Petani di Tanggamus Tertarik Budidayakan Pepaya Lokal
Sejumlah petani di Kabupaten Tanggamus, Lampung, semakin tertarik membudidayakan pepaya. Selain harga jual yang baik, peluang pasar buah lokal juga kian terbuka.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
TANGGAMUS, KOMPAS — Sejumlah petani di Kabupaten Tanggamus, Lampung, semakin tertarik membudidayakan pepaya. Selain harga jual yang baik, peluang pasar buah lokal juga kian terbuka.
Hasmi (41), petani di Desa Kuta Dalom, Kecamatan Gisting, Tanggamus, mengatakan, dia mulai menanam pepaya sejak satu tahun terakhir. Dengan modal sekitar Rp 1,8 juta untuk membeli bibit pepaya, dia membudidayakan 1.800 batang pepaya di lahan seluas 2 hektar.
”Saya mulai panen sejak dua bulan lalu. Setiap minggu, ada 500-600 butir pepaya atau sekitar 2 ton yang bisa dipanen,” kata Hasmi, Minggu (21/4/2019).
Menurut dia, berat setiap buah pepaya berbeda-beda, berkisar 2-8 kilogram. Namun, sebagian besar pepaya berukuran 4 kilogram per butir. Di tingkat petani, pepaya dijual Rp 4.000 per butir (ukuran 4 kg).
Dari hasil budidaya pepaya, Hasmi bisa mendapat uang Rp 10 juta per bulan. Pendapatan dari menanam pepaya kini menjadi penopang hidup petani untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap bulan.
Selama ini, Hasmi dan banyak petani lain di Tanggamus mengandalkan hasil panen kakao dan kopi. Namun, tanaman kakao petani rusak karena serangan hama penggerek buah kakao yang menyebabkan biji kakao menghitam. Kalau sudah begitu, petani tidak dapat memanen biji kakao yang telah masak. Sementara hasil panen kopi hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun.
Dengan kondisi itu, Hasmi memilih mengganti tanaman kakao di kebunnya untuk menanam pepaya gisting. Kondisi tanah yang subur membuat pepaya tumbuh dengan baik meskipun tak diberi pupuk.
Pepaya tersebut merupakan salah satu varietas buah pepaya lokal yang dikembangkan petani di Tanggamus. Pepaya itu telah terdaftar sebagai salah satu varietas lokal di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian, sejak 2012.
Herwanto (41), petani asal Desa Campang, Kecamatan Gisting, yang pertama kali membudidayakan pepaya itu, menceritakan, dia pertama kali menanam pepaya tersebut pada tahun 2006. Bibit pepaya gisting pertama kali dia temukan secara tidak sengaja dari kebunnya yang berada di dekat kaki Gunung Tanggamus.
”Awalnya, saya iseng menanam pohon itu. Ternyata buahnya besar dan manis. Satu butir pepaya beratnya bisa mencapai 8 kilogram. Saya pun mulai memperbanyak bibitnya dan saya tanam di kebun seluas 2 hektar,” kata Herwanto.
Awalnya, saya iseng menanam pohon itu. Ternyata buahnya besar dan manis. Satu butir pepaya beratnya bisa mencapai 8 kilogram. Saya pun mulai memperbanyak bibitnya dan saya tanam di kebun seluas 2 hektar
Menurut dia, sifat tanaman dari bibit pepaya yang dia semai tidak berubah. Pepaya tetap tumbuh subur dan berbuah lebat. Usia tanaman juga bisa bertahan lebih dari empat tahun.
Sejak itu, mulai banyak petani yang tertarik menanam pepaya tersebut. Selain menjual buah, Herwanto juga menjual bibit pada petani. Namun, dia juga memberikan ilmu pada petani lain yang ingin menyemai bibit pepaya secara mandiri.
”Setiap minggu, saya mengirim sedikitnya 10 ton pepaya untuk memenuhi kebutuhan pasar di wilayah Kota Bandar Lampung,” ujar Herwanto yang kini mengelola 10 hektar kebun pepaya.
Dedi Sunandar, pengepul pepaya di Kecamatan Gisting, mengatakan, selain untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, pepaya juga diserap oleh industri pengolahan makanan dan kosmetik. Pepaya dijadikan bahan baku pembuatan sabun dan masker wajah. Di sektor makanan olahan, pepaya dibutuhkan untuk diolah menjadi selai atau koktail buah kemasan.
”Saat ini kebutuhan pepaya 6.000 ton per tahun. Namun, petani pepaya di Tanggamus baru mampu menenuhi sekitar 3.500 ton. Itu belum untuk kebutuhan pasar dan konsumsi masyarakat. Peluang pasarnya masih amat terbuka,” kata Dedi.
Di Tanggamus, ada sekitar 100 petani yang membudidayakan pepaya gisting di lahan seluas 160 hektar. Mereka tersebar di Kecamatan Gisting dan Pugung.
Sejak 2012, petani, pengepul, dan industri telah membangun kemitraan untuk menjamin kestabilan harga pepaya. Kontrak pembelian dan penetapan harga dilakukan di awal tahun sehingga petani tidak khawatir harga pepaya akan anjlok.