Menguji Peruntungan Partai di Dapil Loyalis Demokrat
Oleh
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
·3 menit baca
Memenangkan suara partai di setiap daerah pemilihan menjadi tujuan setiap partai yang akan bersaing pada Pemilu Legislatif 2019. Meski bukan termasuk dapil yang menonjol, persaingan sengit antarpartai di dapil Jatim VII akan menjadi salah satu yang menarik diamati. Sebagai dapil loyalis Partai Demokrat dalam dua pemilu terakhir, akankah partai lain dapat mendulang kemenangan?
Dapil Jatim VII menjadi basis massa Partai Demokrat setidaknya dalam 10 tahun ini. Kemenangan besar diraih Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini dengan perolehan 590.005 suara atau 34,6 persen di Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 dan 428.434 suara (21,7 persen) di Pileg 2014.
Dapil ini memiliki ikatan dengan Partai Demokrat karena salah satu daerah cakupannya, yaitu Kabupaten Pacitan, merupakan kota kelahiran SBY.
Selain itu, salah satu putra SBY, yaitu Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), mewakili dapil ini di DPR. Tak heran, dalam dua kali pileg, Ibas tak terkalahkan. Sebanyak 18,1 persen dari 1,35 juta suara masuk untuk semua caleg dimenangi Ibas saat Pileg 2014.
Meski demikian, posisi Demokrat bukannya tak tertandingi. Dalam dua pileg terakhir ini, perolehan suara Demokrat menurun 12,9 persen. Tahun 2009, Demokrat mendulang suara terbanyak di setiap daerah dalam dapil Jatim VII yang meliputi Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi.
Pada Pileg 2014, dominasi Demokrat hanya bertahan di Pacitan dan Magetan. Jumlah kursi yang tersedia untuk Demokrat pada Pileg 2014 juga berkurang satu kursi.
Pesaing Demokrat tidak tinggal diam. Tahun ini, PDI-P mengajukan tokoh-tokohnya untuk mengambil hati pemilih. Empat dari delapan calegnya merupakan mantan ataupun petahana anggota DPR yang berasal dari dapil lain. Mereka adalah Ina Ammania (2009-2014, Jateng VI), Sayed Muhammad Muliady (PAW 2011-2014, Jatim V), dan Nursuhud (2014-2019, Jatim III).
Budiman Sudjatmiko, yang dua kali berturut-turut menang di dapil Jawa Tengah VIII, ditempatkan di Jatim VII untuk menguatkan ketokohan PDI-P. Ditambah lagi, kehadiran Johan Budi, mantan Juru Bicara KPK, kembali menunjukkan keinginan PDI-P untuk menarik pemilih pada pemilu tahun ini.
Tren perolehan suara PDI-P dalam dua pileg sebelumnya juga menunjukkan hasil positif. Dari Pileg 2009 dan 2014, kenaikan suara mencapai 2,33 persen. PDI-P juga merebut kemenangan Demokrat di dua daerah, yaitu Trenggalek dan Ngawi.
Pesaing dari partai baru pun tidak dapat dikesampingkan. Partai Gerindra yang baru ikut pada Pemilu 2009, pada Pemilu 2014 mampu meraup 178.963 suara (9,06 persen). Hasil tersebut naik 6,6 persen dari lima tahun sebelumnya dan menjadi peningkatan perolehan suara tertinggi di antara 12 partai lain.
Selain Gerindra, Partai Nasdem yang pertama kali muncul di Pemilu 2014 membuat kejutan dengan perolehan suara sebesar 5,9 persen. Angka ini di atas perolehan suara partai lama, seperti PPP dan PAN. Nasdem juga berhasil menempatkan satu calegnya di Senayan dari dapil ini.
Sengitnya persaingan memperebutkan delapan kursi dengan 100 jumlah caleg akan memanas karena banyaknya jumlah pemilih pada pileg mendatang. Sebanyak 3,04 juta pemilih atau di atas rata-rata jumlah pemilih dapil di tingkat nasional (2,38 juta) akan menjadi penentu partai pemenang dari dapil ini.
Di luar urusan target menang, caleg perlu memperhatikan tantangan yang dihadapinya untuk menyejahterakan dapilnya. Dari sisi ekonomi, pertumbuhan ekonomi Jatim VII sebesar 5,28 persen masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi sosial, tingkat kemiskinan sebanyak 13,03 persen atau di atas rata-rata angka kemiskinan nasional. Demikian pula nilai IPM sebesar 69,15 persen, masih di bawah nilai IPM nasional sebesar 69,88 persen. (LITBANG KOMPAS)