Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu segera merancang masa depan pemanfataan kereta ringan (LRT) Jakarta agar efektif beroperasi dan tak menjadi beban anggaran daerah.
Oleh
Irene Sarwindaningrum/J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta James Arifin Sianipar mengatakan, dengan rute Kelapa Gading-Velodrome yang sangat pendek itu, pengoperasian LRT memang serba salah. Minat masyarakat dinilai akan rendah karena pendeknya rute, sementara untuk dapat memenuhi biaya operasionalisasi yang sudah didukung subsidi itu membutuhkan sekitar 40.000 penumpang per hari.
Karena itu, kata James, perlu segera dibahas masa depannya agar tidak lebih lama lagi tak beroperasi.
”Kalau tidak dioperasikan, sudah memakan biaya pembangunan tinggi dan tambah biaya pemeliharaan. Jika dioperasikan, juga subsidi sangat tinggi. Subsidi sangat tinggi dengan hasil tak setara ini bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan,” kata James di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Menurut James, beberapa alternatif yang pernah diusulkan Komisi C DPRD DKI Jakarta di antaranya menyerahkan operasionalisasinya kepada pihak swasta atau segera membahas kelanjutan rute LRT untuk dijadikan satu jaringan dengan moda transportasi massal lain, seperti Transjakarta dan moda raya terpadu (MRT) Jakarta.
Sempat direncanakan beroperasi sebelum Asian Games 2018, pengoperasian LRT Jakarta kemudian diundur lagi menjadi Februari 2019. Namun, hingga menjelang akhir April ini, LRT Jakarta belum juga beroperasi.
Menurut James, Komisi C DPRD DKI Jakarta sudah memberikan persetujuan terhadap usulan subsidi LRT. Subsidi tarif untuk LRT ini diusulkan senilai Rp 327 miliar atau Rp 35.655 per penumpang.
Hingga berita disusun, Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati belum bersedia memberikan penjelasan mengenai LRT.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengusulkan proyek pembangunan pengembangan jaringan rel LRT menjadi 116 kilometer dengan biaya Rp 60 triliun. Usulan ini disampaikan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan DKI Jakarta yang dihadiri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.
Integrasi angkutan
Di luar masalah penantian LRT resmi beroperasi, pengelola LRT Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), menargetkan pada awal Mei skybridge atau jembatan penyeberangan penghubung Stasiun LRT Jakarta Velodrome dengan Halte Transjakarta Pemuda Rawamangun di Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, selesai.
Jembatan penghubung ini untuk memudahkan penumpang kereta ringan (LRT) Jakarta berpindah moda ke bus Transjakarta.
”Kemarin yang lama membuat fondasinya. Nah, sekarang kami kejar supaya semua struktur naik,” ucap Direktur Proyek LRT Jakarta PT Jakarta Propertindo Iwan Takwin, Sabtu (20/4/2019).
Dalam dua pekan ini, Jakpro menargetkan jembatan penyeberangan selesai secara fungsi, kemudian dipercantik dengan ornamen-ornamen.
Dalam pantauan Sabtu, setidaknya tujuh tiang telah terpasang berdiri di sisi utara Jalan Pemuda. Ada juga tiang-tiang yang masih digeletakkan. Seluruh tiang itu disiapkan sebagai struktur penyeberangan dari Stasiun Velodrome ke Halte Pemuda Rawamangun.
Iwan mengatakan, jembatan itu bakal sepanjang lebih dari 100 meter dan diperkirakan bisa digunakan untuk menyeberang pada Awal Mei. Namun, pengoperasiannya juga bergantung pada jadwal penyelesaian pengubahan konstruksi Halte Pemuda Rawamangun oleh PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta.
Pada Januari lalu, Direktur Teknik dan Fasilitas Transjakarta yang saat itu dijabat Wijanarko menuturkan, halte akan diperpanjang dua kali lipat ke arah Pulogadung, dari 30 meter menjadi 60 meter. Adapun standar ideal kepadatan penumpang di dalam halte masih sama, yaitu lima orang per meter persegi. Halte Pemuda Rawamangun masuk dalam Koridor 4 Transjakarta Pulogadung-Dukuh Atas.
Pemanjangan lantaran jumlah penumpang bus Transjakarta diperkirakan bertambah dengan adanya pelimpahan penumpang dari LRT Jakarta. Dengan terkoneksi lewat jembatan penyeberangan, penumpang LRT Jakarta tidak perlu repot turun ke trotoar dari stasiun lalu menyeberang jalan raya untuk masuk Halte Pemuda Rawamangun jika ingin meneruskan perjalanan dengan bus Transjakarta.
Integrasi antara LRT Jakarta dan moda angkutan lain, khususnya angkutan massal seperti bus Transjakarta, mutlak diperlukan. Hal ini agar operasionalisasi LRT efektif. Dengan panjang lintasan hanya 5,8 kilometer, layanan LRT tergolong amat pendek untuk ukuran angkutan massal.
Agar LRT mampu bekerja maksimal mendongkrak penggunaan angkutan massal oleh warga, perlu dipermudah koneksi layanan dan tarifnya dengan angkutan lain yang berjaringan lebih luas. Selain Transjakarta, integrasi dengan jaringan angkutan umum reguler dalam program JakLingko juga mesti didorong diwujudkan.