Berebut Piala Kayu di Laga Final Piala Presiden 2019
Jawara Piala Presiden 2019 bakal ditentukan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019). Dua tim besar Arema Malang dan Persebaya Surabaya akan adu gengsi menjadi yang terbaik demi membawa pulang sang piala kayu.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
Final Piala Presiden 2019 menjadi panggung perebutan gengsi tim sepak bola dari Jawa Timur, yakni Persebaya Surabaya dan Arema FC Malang. Mereka bertarung dalam dua leg untuk hadiah, kepercayaan diri mengarungi kompetisi Liga 1 2019/2020, dan piala kayu ukir yang sulit dicari bandingannya di dunia.
Piala Presiden terbuat dari kayu jati berusia 80 tahun. Piala tersebut merupakan karya pemahat Bali, Ida Bagus Ketut Lasem. Dalam Piala Presiden itu terdapat ukiran karang batu, daun simpar dan buahnya, serta tumbuhan berakar rimpang.
Batu dan penyu kumbang menyimbolkan fondasi atau landasan yang kuat. Daun simpar dan buahnya menyimbolkan alam atau makhluk hidup yang menemani manusia. Adapun, tumbuhan berakar rimpang yang mengelilingi kaki Piala Presiden bermakna waktu yang tak pernah berhenti.
Dengan semua nilai yang ada di dalamnya, meski terbuat dari kayu, sejuta harapan untuk dunia sepakbola nasional ingin dicapai dalam turnamen itu.
Dalam berbagai aspek, kejuaraan sejak 2015 ini mencoba terbuka, terutama dalam urusan laporan keuangan. Lebih khusus lagi coba ditepis berbagai persoalan menyangkut tertib administrasi dalam pemberian subsidi, match fee, dan hadiah.
Mengutip situs PSSI, biaya penyelenggaraan turnamen tahun ini tidak akan di bawah pelaksanaan 2017 dan 2018 yang menelan dana swadaya Rp 47 miliar. Jika ada peningkatan, mungkin pembengkakan bisa membuat sponsor dan swasta mengeluarkan hingga Rp 50 miliar.
Dana untuk subsidi lima tuan rumah fase grup Rp 800 juta per tim, subsidi perjalanan untuk 13 tim tamu Rp 100 juta per tim dan dua tim asal Papua Rp 125 juta setiap tim. Selain itu, match fee setiap laga kemenangan senilai Rp 125 juta, seri Rp 100 juta, dan kalah Rp 75 juta.
Hadiah untuk juara Rp 3,3 miliar, finalis Rp 2,2 miliar, dan dua semifinalis Rp 750 juta per tim. Itu belum termasuk pencetak gol terbanyak memperoleh Rp 150 juta, pemain terbaik Rp 250 juta, pemain muda terbaik Rp 150 juta, serta wasit terbaik Rp 50 juta.
Sampai dengan laga final, Persebaya dan Arema FC belum terdengar mengajukan keluhan kepada panitia terkait dengan penerimaan subsidi, match fee, dan hadiah. Penampilan kedua tim pada turnamen juga membuktikan bahwa ada yang lebih menarik diurus terlebih dulu, yakni meraih kemenangan dan menjadi juara. Toh, penyelenggaraan kejuaraan juga diawasi dan diaudit oleh firma profesional Pricewaterhouse Coopers (PWC) sehingga bisa diyakini akuntabilitasnya.
Wajah
Bagi Pelatih Persebaya, Djadjang Nurdjaman, memenangi turnamen merupakan kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri. Membawa trofi kayu itu pulang bakal memberikan trofi untuk masyarakat Surabaya dan pendukung tim yang dikenal militansi tinggi, Bonek, menjadi salah satu impian mantan pelatih Persib Bandung itu. Keikutsertaan dalam turnamen juga sekaligus persiapan memasuki musim kompetisi Liga 1.
Apalagi, Arema FC dan beberapa lawan yang telah dihadapi merupakan tim-tim Liga 1. Gambaran sebagian kekuatan mereka sudah didapat. Itu modal penting untuk meracik strategi dan taktik pada kompetisi mendatang. Tujuan akhirnya apa? Tentu memenuhi ambisi menjadi yang terbaik atau juara. ”Kami harus bekerja keras untuk mewujudkannya,” kata Djadjang.
