Butuh Strategi Baru untuk Dekati Kelompok Konservatif
Menguatnya konservatisme dalam beragama menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan keluarga. Pemerintah, kelompok keagamaan moderat, dan akademisi perlu intensif mendekati kelompok konservatif.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·3 menit baca
Strategi dialog perlu dilakukan untuk mendekati kelompok konservatif dalam mengembangkan program pembangunan kependudukan dan keluarga berencana.
SOLO, KOMPAS — Menguatnya konservatisme dalam beragama menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan keluarga. Pemerintah, kelompok keagamaan moderat, dan akademisi perlu intensif mendekati kelompok konservatif. Hanya dengan pemahaman utuh atas program pembangunan itulah upaya mempercepat peningkatan kesejahteraan dan mutu penduduk bisa berjalan.
”Tak mudah mendekati mereka (kelompok konservatif). Butuh usaha keras dan kesabaran ekstra mengajak mereka berkomunikasi dan berdialog,” kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah Ahmad Rofiq di sela-sela Pelatihan Internasional Membangun Kemitraan Strategis dengan Pemimpin Agama dalam Program KB, di Solo, Jawa Tengah Selasa (23/4/2019).
Tak mudah mendekati mereka (kelompok konservatif). Butuh usaha keras dan kesabaran ekstra mengajak mereka berkomunikasi dan berdialog.
Selama ini, upaya itu dilakukan untuk berbagai isu, termasuk radikalisme, kenegaraan, dan isu sosial kemasyarakatan. Namun, agar mereka memenuhi undangan dan menyimak penjelasan MUI saja sulit. Itu bukan berarti tidak mungkin mendekati kelompok konservatif, melainkan butuh ketekunan.
Dalam pembangunan kependudukan, KB, dan keluarga, kelompok konservatif mendorong untuk punya banyak anak dan menikah muda, tetapi kerap tak terencana membangun keluarga. Itu melanggengkan kemiskinan, memperburuk mutu kesehatan, dan menghambat kenaikan kesejahteraan mereka.
Rofiq yang juga Guru Besar Hukum Islam sekaligus Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, mengatakan, ada dalil agama yang memerintahkan untuk punya banyak anak. Namun, ada juga perintah dari kitab suci agar anak-anak yang dilahirkan bermutu.
Karena itu, pemahaman agama pada satu isu perlu komprehensif, tak sepotong-sepotong. ”KB bukan bermaksud membatasi kelahiran, melainkan merencanakan kelahiran agar tercipta manusia bermutu. Manusia diberi akal untuk mengantisipasi itu,” katanya.
Selain itu, pemahaman dalil-dalil agama pada isu tertentu mesti kontekstual. Perubahan dan kondisi zaman perlu diperhatikan karena tiap zaman memiliki tantangan berbeda.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jateng Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i menambahkan, pemikiran kontekstual perlu dikenalkan pada kelompok konservatif. Mereka perlu dibantu memahami tiap dalil yang jadi rujukan dan pedoman hidup berdasarkan konteks kemunculan dalil itu dibandingkan dengan kondisi kekinian.
”Butuh cara berpikir tentang teks agama dengan cara berbeda atau dikontekskan dengan kondisi sekarang yang beda dengan masa lalu,” katanya. Pemberian dalil lain yang mendukung program pembangunan kependudukan, KB, dan keluarga perlu disampaikan agar mereka memiliki pemahaman agama utuh pada satu masalah.
Libatkan akademisi
Untuk mengubah cara berpikir kelompok konservatif, akademisi perlu dilibatkan. Akademisi diminta tak alergi dengan kelompok itu selama ada tujuan untuk mengubah pola pikir mereka. Meski punya cara pandang keagamaan berbeda, orang Indonesia diyakini mau diajak berdiskusi dan maju.
Di sisi lain, untuk meredam berkembangnya konservatisme, khususnya di kalangan anak muda, pemahaman tentang pembangunan kependudukan, KB, dan keluarga perlu memenuhi media sosial. Banyak anak muda menjadikan pandangan agama konservatif yang beredar masif di media sosial sebagai pegangan.
”Banyak anak muda kehilangan pegangan sehingga mengikatkan diri pada kajian keagamaan instan di media sosial,” kata Hasan yang juga ahli Al Quran dan hadis di Sekolah Pascasarjana UIN Walisongo.
Karena itu, berbagai kelompok Islam moderat di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, perlu berdakwah secara aktif di media sosial. Selama ini, cara pandang kelompok konservatif yang sejatinya berjumlah sedikit itu memenuhi media sosial karena gencar memakai media sosial.
Jika pemahaman kelompok moderat terkait pembangunan kependudukan, KB, dan keluarga mengisi media sosial, itu akan memberi pandangan alternatif sehingga tak terjebak pada sikap konservatif.
Cara itu juga akan mendinamisasi cara berpikir mereka hingga memiliki pikiran terbuka dan pandangan luas terhadap isu tertentu. ”Jika seseorang mengalami stagnasi dengan pengetahuan dimiliki, dia mudah terjebak dalam konservatisme,” katanya