Kelestarian Arwana Red Banjar dan Ikan Lokal Dijaga
Sebanyak 150 ekor induk ikan siluk atau arwana red banjar (Scleropages formosus) dan 150.000 ekor benih ikan lokal jenis papuyu, jelawat, kelabau, dan baung dikembalikan ke alamnya di perairan Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (23/4/2019). Pelepasliaran ikan-ikan lokal itu jadi upaya konservasi plasma nutfah asli Kalimantan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
MARTAPURA, KOMPAS – Sebanyak 150 ekor induk ikan siluk atau arwana red banjar (Scleropages formosus) dan 150.000 ekor benih ikan lokal jenis papuyu, jelawat, kelabau, dan baung dikembalikan ke alamnya di perairan Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (23/4/2019). Pelepasliaran ikan-ikan lokal itu jadi upaya konservasi plasma nutfah asli Kalimantan.
Kegiatan pelepasliaran induk arwana red banjar dan penebaran benih ikan papuyu, jelawat, kelabau, dan baung dilakukan di Waduk Riam Kanan, Kecamatan Aranio, sekitar 60 kilometer dari Kota Banjarmasin. Waduk dengan luas lebih kurang 8.000 hektar tersebut merupakan bagian dari Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam.
Hadir dalam kegiatan tersebut, antara lain Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel Syaiful Azhari, dan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banjar M Riza Dauly.
Slamet Soebjakto mengatakan, benih ikan lokal yang tidak tergolong invasif secara berkala perlu ditebar ke perairan umum. Adapun tujuannya untuk memperkaya kembali plasma nutfah yang sudah hampir punah di alam Indonesia.
”Dengan dikembalikan ke lingkungan alam diharapkan bisa meningkatkan produktivitas ikan-ikan lokal. Induk maupun benih yang dilepas bisa bereproduksi serta berkembang biak sehingga nanti bisa meningkatkan gizi dan perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Dengan dikembalikan ke lingkungan alam diharapkan bisa meningkatkan produktivitas ikan-ikan lokal. Induk maupun benih yang dilepas bisa bereproduksi serta berkembang biak sehingga nanti bisa meningkatkan gizi dan perekonomian masyarakat
Menurut Slamet, populasi sebagian ikan lokal di perairan umum saat ini sudah hampir punah. Kepunahannya, antara lain dipicu kegiatan penangkapan ikan oleh masyarakat dengan alat tangkap ilegal, penangkapan yang tidak selektif, serta pencemaran lingkungan.
”Kami juga mengimbau kepada para pembenih ikan untuk merilis setidaknya dua persen dari benih yang dihasilkan untuk ditebar ke perairan umum. Kegiatan semacam ini harus menjadi kegiatan bersama dan dilakukan masyarakat secara mandiri,” tuturnya.
Rina mengatakan, Kalsel memiliki potensi yang sangat tinggi untuk bisa meningkatkan pendapatan asli daerah dari produk-produk perikanan hidup. ”Lalu lintas ekspor produk perikanan, khususnya ikan hidup di Kalsel cukup tinggi,” katanya.
Ikan arwana red banjar merupakan salah satu produk unggulan ekspor Kalimantan Selatan ke berbagai negara. PT Kresnapusaka Tirta Lestari adalah perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor tersebut ke beberapa negara tujuan, antara lain China, Jepang, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Perusahaan tersebut juga yang menyediakan 150 ekor induk arwana red banjar untuk dilepasliarkan, yang terdiri atas 100 betina dan 50 jantan. Induk arwana tersebut berumur 7-8 tahun dan berukuran rata-rata 50 sentimeter. Di perairan umum, arwana red banjar bisa hidup sampai usia 20 tahun.
”Tentu saja semua komoditas perikanan hidup yang keluar dari wilayah Indonesia harus sesuai aturan dan dijaga keberlanjutannya. Saya berharap plasma nutfah yang ada harus dijaga supaya arwana red banjar tidak punah,” kata Rina.
Kepala Balai KIPM Banjarmasin Sokhib mengingatkan agar induk arwana red banjar yang dilepasliarkan di perairan Waduk Riam Kanan, Tahura Sultan Adam jangan sampai ditangkap dan diburu oleh masyarakat. ”Ini harus dijaga agar dapat berkembangbiak secara alami di alam demi kelestarian plasma nutfah di Kalsel,” ujarnya.
Ikan Arwana merupakan jenis ikan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Jenis ikan ini juga masuk dalam daftar Apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies flora dan satwa liar) yang melarang perdagangannya secara internasional, kecuali hasil budidaya atau penangkaran.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21 Tahun 2014, bahwa anak ikan arwana dengan ukuran kurang dari 12 sentimeter dilarang keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perbuatan menangkap dan memperdagangkan satwa yang dilindungi diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banjar M Riza Dauly menilai pelepasliaran ikan arwana red banjar dan beberapa jenis ikan lokal lainnya ke Waduk Riam Kanan sudah tepat karena waduk tersebut juga merupakan habitat aslinya.
”Kami akan mengawasi agar ikan-ikan yang sudah dilepasliarkan di sini tetap hidup dan bisa berkembang biak. Dalam lima tahun ke depan, kami berharap kegiatan ini bisa memberi dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitar waduk,” katanya.