Pandangan serupa tentu dianut oleh Milomir, pelatih dari Bosnia-Herzegovina. Tim melakoni dua laga kontra Persebaya untuk menentukan apakah mampu kembali mengangkat trofi seperti 2017 atau harus menerima kenyataan pahit. Turnamen ini juga merupakan pemanasan bagi Arema FC untuk mengarungi kompetisi Liga 1.
Berkaca pada musim 2018/2019, kedua tim mengakhiri kompetisi di enam besar. Persebaya di urutan kelima, sedangkan Arema FC di posisi keenam. Keduanya sama-sama mengumpulkan 50 poin. Namun, Persebaya unggul dalam selisih gol, yakni memasukkan 60 dan kemasukan 48. Arema FC memasukkan 53 dan kemasukan 42. Cuma selisih 1 gol. Pada pertemuan, kedua tim juga berbagi kemenangan dan skor yang sama. Pada perjumpaan pertama di Surabaya, Persebaya menang 1-0 dan dibalas oleh Arema FC di Malang dengan skor yang sama.
”Saya berharap penampilan tim lebih konsisten sehingga berpeluang juara,” kata Milomir.
Dede Sulaeman, pengamat sepak bola dan mantan pemain tim nasional, mengatakan, Piala Presiden merupakan ajang yang tepat bagi klub-klub untuk membentuk kerangka tim sebelum masuk ke musim liga. Turnamen pramusim itu juga diperlukan untuk menguji kualitas pemain sebelum dikontrak selama satu tahun atau lebih.
Saya berharap penampilan tim lebih konsisten sehingga berpeluang juara.
”Kontrak para pemain biasanya berakhir seiring berakhirnya musim kompetisi. Untuk memulai musim kompetisi baru, pelatih harus menyiapkan kerangka tim yang kuat. Pemain yang dipersiapkan untuk musim baru dapat dicoba pada Piala Presiden,” kata Dede.
Turnamen itu juga dapat digunakan untuk menguji kualitas pemain yang akan direkrut. Pemain yang berharga mahal harus diuji coba dulu kemampuannya, apakah cocok bagi kebutuhan tim atau justru membebani tim.
Di sisi lain, turnamen pramusim yang memiliki tingkat persaingan tinggi itu juga berguna untuk mematangkan para pemain muda yang baru bergabung. Pemain muda akan diuji aspek teknik, mental, stamina, dan visi bermainnya pada turnamen seperti ini.
Jika lolos ujian, para pemain muda akan berkembang menjadi pemain profesional yang tangguh dan siap dipakai untuk berkompetisi. Bagi pemain muda, ajang seperti itu juga cocok untuk memamerkan kemampuan dan mendongkrak nilai jual mereka.
Sejauh ini, kedua tim tidak percuma mengeluarkan banyak uang dan usaha mendatangkan pemain terbaik. Baik Persebaya atau Arema, kini bertabur bintang. Harga transfernya terbilang tinggi untuk ukuran klub Indonesia.
Sebelum sepak mula turnamen pramusim pada Sabtu (2/3/2019), Persebaya dan Arema FC telah mengumumkan daftar pemain. Persebaya ditangani Djadjang Nurdjaman, sedangkan Arema FC dilatih Milomir Seslija. Untuk mengarungi turnamen, ”Green Force”, julukan Persebaya, mengumumkan 25 nama pemain, sedangkan Arema FC mewartakan 26 pemain.
Sebanyak sembilan pemain Persebaya adalah rekrutan baru. Bek kiri Novan Sasongko memulainya saat pindah dari Bali United pada Selasa (8/1) dengan status bebas transfer. Gelandang serang Damian Lizio jadi yang terakhir datang pada Kamis (14/2). Nilai transfer hingga kini belum diungkap. Merujuk Transfermarkt, Lizio merupakan satu di antara tiga pemain dengan nilai pasar tertinggi milik Persebaya, yakni 250.000 euro atau Rp 3,98 miliar.
Tak jauh berbeda ditempuh Arema FC. Sejak kompetisi berakhir tahun lalu, ada sembilan pemain yang bergabung di tim berkostum biru ini. Pemain senior Hamka Hamzah datang dari Sriwijaya FC pada 13 Juli 2018 dengan status bebas transfer. Transfer pemain sayap Ricky Kayame dari Persebaya jadi pamungkasnya pada Selasa (26/2).
Akan tetapi, keduanya bukan yang termahal. Menurut Transfermarkt, gelandang serang Makan Konate jadi yang paling berharga. Nilai pasarannya 350.000 euro atau Rp 5,58 miliar. Dia menjadi salah satu pemain mahal yang berlaga di ajang sepakbola nusantara.