Kelola Transportasi Massal Jabodetabek, Pemerintah Akan Bentuk Otoritas Baru
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Pemerintah pusat berencana membentuk otoritas yang berfungsi untuk menghimpun dan mengatur sejumlah operator penyedia jasa layanan transportasi massal di Jabodetabek. Keberadaan otoritas ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi rumitnya birokrasi antar daerah dalam mengelola transportasi massal di Jabodetabek.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan, otoritas ini diperlukan, karena selama ini pembangunan infrastruktur transportasi umum lintas provinsi selalu melalui proses birokrasi yang rumit.
"Rencananya, otoritas ini akan memperkuat fungsi BPTJ dan akan membuat semacam konsorsium untuk membawahi BUMN dan BUMD penyedia jasa transportasi di Jabodetabek," ujarnya dalam acara Urban Transportation Workshop di Jakarta, Selasa (23/04/2019).
Prihartono mengatakan, beberapa BUMN yang akan dilibatkan yaitu PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI), PT Perum Pengangkut Penumpang Djakarta (PPD), PT Perum DAMRI, dan LRT Jabodebek yang dioperatori PT KAI. Kemudian, untuk BUMD akan melibatkan PT MRT Jakarta, PT Transportasi Jakarta, dan LRT Jakarta Velodrome-Kelapa Gading.
Menurut Prihartono, pembentukan otoritas ini dilakukan untuk mengimplementasikan rencana induk transportasi Jabodetabek (RITJ) di sisi pembiayaan dan pembangunan infrastruktur. Ia mengatakan, tiap daerah memiliki kemampuan finansial yang berbeda-beda.
Beberapa BUMN akan dilibatkan yakni PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI), PT Perum Pengangkut Penumpang Djakarta (PPD), PT Perum DAMRI, dan LRT Jabodebek yang dioperatori PT KAI.
"Kemampuan finansial Jakarta tentu berbeda dengan kota-kota seperti Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi. Oleh sebab itu, berdasarkan RITJ, Jakarta bisa saja memberikan subsidi tarif atau membiayai pembangunan infrastruktur transportasi di daerah penyangga lainnya," ujarnya.
Prihartono mengatakan, rencananya, otoritas ini akan dibentuk pada Juni 2019 dan diperlukan revisi Perpres 107/2015 tentang BPTJ. Menurut ia, selama ini BPTJ masih terkendala dalam faktor pengelolaan finansial untuk transportasi massal.
"Nantinya, setelah konsorsium ini terbentuk, pengelolaan tarif jadi lebih mudah untuk diintegrasikan. Selama ini, tarif angkutan umum masih per trayek dan terpisah. Kami berencana untuk mengintegrasikan tarif ini dengan sistem tarif integrasi per zona wilayah," katanya.
Kepala Bappenas/Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengatakan, otoritas ini dibentuk sesuai dengan rencana Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang akan mengeluarkan biaya besar untuk pembangunan infrastruktur transportasi massal hingga 2030.
"Jadi, jika sudah dibuat otoritas ini, semuanya bisa terlibat mulai dari sisi finansial hingga pengambilan keputusan. Fungsinya untuk mengkoordinasikan di Jabodetabek akan dibangun infrastruktur apa saja nantinya," ujarnya.
Menurut Bambang, saat ini pemerintah daerah masih menganggap daerah metropolitan hanya Jakarta saja. Padahal, daerah penyangga Jakarta lainnya sudah bisa disebut sebagai metropolitan dan memiliki kebutuhan transportasi massal yang sama dengan Jakarta.
"Selama ini, sejumlah daerah juga menganggap bahwa pembangunan transportasi massal tidak menguntungkan karena harus disubsidi pemerintah. Padahal, tranportasi massal ini merupakan investasi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Apalagi jika transportasi ini sudah saling terhubung dan memudahkan mobilitas warga," ujarnya.
Plt Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, mengatakan, DKI sedang berupaya untuk membuat integrasi antar stasiun MRT dan halte TransJakarta agar terkoneksi. Menurut ia, yang cukup sulit adalah membentuk sistem integrasi tarifnya.
"Karena setiap moda berbeda-beda kebutuhannya, sehingga penentuan subsidi tarifnya pun harus dibahas lagi secara bersama-sama untuk menyesuaikan kebutuhan tiap modanya," ujar Sigit.