Mgr Ignatius Suharyo: Rawat Ingatan Sejarah dan Amalkan Pancasila

Umat Nasrani merayakan Paskah dengan hikmat di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Jakarta, Minggu (21/4/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Uskup Agung Jakarta Monsinyur Ignatius Suharyo mengajak setiap umat mengamalkan Pancasila dan tidak melupakan sejarah yang telah mempersatukan bangsa Indonesia. Khususnya, setelah pemilihan umum diharapkan seluruh warga bisa kembali satu dan menjaga harmonisasi demi Indonesia maju.
Monsinyur (Mgr) Ignatius Suharyo menyampaikan pesan Paskah itu pada Minggu (21/4/2019) di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Jakarta. Perayaan Hari Raya Paskah di Gereja Katedral itu juga dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan.
Suharyo mengatakan, tema Paskah 2019 adalah ”Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat”. Tema ini sesuai tema Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta yang mencanangkan tahun ini sebagai Tahun Berhikmat.
Tema itu merupakan ajakan mengamalkan Pancasila, khususnya sila keempat yang berbunyi, ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”. Tema ”Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat” tersebut membangkitkan semangat yang mendorong manusia Indonesia menjadi pribadi-pribadi, keluarga, komunitas, dan masyarakat yang semakin berhikmat.
”Dan ketika hikmat itu terwujud dalam hidup, dengan sendirinya martabat pribadi, keluarga, masyarakat kita akan terangkat. Hikmat adalah kearifan yang merupakan anugerah dari Allah,” kata Suharyo.
Bada juga: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat
Menurut Suharyo, merayakan Paskah adalah menerima dan membagikan terang iman, serta menjadikan bermakna dalam kehidupan nyata. Terang itu dilambangkan dengan lilin Paskah.
Dalam kacamata iman Kristiani, sejarah bangsa Indonesia adalah juga peristiwa Paskah yang berlanjut. Pesan yang diambil dari Paskah tidak sekadar perayaan yang nyaman dan aman.
”Pesan Paskah juga merupakan tugas perutusan, membawa tanggung jawab dan makna dalam konteks gereja dan bangsa,” ujarnya.

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo ditemani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan saat menyampaikan pesan Paskah 2019 di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Jakarta (21/4/2019).
Konteks internal gereja yang dimaksud Suharyo adalah berhikmat dan bermartabat. Sejak 2016, Keuskupan Agung Jakarta mengajak umat Katolik mendalami, menghayati, dan mendalami wujud-wujud Pancasila.
Dinamika Pancasila memiliki ideologi yang luas. Oleh karena itu, perlu diterjemahkan dalam gagasan yang lebih konkret. Kemudian, gagasan itu harus diterjemahkan ke dalam gerakan.
Suharyo menuturkan, jika gerakan ini terus diulang, dengan sendirinya nilai-nilai tersebut akan masuk dan menjadi watak. Diharapkan, gerakan yang dilakukan sejak 2016 hingga 2020 mendatang itu membentuk watak orang Katolik yang semakin berhikmat dan menyumbangkan sesuatu agar bangsa semakin bermartabat.
Baca juga: Teladan Damai di Tri Hari Suci
Berhikmat juga merupakan bagian dari menghargai sejarah yang mempersatukan. Sejarah yang mempersatukan itu dimulai pada peristwiwa Kebangkitan Nasional 1908 yang berujung pada Sumpah Pemuda. Hal itu kemudian berlanjut pada hal yang paling mendasar, yaitu ketika Pancasila dijadikan landasan dasar Negara.
”Berhikmat berarti merawat ingatan akan Sejarah yang membuat Indonesia satu. Ingatan bersama yang menjadi batu pijakan untuk melanjutkan perjalanan sejarah Indonesia,” katanya.
Bagi umat kristiani, lanjut Suharyo, Kebangkitan Nasional adalah Paskah yang memerdekakan. Sumpah Pemuda adalah Paskah yang mempersatukan. Adapun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pancasila adalah Paskah hukum yang memerdekakan.
”Merayakan Paskah berarti menerima tanggung jawab menjadikan sejarah Indonesia sebagai cita-cita kemerdekaan,” ujarnya.
Bagi umat kristiani, Kebangkitan Nasional adalah Paskah yang memerdekakan. Sumpah Pemuda adalah Paskah yang mempersatukan. Adapun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pancasila adalah Paskah hukum yang memerdekakan.

