Menembus Lintasan Waktu MRT
Angkutan massal rapid transit memiliki keistimewaan lintasan. Lembaga American Public Transit Association menyebutkan definisi rapid transit memiliki makna angkutan publik yang melintas pada lintasan khusus dan terpisah dari kendaraan lain. Lintasan khusus dapat berupa jalur di muka tanah, jalur layang, dan jalur bawah tanah. Berdasar kategori di atas, MRT merupakan salah moda transportasi yang termasuk rapid transit.
Salah satu negara yang mengembangkan sistem mass rapid transit (MRT) perdana di dunia adalah Inggris, dibangun di Kota London. Saat itu Kota London sedang menghadapi permasalahan banyaknya warga pinggiran kota yang setiap hari berkomuter masuk keluar kota.
Kereta MRT beroperasi pertama kali di London pada 10 Januari 1863 dengan nama Metropolitan Railway. Jalur pertama dibuka untuk menghubungkan Stasiun Paddington dan Farringdon Street. Sistem kereta ini saat ini dikenal dengan sebutan London Underground.
Di wilayah Asia Tenggara Singapura adalah negara pertama yang membangun dan mengoperasikan MRT untuk transportasi perkotaan. MRT Singapura pertama kali beroperasi pada 7 November 1987. Saat ini MRT Singapura melayani tiga juta penumpang setiap hari dengan panjang jalur 199,6 kilometer dan 141 stasiun.
MRT Singapura adalah pioner sistem transportasi rapid transit di wilayah Asia Tenggara. Gagasan dibangun MRT Singapura bermula dari pencarian solusi untuk meningkatkan mobilitas warga Singapura dan menghubungkan area permukiman dengan pusat kota. Selain itu, Singapura juga memiliki keinginan untuk menekan angka polusi udara. Salah satu caranya, mengurangi volume kendaraan di jalan raya.
Di ASEAN, Filipina menyusul Singapura mengoperasikan MRT pada 15 Desember 1999. Saat ini, sedikitnya 260.000 warga ibukota Manila bermobilitas menggunakan MRT. Panjang Jalur MRT Manila adalah 16,9 kilometer dengan 13 stasiun.
Mengikuti jejak dua tetangganya, Thailand juga mulai melirik sistem transportasi ini. MRT di kota Bangkok setiap harinya melayani 300.000 penumpang dengan 18 stasiun. Moda transportasi massa yang diresmikan pada 3 Juli 2004 ini memiliki panjang lintasan 20 kilometer. Bangkok disusul oleh Kuala Lumpur yang memiliki MRT dengan panjang lintasan 51 kilometer. MRT Kuala Lumpur resmi beroperasi pada 16 Desember 2016 hingga sekarang melayani 250.000 penumpang setiap hari.
MRT Indonesia
Gaung MRT di Indonesia terdengar pada 1985. Berselang 34 tahun, barulah terwujud MRT di ibukota Jakarta. Berbagai hal menjadi sandungan terwujudnya moda transportasi massal berbasis rel ini. Salah satunya adalah modal pembangunan yang tidak murah.
Perlu dukungan anggaran yang kuat untuk membangun MRT Jakarta. Biaya pembangunan MRT Fase 1 menelan biaya Rp 16,9 triliun. Model rapid transit yang dikembangkan kemudian adalah Transjakarta yang mulai beroperasi pada tahun 2004.
Dilihat dari pembangunan MRT di kota-kota lain di dunia, rentang waktu 34 tahun untuk mewujudkan MRT Jakarta bukanlah waktu yang lama. Pembangunan transportasi publik memerlukan studi dan perencanaan yang seksama. Perencanaan mulai dari aspek ekonomi, teknologi dan teknik konstruksi, hingga aspek sosial budaya.
MRT Singapura dirancang pada 1967 oleh State and City Planning Project atau Badan Perencana Kota dan Negara. Studi perencanaan yang mulai dilakukan pada 1972 belum cukup meyakinkan pemerintah Singapura yang masih lebih menyukai transportasi bus kota.
