MONTE CARLO, SABTU — Rafael Nadal menyebut penampilannya saat kalah dari Fabio Fognini dalam semifinal ATP Monte Carlo Masters 1000 sebagai penampilan terburuk di tanah liat selama 14 tahun. Setelah gagal meraih gelar juara ke-12 di Monte Carlo, Nadal akan ”menantang dirinya sendiri” pada turnamen lain yang telah memberinya 11 gelar juara, ATP Barcelona, pekan ini.
Semifinal di Monte Carlo Masters mungkin tak bisa dibilang sebagai hasil buruk bagi petenis lain. Namun, lain halnya saat yang mengalami hal itu adalah Nadal, ”Raja Lapangan Tanah Liat” yang telah 11 kali juara di Monte Carlo Country Club, Monako. Saat gelar juara tak diraih, Nadal dinilai gagal.
Tampil di ”rumah keduanya” pada semifinal, Sabtu (20/4/2019) tengah malam waktu Indonesia, Nadal kalah, 4-6, 2-6. Ini terjadi setelah Nadal tak pernah kehilangan satu set pun sejak babak pertama 2017 melawan Kyle Edmund.
Fognini pun menjadi salah satu dari empat petenis yang bisa tiga kali atau lebih mengalahkan Nadal di tanah liat sejak 2002. Selain Fognini, petenis lain yang tiga kali mengungguli Nadal di tanah liat adalah Dominic Thiem dan Gaston Gaudio. Adapun Novak Djokovic unggul tujuh kali dari salah satu rival beratnya itu.
Kekalahan sang raja di ”istananya” menjadi kejutan terbesar pada 2019 hingga saat ini. ”Saya bermain sangat buruk melawan petenis bagus. Dalam situasi tersebut, saya berhak kalah. Semua yang saya lakukan selalu salah. Ini menjadi penampilan terburuk saya di lapangan tanah liat selama 14 tahun,” komentar Nadal dalam laman resmi ATP.
Meski sulit untuk menerima penampilan buruknya saat melawan Fognini, Nadal yakin penampilannya akan membaik pada turnamen-turnamen berikutnya hingga puncak persaingan tanah liat, yaitu di Grand Slam Perancis Terbuka, 26 Mei-9 Juni. Selain ATP Barcelona, dua turnamen Masters lain akan diikuti petenis peringkat kedua dunia itu pada bulan Mei, yaitu di Madrid dan Roma.
Nadal memiliki tanggung jawab besar pada turnamen-turnamen itu berdasarkan hasil yang didapat pada 2018. Setelah kehilangan poin juara di Monte Carlo, dia harus mempertahankan poin juara di Barcelona, Roma, dan Perancis Terbuka, serta poin hingga perempat final Madrid Masters.
”Saya bangkit dari momen terendah dalam konteks cedera. Dari sisi mental, tak mudah untuk menerima semua yang saya alami. Saat tampil dalam turnamen, mempertahankan mental dan permainan pada level yang sama setiap hari menjadi tantangan besar, apalagi saat kehilangan kepercayaan diri. Saya membutuhkan hal itu,” tuturnya.
Cedera lutut kanan menjadi cedera terakhir yang dialami Nadal. Akibat cedera itu, dia batal tampil melawan Roger Federer pada semifinal Indian Wells Masters, Maret. Tak ingin cederanya bertambah parah agar bisa tampil maksimal di tanah liat, Nadal absen pada Miami Masters.
Turnamen tanah liat menjadi kesempatan besar bagi Nadal, yang rentan cedera, untuk meraih gelar juara dibandingkan turnamen pada lapangan lain. Ini karena lapangan tanah liat memberi tekanan yang lebih lembut dibandingkan lapangan keras hingga dampak pada tubuhnya tak begitu besar. Dari jenis lapangan berkarakter lambat itu, Nadal memperoleh 57 dari total 80 gelar juara (71,25 persen).
Fognini Juara
Dari final yang berlangsung pada hari Minggu, Fognini membuat sejarah dalam catatan kariernya sebagai petenis profesional. Kemenangan atas Dusan Lajovic, 6-3, 6-4, membuahkan gelar juara turnamen Masters 1000 untuk pertama kalinya.
Menjadi petenis profesional sejak 2004, hasil terbaik petenis Italia itu sebelum juara di Monte Carlo 2019 adalah semifinal Miami Masters 2017 dan Monte Carlo 2013. Tak hanya itu, Fognini juga menjadi petenis pertama di luar Nadal, Djokovic, dan Stan Wawrinka yang menjuarai Monte Carlo Masters sejak 2005. (AP)