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo
Paskah yang kontekstual
Dalam pesan Paskah itu juga disebut, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang semakin bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Atas dasar itulah, masyarakat memulai lagi sejarah yang panjang menuju bangsa Indonesia yang mulia.
Paskah selalu kontekstual dalam kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, pesan Paskah terkait konteks Pemilu 2019 adalah persatuan, kedamaian, dan cinta kasih.
”Pemilu adalah kegembiraan. Kita berpesta demokrasi. Kita harus bangga banyak negara yang memuji pemilu serentak Indonesia. Jika orang lain memuji, kita mestinya bersyukur. Lalu, ini adalah kompetisi pasti ada yang menang dan kalah,” kata Suharyo.
Ia juga mengingatkan, mengurus jutaan pemilih tentu sangat berat dan repot. Jika ada kekurangan itu merupakan hal wajar. Namun, itu sudah diantisipasi oleh peraturan.
Semua warga pendukung masing-masing pasangan calon perlu taat hukum dan undang-undang. Untuk itu, semua warga diharapkan dapat menunggu hasil sesuai dengan tahap-tahap yang sudah ditulis dalam aturan.
”Kita perlu legawa menerima hasilnya. Jika tidak terima, tempuhlah jalur sesuai mekanisme. Tidak perlu keluar dari jalur itu, supaya negara tetap satu dan damai,” kata Suharyo.
Kita perlu legawa menerima hasilnya. Jika tidak terima, tempuhlah jalur sesuai mekanisme. Tidak perlu keluar dari jalur itu, supaya negara tetap satu dan damai.
Bagi umat Katolik, lanjut Suharyo, peristiwa apa pun yang memajukan kemerdekaan dan persatuan, kedaulatan, keadilan, serta kemakmuran, itu namanya Paskah. Pemilu ini juga paskah yaitu kebebasan menuju tanah terjanji, menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Kerendahan Hati Seorang Pemimpin
Sementara itu, Ignatius Jonan berharap, semangat Paskah membawa kedamaian dan ketenangan tidak hanya bagi umat Katolik, tapi juga seluruh warga. Pemilu seharusnya menjadi momentum untuk kembali menjadi satu bangsa dan satu negara.
”Kita jaga kekompakan, saling mendukung, dan membantu satu sama lain,” kata Jonan.
Jonan juga mengimbau agar masyarakat menunggu hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, semua proses pemilu memiliki mekanisme.
Pemilu bukan perebutan kekuasaan. Pemilu adalah amanah menjalankan suara rakyat, baik itu presiden maupun anggota legislatif. ”Tugas selanjutnya adalah kita semua menjaga kedamaian dan tidak menimbulkan ketegangan,” ujarnya.

Paskah 2019 di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Jakarta, dimeriahkan dengan berbagai acara yang dibuat khusus untuk anak-anak. Seusai perayaan ekaristi, pemimpin misa mengajak anak-anak bermain kuis berhadiah.
Cermin persatuan
Dalam kesempatan itu, Suharyo juga menyampaikan terima kasih kepada TNI dan Polri, serta semua pihak, sehingga umat Kristiani dapat merayakan Paskah dengan tenang.
Ia mengatakan, setiap warga negara memiliki kewajiban untuk saling menjaga demi keharmonisan. Di luar penjagaan TNI Polri, ada banyak warga, seperti Banser Ansor dan organisasi lain, yang secara sukarela menjaga ketertiban dan keamanan selama masa Tri Hari Suci, yaitu Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah, dan Minggu Paskah.
Baca juga: Polisi Amankan Tempat Ibadah dan Keramaian
Suasana seperti ini memperlihatkan persatuan, keharmonisan, dan sikap saling menjaga satu sama lain demi kerukunan umat beragama. ”Tidak ada mayoritas atau minoritas. Kita adalah Indonesia. Jika status itu dilekatkan, maka Paskah belum bisa kita rasakan,” katanya.
Suharyo juga berharap agar masyarakat tidak ikut menyebarkan kabar bohong yang belum terverifikasi yang dapat menimbulkan kepanikan dan ketakutan. ”Kita harus rukun agar negara kita maju, jika kita terpecah negara tidak akan pernah maju. Mari kita jaga Indonesia tetap damai,” ujarnya.