JAKARTA, KOMPAS — Eni Rosita adalah sebuah keajaiban. Setelah bergelut dengan kemungkinan lumpuh saat mengalami musibah pada 2016, Eni berevolusi menjadi penakluk lomba lari ultramaraton berjarak ratusan kilometer. Pelari berusia 40 tahun itu mengabadikan kisah kebangkitan dirinya dalam sebuah buku berjudul A Story That Says I Survived.
Pada akhir 2016, Eni mungkin saja tidak bisa menjalani hobinya berlari ataupun jalan sekali pun. Dia yang sedang mengikuti lomba lari Mesastila Peaks Challenge di Boyolali, Jawa Tengah, disiram air keras oleh orang tidak dikenal. Siraman itu mengenai bagian kaki dan punggungnya.
Cairan kimia itu merusak jaringan otot saya, seperti halnya besi yang keropos terkena air keras.
”Saya sudah pasrah ketika yang menyerang spesifik ke kaki dan punggung. Intensinya memang ingin mencelakakan total. Cairan kimia itu merusak jaringan otot saya, seperti halnya besi yang keropos terkena air keras,” kata Eni dalam peluncuran bukunya pada Minggu (14/4/2019) di FX Sudirman, Jakarta.
Ketika berada dalam penanganan dokter di Jakarta, situasi Eni tak kunjung membaik. Dokter sempat mengatakan, zat kimia berpotensi merusak jaringan-jaringan tendon di bawah lutut. Jika terkena urat syaraf, kakinya kemungkinan besar tidak akan bisa lurus dan digunakan untuk berjalan.
Di tengah kondisi itu, Eni berjuang dengan rasa sakit pengobatan. Sakit itu ditambah dengan rasa sedih karena sang anak tidak mau menjenguknya. Anaknya takut berada di rumah sakit melihat darah dan perban.
Motivasi untuk bangkit lebih besar.
Namun, pelari bertubuh mungil itu bangkit dari keterpurukan. Lima bulan setelahnya, dengan luka bakar yang masih terasa nyeri, dia memulai mengikuti lomba lari lagi. Puncaknya, dia menjuarai Ultramarathon Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320 kilometer pada April 2017.
Ibu rumah tangga sekaligus pegawai swasta yang baru menyukai lari pada 2013 ini memilih berlari lagi. Dari vonis nyaris lumpuh, tidak sampai setengah tahun, dia berlari dengan waktu total 63 jam 43 menit. Uniknya, sebelum musibah, Eni mengikuti kejuaraan serupa pada 2016, tetapi gagal finis.
”Keinginan saya lebih besar untuk selesai karena waktu itu butuh suatu motivasi untuk sembuh. Sebenarnya, kalau malas, bisa saja, apalagi kaki masih sakit, tetapi motivasi untuk bangkit lebih besar,” tambah juara bertahan pada Lintas Sumbawa 2018 itu.
Dalam buku itu, perempuan beranak dua ini lebih fokus menceritakan momen waktu satu tahun setelah musibahnya. Dia mengisahkan proses kebangkitan dari keterpurukan hingga cerita semua lomba lari dalam setahun berikutnya.
Saya melihat perjuangannya seperti pahlawan super. Setelah kejadian itu, kekuatan super baru datang ke dirinya.
Selain Lintas Sumbawa, salah satu lomba lari paling berkesan baginya adalah Petite Trotte à Léon (PTL) Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB). Lomba lari ultra maraton di Chamonix, Perancis, ini berjarak 300 km dengan tantangan melewati rute pegunungan di Perancis, Swiss, dan Italia, selama seminggu.
”Saya ceritakan di buku bagaimana perjuangan besar menuju ke sana. Harus daftar dan mencari dana yang cukup besar. Saat di sana, saya bersama tim, Alan Maulana dan Abdul Aziz Dermawan, harus melewati segala macam cuaca, dari panas, hujan, sampai salju dalam 145 jam lebih,” tutur Eni.
Penuh inspirasi
Dalam peluncuran buku itu, turut hadir Wakil Pemimpin Umum Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo serta pegiat lari Adrianus Soetopo dan Alan, rekan lari Eni di PTL UTMB.
Menurut Budiman, buku ini lebih dari sebuah kisah tentang pelari dan hobi larinya. Buku tersebut memberikan inspirasi dengan filsafat tentang berlari dan tentang kehidupan.
”Dalam salah satu halamannya, tertulis seperti ini, Mengeluh bukan pilihan tepat karena tidak akan menyelesaikan seluruh masalah. Aku memutuskan lari kembali untuk lepas dari lukaku. Kami sangat senang Eni mau berbagi cerita dari perspektif pelari,” ucap Budiman.
Alan yang sering berlatih bersama Eni mengakui ketangguhan rekannya tersebut. ”Saya melihat perjuangannya seperti pahlawan super. Setelah kejadian itu, kekuatan super baru datang ke dirinya. Mungkin kekuatan itu berasal dari motivasinya. Saya harus akui, masih kalah mental sama Eni,” sanjungnya.