PT Survai Udara Penas Berpeluang Jadi Induk Usaha Penerbangan
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Badan Usaha Milik Negara membuka peluang bagi PT Survai Udara Penas (Persero) untuk menjadi calon perusahaan induk bidang sarana dan prasarana perhubungan udara. Survai dinilai ideal sebagai induk perusahaan penerbangan karena 100 persen sahamnya dimiliki negara.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo, Senin (22/4/2019), di Jakarta, menuturkan, rencana penunjukan Survai sebagai induk usaha penerbangan disambut baik perusahaan penerbangan lain milik negara. Struktur perusahaan yang masih sederhana akan memudahkan kementerian untuk melakukan pemetaan.
”Survai Udara Penas yang kepemilikannya saat ini 100 persen dikuasai negara akan lebih mudah untuk mengatur neraca keuangan dan memetakan rencana aksi korporasi sebagai sebuah holding,” kata Gatot.
Keberadaan induk usaha penerbangan, kata Gatot, akan memuluskan jalur logistik dan memberikan pelayanan terbaik kepada penumpang di bandar udara (bandara) milik Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. Dengan langkah tersebut, lanjutnya, BUMN dapat terus maju hingga pasar global.
Tingkatkan efisiensi
Gatot meyakini, pembentukan perusahaan induk ini dapat memperkuat bisnis maskapai dan operator bandara. Selain itu, perusahaan induk dapat meningkatkan efisiensi sehingga jangkauan maskapai penerbangan bisa lebih luas.
”Survai Udara Penas dianggap lebih cocok dan lebih mudah dibentuk sebagai induk. Sebab, dengan perusahaan ini lebih ramping, mudah bagi kementerian untuk menata ulang,” ujarnya.
Kementerian BUMN menargetkan, Juni 2019, penggabungan bakal rampung. Selain Survai, induk usaha penerbangan BUMN ini akan beranggotakan perusahaan-perusahaan BUMN, yakni PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) juga dikabarkan menjadi kandidat kuat bakal ditunjuk menjadi induk holding. Namun, Gatot menuturkan, penunjukan Garuda sebagai induk perusahaan dinilai sulit karena perusahaan penerbangan ini berstatus perusahaan terbuka atau milik publik.
Adapun perusahaan operator penerbangan, yakni PT Angkasa Pura I (Persero) atau PT Angkasa Pura II (Persero), dianggap sudah memiliki rencana aksi perusahaan yang kompleks sehingga dapat mengganggu proyek yang sedang berlangsung apabila ditunjuk menjadi perusahaan induk.
Perkuat sinergi
Gatot menambahkan, Pelita Air Service, anak usaha dari PT Pertamina (Persero), juga diproyeksikan bakal masuk dalam penggabungan di holding penerbangan ini. Perusahaan yang fokus dalam mendistribusikan bahan bakar minyak nantinya bakal fokus untuk menggarap segmen penerbangan sewa dan kargo.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menjelaskan bahwa pembentukan induk akan membuat sinergi antar-perusahaan penerbangan BUMN semakin kuat.
”Artinya, akan terbangun keterhubungan value chain dan supply chain antara operator bandara, operator angkutan udara, dan fasilitas penunjang lain,” ujarnya.
Penunjukan Survai sebagai induk usaha dinilai tepat karena perusahaan dapat fokus dalam mengatur strategi induk operasional. Sebagai perusahaan operator bandara, Angkasa Pura II dan Angkasa Pura I yang tengah fokus untuk pengembangan kapasitas bandara, menurut dia, masih memiliki ketimpangan antara ketersediaan dan kebutuhan.
”Pembentukan holding juga akan berdampak positif, termasuk untuk mengantisipasi persaingan global. Kondisi saat ini membuat perseroan harus mengantisipasi disrupsi dan menyiapkan sumber daya manusia agar tumbuh lebih maksimal,” katanya.