JAKARTA, KOMPAS — Program fasilitasi akses pendanaan dan pendistribusian film dokumenter Docs by the Sea menciptakan 61 kesempatan nilai tambah ekonomi bagi film dokumenter buatan sineas Asia Tenggara. Program yang digagas Badan Ekonomi Kreatif dan organisasi nirlaba In-Docs ini berkomitmen terus menyelenggarakan kegiatan serupa agar dampak ekonomi meluas di industri film dokumenter.
Docs by the Sea diselenggarakan pertama kali pada 2017. Pelaksanaannya berlangsung sekitar sepekan dalam setahun. Sebanyak 61 kesempatan tercipta dari penyelenggaraan Docs by the Sea sejak awal dan menyasar sekitar 24 judul film.
Program Director In-Docs Amelia Hapsari, di sela-sela konferensi pers, Selasa (16/4/2019), di Jakarta, mengatakan, kesempatan yang dimaksud bisa berupa pendanaan dan pemutaran film dokumenter. Dari 61 kesempatan tersebut, sekitar 18 kesempatan di antaranya menyasar ke film dokumenter buatan Indonesia.
Dari sisi pendanaan, Amelia menyebutkan, total suntikan modal yang dibukukan 193.486 dollar AS. Sekitar 131.882 dollar AS di antaranya mengalir ke sineas film dokumenter Indonesia.
Menurut dia, In-Docs berjalan sejak 2002. Akses permodalan menjadi kendala utama produksi, diikuti kesulitan memasarkan film dokumenter. Padahal, secara topik, kualitas film dokumenter Indonesia bagus.
”Membesarkan ekosistem industri film dokumenter tidak mungkin bisa tanpa peran pemerintah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, Docs by the Sea sengaja didesain untuk sineas film dokumenter Asia Tenggara. Tujuannya, bersama-sama mengangkat kemajuan ekonomi antarnegara Asia Tenggara.
”Satu judul film dokumenter yang menarik bisa mendapat kesempatan nilai tambah ekonomi lebih dari sekali. Misalnya, suntikan pendanaan pengembangan ataupun diputar di festival internasional,” katanya.
Contoh film dokumenter buatan sineas Indonesia peserta program pelatihan IF/Then dan Docs by the Sea adalah Diary of Cattle dan The Flame (Bara). Kedua film ini terpilih untuk diputar di Visions du Reel, festival film dokumenter dunia di Nyon, Swiss, pada 11 April 2019.
Diary of Cattle menceritakan kehidupan sapi-sapi di sekitar tempat pembuangan sampah di Padang, Sumatera Barat. Sementara The Flame mengisahkan kehidupan petani yang ingin mempertahankan lahannya.
Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik mengatakan, pencabutan sektor film dari daftar negatif investasi sekitar tiga tahun lalu bertujuan menyehatkan industri perfilman. Pembuat film, seperti mereka yang khusus bermain di film dokumenter, semakin dimudahkan mendapatkan akses pasar dan pendanaan.
Dia menerangkan, selama hampir 40 tahun, investasi pelaku industri perfilman asing dibatasi. Tujuannya memberikan kesempatan besar bagi pemain dalam negeri, baik produksi maupun pemasaran film di pasar nasional. Akan tetapi, dia mengamati hal sebaliknya malah terjadi.
”Layar bioskop justru minim jumlahnya. Pangsa pasar konten film lokal juga kurang bertumbuh besar. Maka, pemerintah mencabut film dari daftar negatif investasi agar menyehatkan ekosistem industri film Indonesia,” ujarnya.
Ricky menambahkan, secara umum saat ini sudah terasa dampak positif pembukaan 100 persen investasi asing di sektor film. Selain dari pencapaian hasil program Docs by the Sea, dampak lain terlihat dari penambahan layar bioskop di kabupaten/kota.
”Beberapa institusi penyiaran asing bersedia mengakomodasi pemutaran film dokumenter buatan sineas Indonesia, antara lain NHK dan Al Jazeera,” katanya.
Memperkuat
Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo menekankan, peran Bekraf secara khusus adalah memperkuat ekosistem industri film Tanah Air dengan dimulai dari pelatihan, permodalan, hingga nilai tambah bisnis.
Dia mencontohkan program di kedeputiannya yang bernama Akatara, forum pendanaan film taraf nasional bekerja sama dengan Badan Perfilman Indonesia. Akatara berlangsung tiap tahun dan dimulai sejak 2017. Sejumlah film Indonesia lahir dari forum itu, seperti Keluarga Cemara, Mantan Manten, dan Satu Jiwa untuk Indonesia (Darah Biru Arema).
Menurut rencana, Akatara akan dikemas lebih dari sekadar forum pendanaan. Fadjar berencana akan menambahkan kegiatan summit content.
Dia mengatakan, Docs by the Sea merupakan bagian dari ”intervensi” Bekraf terhadap pengembangan ekosistem industri film dokumenter. Pada penyelenggaraan Docs by the Sea pada 25 April-2 Mei 2019 akan diisi kegiatan baru berupa inkubasi proyek film dokumenter.
”Jadi tidak lagi hanya diisi fasilitas kami mempertemukan akses pendanaan distribusi film dokumenter,” katanya. (MED)