Impor untuk Lebaran, Neraca Perdagangan April Diprediksi Defisit
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Untuk memenuhi permintaan Ramadhan-Lebaran 2019, impor untuk kebutuhan produksi industri akan meningkat. Hal itu akan menyebababkan neraca perdagangan pada April 2019 berpotensi defisit.
Masa Ramadhan 2019 jatuh pada awal Mei 2019. Kendati begitu, hingga Maret 2019 masih belum ada pergerakan kenaikan impor secara dignifikan. BPS justru mencatat, nilai impor pada triwulan I-2019 turun 7,4 persen dibanding 2018.
Impor bahan baku dan penolong sepanjang Januari-Maret 2019 turun 7,27 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai impor barang modal juga turun 4,17 persen pada Januari-Maret 2019 dibandingkan 2018.
"Saat ini, ada kecenderungan pelaku industri tidak mengimpor dalam waktu yang panjang sebelum masa Ramadhan-Lebaran," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat ditemui di Jakarta, Rabu (17/4/2019).
Jika melihat tren pada tahun sebelumnya, impor sebelum masa Ramadhan-Lebaran melonjak. Ramadhan-Lebaran pada tahun lalu berlangsung pada Mei dan Juni. Berdasarkan data BPS, nilai impor sebelum periode tersebut, yaitu pada April dan Mei 2018, menyentuh angka tertinggi, masing-masing sebesar 16,16 miliar dollar AS dan 17,66 miliar dollar AS.
Oleh sebab itu, Darmin memperkirakan, impor pada April 2019 akan meningkat. Hal ini berpotensi membuat neraca perdagangan nasional defisit. Namun, kenaikan impor tersebut tidak berpengaruh terlalu signifikan terhadap kinerja neraca perdagangan pada triwulan II-2019.
"Untuk menjaga kinerja neraca perdagangan itu, peningkatan ekspor menjadi solusi. Pemerintah akan menetapkan produk ekspor yang bisa diproduksi secara cepat dan memiliki pangsa pasar di negara-negara nontradisional," kata Darmin.
Impor pada April 2019 akan meningkat. Hal ini berpotensi membuat neraca perdagangan nasional defisit.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengemukakan, sektor industri makanan-minuman dan pertanian dapat menjadi andalan untuk menjaga neraca perdagangan. Adapun negara-negara pangsa ekspor untuk kedua sektor produk tersebut mayoritas berada di Afrika.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor industri makanan-minuman tumbuh 0,18 persen pada triwulan I-2019 dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 26,6 juta dollar AS. Nilai impor industri makanan-minuman turun 13,63 persen menjadi 6,40 miliar dollar AS pada triwulan I-2019.
Adapun ekspor di sektor pertanian meningkat 1,53 persen pada triwulan I-2019 dibandingkan tahun sebelumnya. Nilainya menjadi sebesar 785 juta dollar AS.
Sementara, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani mengatakan, pada prinsipnya pelaku industri akan meningkatkan impor apabila pasar memberikan sinyal peningkatan konsumsi.
"Kami memperkirakan, konsumsi rumah tangga akan meningkat pada Ramadhan-Lebaran. Sektor-sektor yang dekat dengan kebutuhan rumah tangga, seperti pertanian, tekstil, makanan-minuman, dan sepatu berpotensi mengalami kenaikan impor," tuturnya.
Sektor-sektor yang dekat dengan kebutuhan rumah tangga, seperti pertanian, tekstil, makanan-minuman, dan sepatu berpotensi mengalami kenaikan impor.
Kendati begitu, Shinta berpendapat, kenaikan itu akan bersifat moderat jika berkaca dari peningkatan permintaan pada Ramadhan-Lebaran 2018 lalu. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh adanya sikap konsumen yang cenderung menahan belanja.