KPK Tetapkan Direktur PLN Sofyan Basir Jadi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Penetapan tersangka tak terlepas dari sejumlah pertemuan dan kesepakatan yang melibatkan Sofyan untuk memuluskan proyek tersebut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4/2019), mengatakan, dalam proses penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan Sofyan (SFB) dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Sofyan diduga telah membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek tersebut.
”Pada Pasal 55 (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), nanti akan ditegaskan seperti apa peran si A dan si B dalam kasus ini. Dalam hal ini, tak ada keraguan kami, bagaimana di situ dijelaskan kronologi yang melibatkan SFB, ada beberapa kali pertemuan, memutuskan, menyarankan, sehingga ada proyek ini,” ujar Saut di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Dalam kasus ini, Sofyan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHO atau Pasal 56 Ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Perkara PLTU Riau-1 diduga bermula pada Oktober 2015 lalu saat Direktur PT Samantaka Batubara bersurat kepada PLN yang pada pokoknya memohon agar PT PLN memasukkan proyek tersebut ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN. Namun, tak ada tanggapan positif atas surat itu.
Kotjo pun sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Limited mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PT PLN supaya mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau-1. Dari situ, sejumlah pertemuan terjadi antara Sofyan, Eni, dan Kotjo.
Keterlibatan Sofyan diduga bermula saat dia menunjuk langsung perusahaan Kotjo pada 2016 untuk mengerjakan proyek tersebut. Padahal, saat itu Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN sebagai penyelenggara pembangunan infrastruktur kelistrikan (PIK) belum terbit.
Mengadakan pertemuan
Tak sampai di situ, Sofyan, Eni, dan Kotjo diduga juga mengadakan sejumlah pertemuan hingga Juni 2018 di tempat yang berbeda-beda, seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.
”SFB diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Saragih dan Idrus Marham,” tutur Saut.
Adapun Idrus yang sebelumnya menjabat sebagai mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar telah divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan terkait proyek PLTU Riau-1. Idrus dinilai terbukti bersalah menerima suap senilai Rp 2,25 miliar dari Kotjo untuk mendapatkan proyek senilai 900 juta dollar AS atau setara Rp 12,8 triliun itu.