Ketulusan Paus Fransiskus dalam Memohon Pemimpin Negara untuk Berdamai
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
Vatikan City – Seusai memberikan pesan kepada para pemimpin faksi yang bertikai di Sudan Selatan, Paus Fransiskus secara tak diduga, Kamis (11/4/2019) berjalan menghampiri mereka dan mencium kaki para pemimpin itu satu per satu. Paus berlutut di lantai dan mencium kaki Presiden Sudan Selatan Salva Kiir, mantan wakilnya yang menjadi pemimpin pemberontak Riek Machar, serta tiga wakil presiden lainnya.
Teladan kerendahan hati itu membuat para pemimpin Sudan Selatan itu terpana. Mereka hanya menatap Paus yang menderita sakit kaki kronis, dibantu oleh para pendampingnya, berlutut dengan susah payah lalu mencium sepatu dari dua pemimpin utama yang berseberangan dan beberapa orang lainnya di ruangan itu.
Wakil Presiden Sudan Selatan Rebecca Nyandeng Garang mengatakan tindakan Francis membuatnya sangat tersentuh. "Aku belum pernah melihat yang seperti itu. Air mata mengalir dari mataku," katanya.
Sebelum mencium kaki para pemimpin Sudan Selatan itu, Paus memohon kepada mereka untuk menghormati gencatan senjata yang telah mereka tandatangani. Paus pun meminta mereka berkomitmen memperkuat proses perdamaian di Sudan Selatan. Para pemimpin Sudan Selatan itu berkumpul di Vatikan untuk mengikuti retret rohani selama dua hari.
"Aku memintamu sebagai saudara untuk tetap damai. Aku memintamu dengan sepenuh hati, mari kita maju. Akan ada banyak masalah tetapi persoalan-persoalan itu tidak akan mengatasi kita. Selesaikan masalahmu," kata Paus.
Paus meminta mereka melanjutkan perjanjian damai meskipun kesulitan semakin meningkat. "Saya menyatakan harapan tulus bahwa permusuhan akhirnya akan berhenti, bahwa gencatan senjata akan dihormati, bahwa perpecahan politik dan etnis akan diatasi, dan bahwa akan ada perdamaian abadi untuk kebaikan bersama semua warga negara yang bermimpi mulai membangun bangsa," kata Paus.
“Damai merupakan karunia pertama yang Tuhan anugerahkan kepada kita dan komitmen pertama yang harus diupayakan para pemimpin bangsa. Perdamaian adalah kondisi mendasar untuk memastikan hak setiap individu dan pengembangan integral seluruh masyarakat,” kata Paus Fransiskus kepada para pemimpin Sudan Selatan, termasuk Presiden Salva Kiir Mayardit, dan pemimpin oposisi, Riek Machar, dan Rebecca Nyandeng De Mabio, seperti dikutip Vatican News.
Selain mengingatkan para pemimpin untuk memperjuangkan perdamaian, gestur yang penuh dengan ketulusan itu juga merupakan bentuk penghormatan atas kesepakatan gencatan senjata antara kedua kubu.
Konflik
Sudan Selatan, memperoleh kemerdekaan dari Sudan pada 2011. Namun pada tahun 2013, negara itu jatuh ke dalam perang saudara yang menewaskan sedikitnya 400.000 orang dan jutaan orang terlantar.
Kesepakatan perdamaian yang ditandatangani perwakilan politik tertinggi Sudan Selatan, September 2018, di Ethiopia. Ia mengucapkan selamat kepada mereka yang menandatangani kesepakatan itu karena telah memilih jalur dialog dan menyatakan kesiapannya untuk berkompromi dan bertekad untuk mencapai perdamaian.
Seperti dilaporkan The New York Times, kesepakatan perdamaian antara pemimpin Sudan Selatan lainnya telah gagal. Nasib kesepakatan di atas sebenarnya dijamin oleh Presiden Sudan Omar al-Bashir dan Presiden Uganda Yowei Museveni. Namun, karena Bashir mengundurkan diri, upaya mewujudkan perdamaian itu tentu tidak akan mudah.
Mengupayakan terus-menerus proses perdamaian di Sudan Selatan menjadi kian penting karena kudeta militer di Sudan memicu kekhawatiran kesepakatan damai untuk Sudan Selatan menjadi gagal. Oleh karena itu, Paus dalam pertemuan dengan para pemimpin Sudan Selatan mendesak segera membentuk pemerintah persatuan pada bulan depan.
Selain itu, Paus mendorong para pemimpin Sudan Selatan untuk terus menjaga dialog. Dalam pernyataannya, Paus mengatakan rakyat Sudan Selatan kelelahan akibat perang dan para pemimpin memiliki tugas untuk membangun negara itu dalam keadilan. Dia juga mengulangi keinginannya untuk mengunjungi negara itu bersama dengan para pemimpin agama lainnya untuk memperkuat perdamaian.
“Saya tidak akan pernah bosan mengulangi. Perdamaian itu mungkin! Kita semua dipanggil untuk menjadi pembawa damai. Untuk membangun perdamaian melalui dialog, negosiasi, dan pengampunan. Rakyat sudah lelah dengan konflik. Ingat, dengan perang, semuanya hilang,” tutur Paus Fransiskus.
Retret
Retret spiritual para pemimpin Pemerintah Sudan Selatan di Rumah Santa Martha, Vatikan, Kamis (11/4/2019).“Akan ada perkelahian di antara kalian. Tetapi, biarlah ini terjadi di dalam kantor. Di depan rakyat, kalian harus berpegangan tangan. Dengan cara ini, kalian bisa menjadi bapak bangsa,” kata Paus Fransiskus.
Ia mengakhiri retret rohani itu dengan berdoa dan meminta kepada Tuhan untuk menyentuh hati setiap manusia, sehingga musuh akan terbuka untuk berdialog, bergandengan tangan, dan bertemu dengan harmonis. “Semoga cinta menaklukkan kebencian dan semoga balas dendam dilucuti dengan pengampunan,” ucapnya.
Dan, pada akhir doa dan pidatonya, Paus Fransiskus meminta izin untuk mendekati para pemimpin Sudan Selatan satu per satu. Secara mengejutkan, ia berlutut kepada mereka semua. Napasnya terasa berat ketika ia membungkuk untuk mencium kaki mereka. Secara bergiliran, para pemimpin membantu Paus Fransiskus ketika ia berusaha bangkit kembali.