statistika memang dimungkinkan adanya error, tetapi bila error itu tidak sistematik, hasilnya bisa dikatakan valid,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Hukum dan Advokasi TKN Jokowi-Amin Ade Irfan Pulungan menilai, aduan-aduan yang kerap dilontarkan BPN kepada KPU merupakan bagian dari upaya delegitimasi terhadap pelaksanaan pemilu.
”Narasi yang dilakukan pihak BPN terkait kecurangan-kecurangan yang terjadi di pemilu secara masif adalah kebohongan. Jadi, saya menduga, pihak BPN sedang membangun atau menciptakan narasi kebohongan berjemaah tentang kecurangan dalam pemilu,” tutur Irfan.
Menurut dia, selama ini, KPU telah ekstra kerja keras untuk menindaklanjuti segala aduan dari BPN. Bahkan, terkait kesalahan input data C1 pun, KPU langsung memperbaikinya.