Dua komoditas dari genus Allium, yakni bawang merah dan bawang putih, tengah ”naik daun”. Tak lain karena harganya yang melonjak tinggi. Di pasar-pasar tradisional di ibu kota Jakarta, menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Jakarta, kenaikannya mencapai 36,3-48,2 persen dalam kurun tiga bulan terakhir.
Harga rata-rata secara nasional pun naik. Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Nasional, harga rata-rata bawang putih melonjak 57,7 persen selama kurun waktu yang sama, sementara harga bawang merah naik 21,6 persen. Kendati trennya sudah terlihat sejak pertengahan Februari 2019, kenaikan harga secara signifikan terjadi sebulan terakhir.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bawang merah dan bawang putih menjadi komoditas utama penyumbang inflasi Maret 2019, yakni dengan sumbangan 0,06 persen (bawang merah) dan 0,04 persen (bawang putih). Sederet kondisi itu mengindikasikan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.
Merunut pemberitaan Kompas, setidaknya sejak tahun 1990, fluktuasi harga bawang membentuk pola yang mirip, biasanya naik pada kurun Februari-Mei. Pemicunya, antara lain, pasokan yang tersendat karena faktor cuaca, di luar musim panen, serta keterlambatan realisasi impor.
Bawang merah dan bawang putih menjadi komoditas utama penyumbang inflasi Maret 2019.
Pada kurun Maret-Mei tahun 2018, juga tahun 2017, misalnya, harga bawang putih melonjak tinggi. Pemerintah dan importir bahkan mesti menggelontor pasar dengan ribuan ton bawang putih untuk meredam harganya yang melonjak hingga 70,1 persen menjadi Rp 56.329 per kilogram pada Mei 2017.
Fluktuasi harga dan pasokan bawang yang timpang semestinya tak perlu terjadi jika produksi dan pengelolaan stok terjaga dengan baik. Lonjakan harga sebulan terakhir menjadi indikasi bahwa stok belum terkelola dengan baik. Padahal, produksi bawang merah terus naik, terlihat dari impor turun tajam dari rata-rata 97.744 ton per tahun pada kurun 2012-2014 menjadi 5.283 ton per tahun pada kurun 2015-2018 (Kompas, 24/12/2018).
Selain mendongkrak produksi, pengelolaan stok perlu jadi prioritas, sebab budidaya dua bumbu utama itu sifatnya musiman. Pembangunan gudang dengan fasilitas khusus untuk penyimpanan bawang diyakini bisa mengatasi problem fluktuasi pasokan.
Khusus bawang putih, pemerintah perlu terus membantu petani dengan menyediakan bibit unggul. Indonesia sebenarnya memiliki segudang varietas bawang putih lokal yang khas, seperti lumbu kuning, lumbu hijau, lumbu putih, tawangmangu, ciwidey, sembalun, dan sanggah.
Akan tetapi, bibitnya terbatas karena sebagian petani di sentra-sentra tidak membudidayakannya bertahun-tahun. Dominasi bawang putih impor dan sederet problem di hulu yang tidak teratasi membuat petani meninggalkannya. Di sejumlah sentra, petani beralih ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi.
Jaminan harga jual menjadi kunci. Oleh karena itu, selain memacu produksi, pemerintah perlu memastikan hasil produksi petani terserap dengan harga layak. Impor perlu dikelola dengan baik agar tidak mematikan motivasi petani. Di hilir, pengelolaan stok perlu diperbaiki agar pasokan terjaga sepanjang tahun. Harapannya, gejolak harga tidak terus berulang.