Dengan standar poin tersebut, Liverpool seharusnya sudah menjadi juara jika terjadi pada rata-rata musim sebelumnya. Pada kurun waktu 1992-2018, sebanyak 14 tim berhasil juara dengan raihan di bawah 88 poin.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
CARDIFF, SABTU — Dengan 88 poin seperti saat ini, Liverpool bisa memenangi 14 trofi Liga Primer dalam musim-musim sebelumnya. Namun, musim ini, capaian itu belum cukup bagi skuad asuhan Jurgen Klopp. Pesaingnya, Manchester City, terus menempel dan memaksa perebutan gelar hingga laga terakhir.
”The Reds”, julukan Liverpool, meraih 88 poin musim ini setelah menumbangkan tuan rumah Cardiff City, 2-0, di Stadion Cardiff, Wales. Meski masih menyisakan tiga laga, jumlah poin itu merupakan rekor terbanyak Liverpool sejak Liga Primer berganti nama pada 1992.
Dengan standar poin tersebut, Liverpool seharusnya sudah menjadi juara jika terjadi pada rata-rata musim sebelumnya. Pada kurun waktu 1992-2018, sebanyak 14 tim berhasil juara dengan raihan di bawah 88 poin.
”Kami berada di olahraga yang cukup panjang perjalanannya. Kami hanya menjalani apa yang harus dijalani. Pada akhirnya, kami akan mengetahui berapa poin dan akan mendapatkan apa akhir musim,” kata Manajer Liverpool Klopp selepas kemenangan penting atas Cardiff.
Meski begitu, City memaksa skuad Klopp untuk bertarung lebih panjang. Sekarang, Liverpool berada di puncak klasemen. Akan tetapi, juara bertahan, City, menguntit di belakangnya dengan 86 poin dan sisa satu laga. Jika kedua tim memenangi semua laga sisa, City akan juara dengan 98 poin, disusul Liverpool (97 poin).
Pada Desember 2018, Klopp mengumpamakan Liga Primer seperti lomba lari maraton. Kehadiran City dalam perebutan juara memaksa The Reds memperpanjang maraton yang seharusnya sudah dimenangi.
Kedua tim masih berpeluang juara, tergantung siapa yang akan ”terpeleset” atau konsisten hingga akhir musim. Meski nasib berada di tangan City, jadwal mereka di sisa laga jauh lebih sulit.
Tim asuhan Josep Guardiola harus bertandang ke markas Manchester United, Stadion Old Trafford, pada Kamis (25/4/2019) dini hari WIB. Laga itu bisa dibilang akan menjadi penentu perebutan gelar. Sementara itu, Liverpool hanya akan melawan tim di luar enam besar dalam tiga laga terakhir.
Kendati demikian, tim yang bermarkas di Stadion Anfield itu harus berbagi fokus dengan Liga Champions. Liverpool akan berhadapan dengan Barcelona FC dalam dua laga semifinal. Di sisi lain, City sudah tersingkir dari turnamen paling bergengsi di Eropa tersebut.
”Memang akan sulit, kami hanya harus fokus menjalaninya. Sejauh ini, cara itu ampuh. Dan, saya tidak melihat alasan lain untuk mengganti cara tersebut,” kata pelatih yang membawa Liverpool ke final Liga Champions musim lalu itu.
Pemecah kebuntuan
Gelandang tengah Georginio Wijnaldum menjadi pemecah kebuntuan Liverpool saat melawan Cardiff. Pada menit ke-57, Wijnaldum mencetak gol pertama lewat tendangan keras memanfaatkan umpan sudut datar Trent Alexander-Arnold. Kemenangan itu digandakan oleh penalti James Milner jelang laga usai.
”Kami sudah melatih skema tendangan sudut seperti itu. Di babak pertama sudah kami lakukan, tetapi bola melayang ke atas. Saat Trent memberikan bola datar sekali lagi, itu baru menjadi gol bagus dengan penyelesaian baik,” ucap Wijnaldum menceritakan proses golnya.
Dalam laga itu, Liverpool yang baru saja bermain di perempat final Liga Champions pada tengah pekan tetap menurunkan skuad utamanya. Dengan formasi 4-3-3, hanya Fabinho yang diistirahatkan oleh Klopp.
Keseriusan itu berhasil membuat The Reds mengontrol tim tuan rumah. Walaupun baru bisa memecah kebuntuan setelah laga hampir berlangsung satu jam, mereka mencatatkan penguasaan bola hingga 77 persen dan 17 percobaan tendangan ke gawang Cardiff.
”Kami tahu laga ini akan berlangsung ketat. Karena itu, kami sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Kami mendominasi babak pertama dengan tiga peluang emas, sayangnya tidak menjadi gol,” ujar Wijnaldum. (AP/REUTERS)