Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi Semarang menangkap 40 warga negara asing karena melanggar perihal keimigrasian serta diduga terlibat kejahatan siber. Bahkan, 11 di antaranya merupakan buruan Interpol.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi Semarang menangkap 40 warga negara asing (WNA) karena melanggar aturan keimigrasian dan diduga terlibat kejahatan siber. Sebanyak 11 orang diantaranya dilaporkan sebagai pelaku kejahatan internasional.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang Filianto Akbar, Minggu (21/4/2019), mengatakan, penangkapan dilakukan di sebuah rumah di kompleks Puri Anjasmoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (18/4/2019). WNA, yang enam di antaranya perempuan itu, kini ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Semarang.
Menurut Filianto, penangkapan dilakukan setelah ada laporan dari masyarakat. ”Kami sudah memantau sebulan penuh, jadi ada sekitar 12 orang asal Taiwan, sisanya China. Mereka sudah tinggal di sana 16 hari. Kami menindak terkait unsur pelanggaran keimigrasian,” ucap Filianto.
Filianto menjelaskan, setelah memeriksa para WNA tersebut, semua paspor dan izin tinggal mereka tidak berlaku. Pihaknya menjerat para WNA ilegal itu dengan Pasal 122 dan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dalam rumah itu juga ditemukan sejumlah komputer dan alat elektronik, serta diduga telah dilaksanakan praktik kejahatan siber (cyber crime). ”Mengenai dugaan cyber crime ini, kami berkoordinasi dengan kepolisian. Untuk lengkapnya, akan dirilis besok (Senin)," ujar Filianto.
Lebih lanjut, ia mengatakan, pihak Keimigrasian Taiwan berterima kasih atas penangkapan tersebut. ”Ternyata ada 18 buronan dari Taiwan yang terlibat cyber crime di Jepang dan lari ke Indonesia. Sebanyak 11 orang di antaranya ternyata yang kami tangkap,” ujarnya.
Ia pun menekankan, apa yang dilakukan para WNA ilegal tersebut tidak berkaitan dengan isu-isu yang digoreng terkait Pemilihan Umum 2019, murni diduga kejahatan siber.
Tidak mencurigakan
Berdasarkan pantauan Kompas, rumah yang sebelumnya ditempati para WNA tersebut dalam keadaan sepi. Tampak dua perempuan yang menjaga rumah bertingkat itu. Mereka mengaku tak tahu-menahu dan baru tiba Minggu setelah diperintah majikannya.
Penjaga di pos keamanan di sekitar rumah yang ditempati WNA, Ali, mengatakan, rumah tersebut baru dihuni pada Desember 2019. Namun, ia tak tahu kapan persisnya WNA ilegal masuk. Sama sekali tak ada aktivitas mencurigakan oleh para penghuni. Tak ada portal untuk menuju rumah tersebut.
Menurut Ali, selama ini ia hanya mengetahui dua penghuni, warga Indonesia, yang merupakan penjaga rumah. ”Saya hanya melihat dua orang yang masuk ke rumah itu dan tidak mencurigakan. Ternyata, kami kecolongan, ada 40 orang di dalamnya," ucapnya.
Dari pos keamanan yang berjarak sekitar 25 meter ataupun ketika melintas di depan rumah, menurut Ali, tidak pernah terdengar suara apa pun. Bahkan, sampah-sampah yang dibuang dari rumah pun tidak menunjukkan dihuni oleh puluhan orang.
Ketika penangkapan beberapa waktu lalu, Ali ikut masuk ke dalam rumah. ”Ternyata, hampir seluruhnya memakai peredam suara. Sangat rapi. Ada komputer, ada juga semacam kotak untuk menelepon. Semuanya menggunakan bahasa asing,” ujarnya.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jateng Komisaris Besar Agus Triatmaja mengatakan, kasus tersebut ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut. ”Saya belum terima rilisnya. Besok (Senin) akan dirilis di Rudenim,” ujarnya.