Pasca-Pemilu 2019, Pasar Saham Diproyeksikan “Bull”
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah ekonom memproyeksikan pasar saham Indonesia akan mengalami peningkatan alias menguat atau bull market setelah Pemilihan Umum 2019 serentak dilaksanakan, Rabu (17/4/2019). Proyeksi itu akan terealisasi dengan catatan tidak terjadi kegaduhan politik yang besar.
Frasa bull market berasal dari gerakan kepala kerbau besar yang mengarah ke atas, menggambarkan pasar yang sedang menguat atau naik. Sebaliknya, bear market berasal dari gerakan beruang yang selalu mengarahkan tangannya ke bawah jika ingin mencakar.
Bloomberg dalam laporan analisis yang berjudul The Post-Election Bull Case for Indonesia Equities: Taking Stock menyebutkan, prospek pasar saham Asia Tenggara bisa mencapai 522 miliar dollar AS setelah ketegangan pemilu serentak di Indonesia mereda.
”Mungkin ada reli pascapemilu dengan asumsi hasil pemilihan yang jelas,” kata Ferry Wong, Kepala Riset Ekuitas Indonesia Citigroup Inc.
Menurut Ferry, penguatan di pasar saham Indonesia kemungkinan dipacu kembali masuknya investor domestik. Sebaliknya, investor asing telah kembali membanjiri pasar Indonesia jelang penyelenggaraan pemilu serentak.
Bloomberg mencatat, pembelian saham oleh investor asing di pasar Indonesia mencapai 1 miliar dollar AS tahun ini. Mereka umumnya membeli saham sejak enam bulan sebelum dan sesudah pemilihan. Situasi itu berkaca pada pemilihan presiden tahun 2014.
Jemmy Paul, Chief Executive Officer Sucorinvest Asset Management, berpendapat, pasar tidak terlalu memedulikan sosok presiden yang akan terpilih. Pasar justru menitikberatkan pentingnya keberlanjutan pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dana Moneter Internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sama 5,2 persen pada 2019 dan 2020. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi semester I-2019 diperkirakan mengalami pelambatan.
”Demografi mendukungnya, Indonesia memiliki populasi yang besar, basis sumber daya yang masuk akal, potensi itu harus ditingkatkan untuk pengembangan manufaktur sehingga ekonomi tetap bisa tumbuh,” kata Christopher Watson, Manajer Investasi Portofolio Finisterre Capital.
Kabar bohong
Berbeda dengan Bloomberg yang menyoroti proyeksi pasar saham, salah satu laporan Reuters justru mengangkat isu pertarungan media sosial antara pendukung Jokowi-Amin dan Prabowo Sandi.
Reuters menyebutkan, kedua pasangan memiliki tim buzzer yang bertujuan menciptakan dan menyebarkan propaganda atas nama Jokowi ataupun Prabowo. ”Kadang-kadang tim buzzer menggunakan akun palsu,” tulis Reuters.
Kedua pasang calon presiden dan calon wakil presiden, Joko Widodo-Ma\'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno, berkomitmen tidak menggunakan buzzer dan menyebarkan kabar bohong. Namun, faktanya, berbagai akun nama palsu masih ditemukan di dunia maya. Perusahaan besar, seperti Facebook dan Whatsapp, sudah bekerja sama dengan pemerintah untuk memerangi konten palsu.
Kantor berita Perancis, AFP, secara khusus melakukan pengecekan fakta terkait konten palsu yang beredar di media sosial. Salah satu kabar bohong yang diungkap adalah informasi tentang China yang akan meminjam uang ke salah satu negara di Asia Tenggara untuk memperbaiki kotak suara yang rusak.
Unggahan lainnya terkait berita bohong antara lain tentang kabar pengusiran Jokowi oleh mayoritas Muslim. Faktanya, foto itu diambil ketika Jokowi berdoa bersama di salah satu pondok pesantren di Jawa Barat. Kabar yang menyebutkan Prabowo memiliki prestasi akademik cemerlang di masa mudanya juga tidak sepenuhnya benar dan sudah diverifikasi Komisi Pemilihan Umum. (BLOOMBERG/REUTERS/AFP)