Titik terang MRT Singapura terlihat saat pemerintah menyetujui rencana pembangunan pada Mei 1982. Hal ini diikuti dengan dibentuknya Mass Rapid Transport Corporation Limited pada 1983. Perusahaan ini bertanggungjawab menangani pembangunan tiga jalur MRT dengan panjang total 67 kilometer. Singapura membutuhkan waktu 20 tahun untuk dapat mewujudkan MRT pada 7 November 1987.
London Underground
Paris Metro di Perancis juga dibangun dalam hitungan yang cukup lama. Digagas sejak 1845, pemerintah Paris baru memberikan mandat pada 1897 kepada Fulgence Bienvenüe sebagai insinyur kepala pembangunan Paris Metro.
Satu tahun kemudian, 4 Oktober 1898, konstruksi dimulai. Jalur pertama Paris Metro sepanjang 10 kilometer dibuka pada tahun 19 Juli 1900. Salah satu tujuan pembangunan Paris Metro adalah untuk akomodasi transportasi Summer Olympic Games dan World Fair di tahun 1900.
Saat ini Paris Metro memiliki jalur sepanjang 213 kilometer dengan 16 jalur yang dilayani 3.553 gerbong dengan 303 stasiun. Setiap hari Paris Metro melayani sekitar 4,2 juta masyarakat Paris hingga hari ini. Saudara tua Paris Metro sekaligus jaringan transportasi massal bawah tanah pertama di dunia, London Underground juga tidak serta merta mulus dalam perencanaan dan pembangunannya.
Christian Wolmar dalam bukunya “The Subterranean Railway (1994)" menyebutkan gagasan pembangunan London Underground dikemukakan oleh Charles Pearson pada tahun 1830. Charles Pearson yang pernah menjadi anggota Parlemen Inggris, mengkampanyekan gagasannya tentang transportasi publik bawah tanah berbasis rel. Kampanye gagasan soal London Underground dilakukan Pearson melalui lobi-lobi parlemen, investor dan membuat publikasi tentang gagasannya.
Pearson gigih dalam mendorong gagasannya karena dirinya melihat kondisi London yang semakin sesak dan segera membutuhkan transportasi massal yang mumpuni. Arus orang berkomuter sudah sangat tinggi. Warga pinggiran London setiap pagi pergi ke pusat kota dan pulang pada sore atau malam hari.
Arus komuter warga London pada waktu itu berpusat pada tiga stasiun yang mulai penuh sesak. Tiga stasiun tersebut adalah King’s Cross, Euston dan Paddington. Tiga stasiun tersebut merupakan pintu masuk-keluar Kota London. Moda transportasi yang digunakan di dalam kota masih mengandalkan omnibus seperti di Paris yang menimbulkan kesemerawutan lalu lintas.
Jalur pertama London Underground dibuka pada 10 Januari 1863 dengan nama Metropolitan Railways. Jalur sepanjang 6,5 kilometer ini dibangun selama tiga tahun lamanya. Tiga puluh tahun kemudian panjang jalur London Underground sudah mencapai 80 kilometer. Rentang waktu sejak Pearson mengusulkan London Underground hingga terwujud berjarak 33 tahun.
Kisah pembangunan transportasi massal berbasis rel di tiga negara yakni Singapura, Prancis dan Inggris memberikan gambaran kompleksnya pembangunan MRT, yang membutuhkan waktu relatif lama untuk mematangkan konsepnya.
Kini Indonesia sudah memiliki MRT sebagai moda transportasi komuter warga ibukota Jakarta dan sekitarnya. Tiga dekade adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri dalam membangun dan mengelola transportasi massal modern. Tidak ada kata terlambat, yang utama adalah merawat MRT agar maksimal dan aman lintasannya, serta mengembangkan MRT di kota-kota lainnya di nusantara. (LITBANG KOMPAS)