TNI-Polri Gelar Patroli Bersama di Masa Tenang Pemilu
Menjelang pemungutan suara pemilu 2019 pada 17 April, aparat gabungan melakukan patroli bersama. Patroli dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan sebelum, saat, dan sesudah pemungutan suara.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Personel gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI mulai melaksanakan patroli bersama skala besar. Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga keamanan selama berlangsungnya pesta demokrasi 2019. Patroli bersama ini diawali dengan apel yang diikuti jajaran Kodam Jakarta Raya dan Polisi Daerah Metropolitan Jakarta di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (14/4/2019).
Panglima Kodam (Pangdam) Jakarta Raya (Jaya) Mayjen Tentara Nasional Indonesia (TNI) Eko Margiyono dan Kepala Polisi Daerah (Polda) Metropolitan Jakarta Raya (Metro Jaya) Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono memimpin apel, yang tidak jadi dihadiri Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Kepolisian RI (Polri) Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Apel dihadiri sekitar 5.000 personel gabungan TNI dan Polri. Personiel kepolisian terdiri dari polisi dari Polda Metro Jaya dan Korps Brimob. Personel TNI terdiri dari pasukan Kodam Jaya, Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Marinir TNI Angkatan Laut, dan Pasukan Khas (Paskhas) TNI Angkatan Udara.
Jumlah personel itu mewakili sekitar 38 ribu orang dari TNI dan Polri yang akan dikerahkan hingga masa perhitungan suara. Rinciannya, 23 ribu orang dari Polri dan 15.000 orang dari TNI.
Apel itu dilakukan antara lain untuk menyampaikan pernyataan sikap dari kedua instansi negara tersebut dalam mengamankan jalannya pemilihan umum (pemilu) 17 April 2018. "Kami siap menjamin keamanan masyarakat sampai di TPS. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harga mati! Yes!" tegas seluruh peserta dan pemimpin apel.
Selepas kegiatan itu, sekitar 15.000 personel gabungan dilepas untuk mulai mengadakan patroli keamanan. Daerah yang akan disisir personil tersebut adalah lima kotamadya di DKI Jakarta, Depok, Tangerang, Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Mereka turun dengan menggunakan sekitar 800 unit kendaraan alutsista, baik kendaraan roda dua, mobil patroli, truk, hingga kendaraan taktis.
Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono mengatakan, patroli bersama jelang hari Pemilu akan dilakukan di obyek-obyek vital negara, seperti di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kantro Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik di pusat maupun di tingkat kotamadya. Pasukan patroli juga akan digerakan ke kawasan penduduk, pusat perbelanjaan yang berpotensi rawan dari intelejen negara. Mereka akan menurunkan kurang lebih 1.500 personel.
"Kami akan melakukan pengecekan terakhir di masa tenang ini. Jangan anggap ini apa-apa, justru kami ingin menyiapkan kesiapan kami. Kami juga ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa Jakarta, khususnya, dalam kondisi aman. Segala macam bentuk ancaman dan gangguan akan kami deteksi dan cegah sedini mungkin, agar hari pesta demokrasi dan pascanya dapat berlangsung dengan aman dan damai," tuturnya.
Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono mengatakan, patroli diperlukan untuk memantau dinamika potensi kerawanan berupa konflik sosial akibat kontestasi pemilu.
"Kami perlu melihat dinamika keamanan dan mempersiapkan kalau ada peningkatan potensi kerawanan, misalnya karena dukungan masyarakat pada satu pasangan calon meningkat. Jika demikian, kami akan mempertebal pasukan di sana, baik dari personil Polri maupun TNI," imbuh Eddy.
Sejauh ini, menurutnya, belum ada peningkatan status kerawanan, jelang Pemilu 17 April 2019, di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Keamanan TPS
Pasukan patroli bersama juga akan mengawasi dan menjaga lokasi tempat pemilihan suara (TPS), yang memiliki potensi kerawanan sosial di wilayahnya. Di wilayah kerja Polda Metro Jaya dan Pangdam Jaya tercatat ada 63.000 TPS. Jumlah personel akan disesuaikan dengan tingkat kerawanan.
"Kami membagi TPS menjadi beberapa tingkat kerawanan, yaitu aman, rawan, dan sangat rawan. Keamaan TPS kita identifikasi dulu potensi kerawanananya, dengan variabel-variabel yang menentukan," kata Eddy.
Ia menjelaskan, salah satu variabel penentu wilayah aman adalah jika di daerah itu hanya didominasi satu pasangan calon (paslon) dan tidak ada konflik atau potensi gangguan keamanan sebelumnya, daerah itu kita kategorikan aman. Anggota Polri dan TNI yang ditempatkan masing-masing 1 untuk menjaga 8 TPS, dibantu dengan 16 personel linmas (perlindungan masyarakat).
Sementara, TPS rawan dan sangat rawan bisa dikategorikan dari keberpihakan pada paslon yang berimbang atau tidak. Ditambah lagi, ada potensi konflik yang perlu diantisipasi. Dalam kategori rawan, maka 1 personel Polri dan TNI akan ditugaskan untuk mengawasi 4 TPS, dibantu dengan 8 orang linmas. "Saat ini, kita tidak memiliki TPS sangat rawan, adanya aman dan rawan," lanjutnya.
Selain menempatkan personel pengamanan gabungan di TPS aman maupun rawan, personil juga akan ditempatkan di lokasi TPS khusus, seperti bandara dan rumah sakit. Eddy pun memastikan, kegiatan pengamanan tidak akan membedakan kepentingan, suku, ras, dan agama masyarakat.
"Kami akan mengamankan siapa saja tanpa membeda-bedakan. Kegiatan patroli bersama pada tempat-tempat, yang telah dinilai intelejen, akan dilakukan secara dialogis baik dengan skala kecil maupun besar. Kami akan melakukan pengamanan mulai sekarang masa tenang, hari pencoblosan suara, hingga masa perhitungan suara," pungkasnya.