Harga Karet Naik, Kebun Terbengkalai Kembali Disadap
Pembatasan volume ekspor karet yang diterapkan sejak 1 April mulai mendorong kenaikan harga karet di tingkat petani.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pembatasan volume ekspor karet yang diterapkan sejak 1 April mulai mendorong kenaikan harga karet di tingkat petani. Di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, harga karet naik dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per kilogram. Hal itu membuat petani bergairah kembali untuk menyadap kebun yang sebelumnya terbengkalai.
”Kami mulai bergairah kembali menyadap tanaman karet. Kebun-kebun yang sebelumnya kami biarkan terbengkalai kini mulai kami sadap lagi,” kata Mislan Purba (53), petani karet yang juga Kepala Desa Bah Damar, Kecamatan Dolok Merawan, Selasa (16/4/2019).
Mislan mengatakan, produksi anggota kelompok tani mereka pun perlahan meningkat sejak harga naik. Jika sebelumnya mereka mengumpulkan 1,5 ton getah karet per minggu, kini bisa mencapai 2 ton per minggu.
Mudah-mudahan (harga) bisa naik terus, paling tidak hingga Rp 9.000 per kilogram.
Menurut Mislan, banyak kebun karet yang selama ini dibiarkan terbengkalai karena hasil penjualan tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka biasanya menyadap 70 kilogram karet per keluarga per minggu yang dijual sekitar Rp 385.000. Hasil itu pun harus dibagi dua dengan tenaga kerja penyadap karet.
”Kenaikan harga karet beberapa minggu ini cukup membantu kami. Mudah-mudahan (harga) bisa naik terus, paling tidak hingga Rp 9.000 per kilogram,” kata Mislan.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumut Edy Irwansyah mengatakan, kenaikan harga karet di tingkat petani didorong naiknya harga di pasar dunia. Hal itu menyusul pembatasan ekspor yang dilakukan tiga negara penghasil karet, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia.
Edy menjelaskan, pembatasan ekspor diterapkan selama empat bulan pada periode 1 April hingga 31 Juli. Thailand memangkas ekspor sebesar 126.240 ton, Indonesia sebanyak 98.160 ton, dan Malaysia sebesar 15.600 ton. ”Harga di pasar internasional mulai merangkak sejak pembatasan ekspor diumumkan pada Februari lalu,” kata Edy.
Edy mengatakan, harga karet remah jenis TSR (technical specified rubber) 20 di bursa Singapore Commodity Exchange (Sicom) pada Februari lalu sekitar 1,30-1,40 dollar AS per kilogram. Harga itu terus merangkak naik dan saat ini sudah menyentuh 1,55 dollar AS per kilogram.
Kenaikan harga di pasar internasional, kata Edy, terjadi karena berkurangnya pasokan dari tiga negara penghasil karet. ”Selain karena pembatasan ekspor, berkurangnya stok juga disebabkan musim kemarau di tiga negara tersebut. Saat ini, sejumlah kebun sedang menghadapi musim gugur daun sehingga produksi berkurang,” katanya.
Edy memperkirakan, harga karet akan naik hingga 1,60 dollar AS dalam waktu dekat ini. Ia pun berharap harga karet bisa tembus harga keekonomian, yakni 1,89 dollar AS per kilogram. ”Harga itu cukup menggairahkan bagi petani dan pabrik karet remah,” kata Edy.
Selain dengan pembatasan ekspor, kata Edy, peningkatan harga karet juga bisa didorong dengan meningkatkan serapan karet remah di dalam negeri. Pemakaian karet perlu diperluas, misalnya, untuk peredam guncangan bangunan, jembatan, rel kereta api, sandaran pelabuhan, dan jalan raya.