Jelang Pemilu, Tokoh dan Akademisi Yogyakarta Serukan Persatuan Bangsa
Dua hari menjelang pelaksanaan Pemilu 2019, para tokoh masyarakat, akademisi, aktivis, dan budayawan di Yogyakarta menyerukan agar seluruh elemen bangsa menjaga persatuan dan kesatuan.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dua hari menjelang pelaksanaan Pemilu 2019, para tokoh masyarakat, akademisi, aktivis, dan budayawan di Yogyakarta menyerukan agar semua elemen bangsa menjaga persatuan dan kesatuan. Oleh karena itu, pelaksanaan pemilu pada Rabu (17/4/2019) diharapkan tidak menghasilkan konflik dan perpecahan di antara masyarakat Indonesia.
”Kita ingin Indonesia selalu utuh. Kita ingin sesama anak bangsa ini tetap bersaudara,” kata sosiolog Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zuly Qodir, dalam acara pembacaan pernyataan bertajuk ”Maklumat Rakyat Yogyakarta”, Senin (15/4/2019), di Kampus Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa ”APMD”, Kota Yogyakarta.
Kita ingin Indonesia selalu utuh. Kita ingin sesama anak bangsa ini tetap bersaudara.
Pembacaan ”Maklumat Rakyat Yogyakarta” dihadiri puluhan tokoh dari berbagai elemen yang berbeda. Acara itu diawali orasi dari sejumlah tokoh, dilanjutkan dengan pembacaan ”Maklumat Rakyat Yogyakarta”, lalu diikuti dengan penandatanganan maklumat oleh sejumlah tokoh.
Selain Zuly Qodir, sejumlah tokoh yang hadir dalam acara itu adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa Cahyono Agus, Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa ”APMD” Sutoro Eko, tokoh perempuan Yogyakarta Anik Yudhastawa Mangunsarkoro, serta budayawan Achmad Charis Zubair.
Zuly menyatakan, selama beberapa bulan terakhir, ikatan persatuan dan persaudaraan di sebagian masyarakat Indonesia mulai retak karena perbedaan pilihan politik dalam pemilu. Padahal, pemilu merupakan peristiwa rutin yang terjadi setiap lima tahun sekali sehingga seharusnya tidak menimbulkan perpecahan di antara masyarakat.
”Kelihatannya, dalam beberapa bulan terakhir, situasi politik nasional, kok, mengarah ke hal-hal yang di media sosial demikian menghebohkan. Antara satu kelompok dan kelompok yang lain saling menegasikan. Antara satu kelompok dan kelompok yang lain saling membenci,” tutur Zuly.
Zuly mengingatkan, apabila kondisi semacam itu terus dibiarkan, bukan tidak mungkin keutuhan bangsa Indonesia bisa terganggu. Kondisi itulah yang menyebabkan sejumlah tokoh akhirnya menggagas adanya pernyataan bersama yang diberi tajuk ”Maklumat Rakyat Yogyakarta”. Pernyataan itu diharapkan bisa mengingatkan seluruh elemen bangsa untuk menjaga persatuan dan tidak terpecah belah karena beda pilihan dalam pemilu.
Salah seorang penggagas ”Maklumat Rakyat Yogyakarta”, Sigit Sugito, mengatakan, ada tiga seruan yang tercantum dalam pernyataan bersama tersebut. Seruan pertama adalah meminta agar penyelenggara kekuasaan negara menjaga marwah dan integritas serta menghindarkan diri dari segala bentuk godaan untuk menjadi bagian dari kontestasi politik.
”Kekuasaan harus dijalankan persis sebagaimana maksud diadakannya, termasuk menjamin keselamatan rakyat untuk menggunakan hak pilihnya,” kata Sigit.
Sementara itu, seruan kedua adalah meminta seluruh elemen masyarakat untuk menggunakan hak pilih serta melawan segala bentuk politik uang, intimidasi, dan kebohongan. Di seruan ketiga, para tokoh itu mengajak semua elemen bangsa di Yogyakarta untuk bergabung, bahu-membahu, dan bekerja bersama mengatasi masalah keterbelahan atau perpecahan demi menjaga keselamatan dan keutuhan bangsa.
Seruan akademisi
Sejumlah akademisi di DI Yogyakarta juga memberikan pernyataan bersama yang menyerukan semua pihak untuk menjaga agar pemilu berjalan jujur, adil, dan damai. Seruan bersama itu dibacakan di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin sore.
Acara tersebut dihadiri sekitar 90 akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di DI Yogyakarta, baik negeri maupun swasta. Selain itu, hadir pula perwakilan dari Polri, TNI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Yogyakarta.
Rektor UGM Panut Mulyono berharap penyelenggara pemilu menjalankan tugas sebaik-baiknya. Hal itu merupakan upaya mematangkan kehidupan berdemokrasi di negara ini. ”Mari bersama-sama kita awasi prosesnya sehingga hasilnya bisa jadi pemilu yang berkualitas,” katanya.
Panut mengimbau agar masyarakat menghargai apa pun hasil yang keluar dalam pemilu nanti. Semua pihak bisa ikut mengawasi proses pemilihan agar berlangsung secara jujur dan adil. Jika ada ketidakpuasan, penyelenggara pemilu telah menyiapkan mekanisme guna mengajukan gugatan.
”Semuanya telah diatur dalam perundang-undangan. Jika ada hal yang kurang baik, kita harus mengikuti prosedur-prosedur yang telah diatur. Gunakan cara-cara yang sepenuhnya konstitusional jika memang ada keberatan,” kata Panut.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta Purwo Santoso memaparkan, warga negara harus ikut punya kontrol terhadap pemilu. Ia mengingatkan, kontrol itu tidak hanya selama masa pemilihan saja, tetapi juga sewaktu para kandidat memenangkan pemilu. Selain itu, para pejabat hasil pemilu juga harus memiliki keberpihakan kepada rakyat karena mereka mendapat jabatan berkat suara rakyat.
”Amanat itu tidak hanya untuk menjabat, tetapi membuat kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Tentu harus diikuti dengan kesadaran dan kemampuan untuk mengelola konflik yang mungkin terjadi di masa mendatang,” kata Purwo.