JAKARTA, KOMPAS – Tiga hari sebelum berangkat ke Doha, Qatar untuk mengikuti Kejuaraan Asia Atletik 2019 pada 21-24 April, para atlet atletik andalan Indonesia mulai melakukan penyesuaian waktu perlombaan. Hal itu dimaksudkan agar atlet bisa cepat beradaptasi dengan kondisi Doha yang diduga akan sangat panas di siang hari dan sangat dingin di malam hari.
Indonesia akan mengirim 10 atlet guna mengikuti enam nomor pertandingan, yakni lari 100 meter putra, estafet 4x100 meter putra, 3.000 meter halang rintang putra, lompat jauh putra, lari gawang 100 meter putri, dan tolak peluru putri. Rombongan tim Indonesia akan bertolak dari Jakarta ke Doha pada Kamis (18/4/2019).
Sebelum berangkat, jajaran pelatih mulai menurunkan intensitas latihan para atlet. Hal itu untuk mengantisipasi atlet cedera dan agar peforma atlet bisa lebih optimal atau mencapai titik puncak saat perlombaan, bukan pada latihan. Untuk itu, latihan lebih banyak diisi dengan latihan teknik, kecepatan, fisik, dan beban yang cenderung ringan.
Dalam menjalani latihan itu, pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini di sela latihan di Jakarta, Senin (15/4/2019), mengatakan, tim pelatih mulai melakukan adaptasi dengan jadwal pertandingan di Doha. Misalnya, tim sprint. Mereka akan bertanding di dua nomor, yakni lari 100 meter putra dan estafet 4x100 meter putra.
Lari 100 meter putra, mereka akan melakukan perlombaan babak kualifikasi pada Minggu (21/4) pukul 18.26 waktu setempat, babak semi final pada Senin (22/4) pukul 17.45, dan final pada Senin pukul 20.20. Dengan begitu, satu-satunya pelari Indonesia di nomor itu, Lalu Muhammad Zohri, mulai lebih intens berlatih di sore hari.
Pada estafet 4x100 meter putra, mereka akan berlompa babak kualifikasi pada Senin pukul 10.00 dan final pada Selasa (23/4) pukul 19.50. Dengan begitu, mereka fokus berlatih di siang dan sore hari. ”Tujuannya, agar para pelari cepat beradaptasi dengan kondisi di sana,” ujar Eni.
Eni menuturkan, situasi cuaca Indonesia dan Qatar memang tidak sama. Tapi, setidaknya, ada kemiripan panas Indonesia dan Qatar. Untuk itu, latihan pagi dan siang hari di Indonesia mungkin bisa sangat membantu untuk cepat beradaptasi dengan situasi pagi ataupun menjelang siang di Qatar yang diprediksi akan sangat panas.
Untuk suasana petang atau malam, mungkin akan sangat berbeda antara Indonesia dan Qatar. Di Indonesia, tidak ada perubahan suhu yang drastis antara siang ke petang ataupun malam. Kalau di Qatar, ada perubahan suhu drastis dari siang ke petang ataupun malam. Di Qatar, suhu petang atau malam akan sangat dingin.
”Di sini, kami latihan petang lebih untuk menyesuaikan suasana remang menjelang malam. Kalau latihan malam di sini tidak bisa, sebab biaya sewanya terlalu tinggi. Jadi, latihan petang atau malam yang sangat efektif mungkin di Doha nanti. Setibanya di sana pada Kamis siang, kami akan segera mencoba lapangan di sore hari agar atlet bisa cepat adaptasi. Dengan waktu dua hari sebelum lomba, kami yakin atlet bisa cepat adaptasi dengan suasa di sana,” kata Eni.
Cuaca sangat memengaruhi
Strategi yang sama akan dilakukan tim lompat jauh putra dan 100 meter gawang putri. Lompat jauh akan memulai lomba babak kualifikasi pada Selasa pukul 17.08, dan final pada Rabu (24/4) pukul 17.46. Adapun 100 meter gawang putri memulai lomba babak kualifikasi pada Selasa pukul 09.15, dan final pada Rabu pukul 17.05.
”Tapi, saya rasa adaptasi yang sesungguhnya itu nanti di Doha. Jadi, tiba dua hari lebih awal di Doha harus benar-benar dioptimalkan untuk atlet beradaptasi di sana. Adaptasi lingkungan sangat penting karena turut memengaruhi performa atlet,” tutur pelatih lompat jauh PB PASI Arya Yuniawan Purwoko.
Sebagai gambaran, ketika berlaga di Grand Prix Malaysia Terbuka di Kuala Lumpur pada 30-31 Maret lalu, atlet Indonesia kaget dengan cuaca di Malaysia yang ternyata sangat panas di malam hari. Situasi semakin parah karena atlet hanya punya waktu kurang satu hari untuk beradaptasi dengan cuaca di sana. Akibatnya, performa atlet cenderung menurun karena situasi tersebut.
Lalu Muhammad Zohri di nomor 100 meter yang punya rekor waktu terbaik 10,18 detik hanya bisa finis dengan waktu 10,20 detik di Malaysia lalu. Sapwaturrahman di lompat jauh yang punya rekor lompatan terjauh 8,09 meter hanya bisa melompat sejauh 7,97 meter. Emilia Nova di 100 meter gawang putri yang punya rekor waktu terbaik 13,33 detik hanya bisa finis dengan waktu 13,59 detik.
”Waktu itu, malam di Malaysia panas sekali. Apalagi di dalam stadion pengap, tidak ada angin. Itu sangat menguras energi. Jadi, konsentrasi berkurang sehingga lari dan melompat tidak optimal,” ujar Sapwaturrahman.
Di Kejuaraan Asia Atletik 2019, jajaran pelatih tidak memasang target muluk-muluk. Mereka hanya minta para atlet bisa mempertajam rekornya, terutama dibanding dari Malaysia lalu. ”Ini kan masih awal tahun. Atlet belum mencapai performa terbaiknya. Kalau dipaksa mencapai performa terbaik sekarang, justru itu bahaya, bisa buat atlet cedera. Jadi, kami minta atlet meningkat pelan-pelan saja. Apalagi tahun ini, target utama Indonesia di SEA Games 2019 Filipina pada November-Desember nanti,” pungkas pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi.