Manchester United saat ini tidaklah lebih baik daripada era manajer Jose Mourinho. Rekor-rekor buruk MU, yang hanya terjadi sebelum diasuh Sir Alex Ferguson, pun bermunculan seusai dipermalukan Everton 0-4 di Liga Inggris, Minggu malam.
LIVERPOOL, MINGGU — Manchester United seolah antiklimaks bersama manajer barunya, Ole Gunnar Solskjaer. Sempat digadang-gadang membangkitkan era kejayaan ”Setan Merah”, Solskjaer justru dipaksa hampir menangis dan menahan malu ketika timnya dipecundangi tuan rumah Everton, 0-4, pada laga Liga Inggris, Minggu (21/4/2019) malam.
Tidak ada lagi teriakan ”Ole, Ole, di kemudi” dari para pendukung MU di beberapa laga terakhir, khususnya di Goodison Park. Para suporter MU, yang menaruh harapan tinggi kepada Solskjaer, membisu di markas Everton itu. Teriakan ”Ole, Ole” justru terdengar dari penonton tuan rumah, seolah mengejek MU dan manajernya itu. Orang yang dimaksud itu adalah Solskjaer. Dia terlihat menahan tangis saat berjalan menuju kamar ganti seusai laga tersebut.
Bayang-bayang kemerosotan mental dan keterpurukan, seperti di era eks manajernya, Jose Mourinho, kembali muncul. Setan Merah mengukir catatan buruk, yaitu lima kekalahan tandang beruntun. Itu adalah rekor terburuk MU sejak 1981 atau sebelum diasuh bekas manajer legendarisnya, Sir Alex Ferguson. Saat itu, MU finis kedelapan di Liga Inggris dan gagal meraih satu pun gelar bersama manajernya, Dave Sexton.
MU juga menorehkan rekor buruk lainnya, yaitu dalam hal pertahanan. Gawang MU, yang dijaga salah satu kiper terbaik di dunia saat ini, yaitu David de Gea, telah kebobolan 48 gol di Liga Inggris. Itu merupakan rekor kebobolan terbanyak MU sejak musim 1978-1979 atau tepat empat dekade silam. ”Saya sangat kecewa dan marah,” ujar Gary Neville, mantan pemain MU, seusai laga itu.
Penampilan MU saat ini tidak jauh berbeda ketimbang pada Desember lalu, yaitu ketika Mourinho dipecat. Sebelumnya, Mourinho dikambinghitamkan akibat anjloknya performa MU pada musim ini. Namun, nyatanya, mereka belum beranjak dari posisi terbuncit di jajaran big six alias tim-tim langganan enam besar di Liga Inggris meskipun saat ini berganti manajer, yaitu Solskjaer.
Kans MU finis keempat pada akhir musim dan meraih tiket Liga Champions musim depan pun kian sulit. Mereka tertinggal dua angka dari tim peringkat keempat yang masih punya tabungan satu laga, yaitu Arsenal. Tak hanya itu, MU juga masih harus menghadapi Chelsea, tim yang juga mati-matian mengejar peringkat keempat, pada laga Minggu (28/4/2019). Chelsea kini menempati peringkat kelima dan unggul dua poin dari Setan Merah.
Sebelum duel itu, MU harus lebih dulu menghadapi Manchester City—tim sekotanya yang tengah berjuang mengejar gelar juara—di Old Trafford, Kamis (25/4/2019) dini hari WIB.
Tak ayal, sepekan ke depan ini bakal menjadi pekan terberat yang dapat menentukan takdir MU pada musim ini. ”Musim depan bakal suram jika MU gagal tampil di Liga Champions,” ujar Jermaine Jenas, mantan pemain Liga Inggris, lewat kolomnya di Daily Mail.
Jenas pesimistis MU dapat finis keempat di Liga Inggris. Mantan gelandang Tottenham Hotspur itu juga termasuk segelintir orang yang menilai kebijakan MU mengangkat Solksjaer sebagai manajer tetap pada akhir Maret lalu merupakan langkah terburu-buru. Setan Merah sempat melesat dan tampil menjanjikan pada awal era Solskjaer, yaitu sebagai manajer interim.
Namun, ia menilai, bulan madu yang singkat itu kini telah berakhir sepenuhnya. MU kembali menyingkap wajah aslinya yang lesu. ”Inilah pertama kali ia (Solskjaer) mulai dipertanyakan. Saya telah berkata sebelumnya, United seharusnya lebih memilih Mauricio Pochettino (Manajer Tottenham Hotspur). Lembaran buruk pun telah datang,” ujar Jenas.
Perombakan tim
Media Inggris lainnya, The Guardian, lantas berspekulasi dengan nasib Solskjaer. Ia kini terancam dipecat jika gagal mengangkat penampilan MU pada dua laga berikutnya, yaitu kontra City dan Chelsea. Solskjaer memang ditargetkan membawa Setan Merah minimal finis keempat. Realitasnya, mereka kini sulit finis di posisi tersebut dan sebelumnya juga tersingkir di ajang Piala FA dan perempat final Liga Champions.
Meskipun demikian, sejumlah pihak, termasuk Jenas, enggan menyalahkan Solskjaer menyusul turunnya performa MU pada akhir-akhir ini. Menurut mereka, esensi dari kegagalan MU dua musim terakhir adalah ketiadaan pemain-pemain tepat. Untuk kali pertama sejak musim 1988-1989 Setan Merah gagal meraih satu pun trofi untuk dua musim beruntun. MU lantas menjanjikan perombakan skuad besar-besaran, dimulai pada musim depan.
”Akan ada sejumlah pemain baru pada musim panas mendatang. Namun, kami ingin itu (perombakan skuad) dilakukan secara gradual melalui sejumlah jendela transfer. Tidak bisa hanya sekali. Tidak ada perubahan yang instan. Kami akan melakukannya secara bertahap,” ujar Solskjaer yang berencana membangun ulang MU secara jangka panjang mulai pada musim baru mendatang. (REUTERS)