Kendati pasar merespons positif penyelenggaraan Pemilu 2019, kecenderungan sikap investor tetap menunggu dan melihat situasi dalam negeri. Sosok-sosok yang akan terpilih mengisi kabinet pemerintah bidang ekonomi juga menjadi penentu investor mengambil keputusan.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati pasar merespons positif penyelenggaraan Pemilu 2019, kecenderungan sikap investor tetap menunggu dan melihat situasi dalam negeri. Sosok-sosok yang akan terpilih mengisi kabinet pemerintah bidang ekonomi juga menjadi penentu investor mengambil keputusan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan, kinerja investasi pada semester I-2019 diperkirakan masih lesu karena investor bersikap menunggu dan melihat. Penyelenggaraan Pemilu 2019 yang relatif aman dan damai menambah kepercayaan investor, tetapi belum memasuki tahap pengambilan keputusan.
”Gongnya justru bukan saat pengumuman resmi dari KPU, tetapi ketika pengumuman nama-nama yang terpilih mengisi kabinet,” kata Josua dalam seminar nasional bertema Prospek Ekonomi dan Pertumbuhan Kredit Pasca-Pemilu 2019, di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Josua menyebutkan, pemilihan anggota kabinet strategis, terutama bidang ekonomi, akan menentukan sikap investor. Sosok itu harus mendukung kesinambungan bisnis dan investasi yang selama 4 tahun dibangun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kebijakan yang berkelanjutan menjadi daya tarik terutama bagi investor asing.
Keyakinan investor
Di sisi lain, lanjut Josua, investor tidak ambil pusing atas dinamika hasil hitung cepat pasca-Pemilu 2019. Mereka meyakini, riak-riak politik saat ini hanya bersifat sementara. Hal terpenting justru landasan ekonomi makro dan fiskal yang kuat untuk memacu investasi sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
”Investor dan pelaku ekonomi itu berpikir rasional. Mereka paham betul metode statistik hitung cepat,” ucap Josua.
Terkait dengan investasi, Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, pemerintah tetap bekerja konsisten setelah Pemilu 2019. Insentif perpajakan baru untuk menarik investasi dan memacu ekspor juga terus dikaji.
”Investasi sudah masuk bertahap sejak revisi ketentuan tax holiday yang baru terbit. Kami yakin, investasi akan melaju kencang pada 2020 karena sumber daya manusia dan infrastruktur sudah terbangun,” ujar Iskandar.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi berkisar 5,3-5,6 persen pada 2020. Untuk mencapai itu, investasi harus tumbuh berkisar 7-7,4 persen atau setara Rp 5.802 triliun-Rp 5.823 triliun. Pencapaian target itu bergantung pada optimisme dan kinerja pelaku usaha.
Sebagai perbandingan, lanjut Iskandar, pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,17 persen yang ditopang pertumbuhan investasi sebesar 6,67 persen. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi dan investasi ditargetkan masing-masing 5,3 persen dan 7 persen.
Jasa keuangan
Irnal Fiscallutfi, Kepala Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, menambahkan, kinerja sektor jasa keuangan pada triwulan I-2019 dinilai cukup optimistis. Kondisi itu tecermin dari kinerja intermediasi dan profil risiko bank dan nonbank yang positif serta permodalan yang tinggi.
Berdasarkan data OJK per Februari 2019, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) berada pada level 23,86 persen, sementara rasio solvabilitas (risk based capital/RBC) untuk asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing 316 persen dan 442 persen.
”Kinerja dan tata kelola jasa keuangan ini penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyaluran kredit juga diarahkan untuk sektor produktif,” kata Irnal.
Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu berpendapat, biro kredit juga mampu berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pertumbuhan kredit dan percepatan inklusi keuangan. Biro kredit juga mampu menyediakan solusi manajemen risiko kredit dengan cepat dan efisien.
Untuk mempercepat inklusi keuangan, Pefindo meluncurkan produk penilaian kredit atau credit scoring bernama IdScore. Saat ini, Pefindo memiliki 180 anggota yang terdiri atas sejumlah lembaga, antara lain jasa keuangan, perusahaan pembiayaan, koperasi simpan pinjam, sekuritas, teknologi finansial (fintech), dan peritel.