Kerja Keras Mengulang Sukses Tim Estafet 4 x 100 Meter Putra
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Dengan merebut medali perak, tim estafet 4 x 100 meter putra Indonesia menjadi salah satu tim yang bersinar di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. Namun, langkah mempertahankan kesuksesan itu tak mudah selepas pensiunnya Mohammad Fadlin yang berperan besar dalam kesuksesan tim itu kala menjadi pelari pertama di final 4 x 100 meter Asian Games 2018.
Kini, tim pelatih harus lebih jeli mencari pelari yang bisa menggantikan peran Fadlin. Mereka pun harus menyusun lagi formasi pelari terbaik untuk tim tersebut. Proses itu tidak bisa instan, mengingat membentuk tim estafet yang solid butuh faktor yang kompleks, antara lain kecepatan terbaik setiap pelari, feeling yang tepat antarpelari saat akan mengantarkan tongkat ataupun menunggu tongkat, kemulusan perpindahan tongkat dari satu pelari ke pelari lain, hingga kekompakan antarpelari di dalam maupun luar lintasan lari.
”Tim 4 x 100 meter putra yang merebut perak Asian Games 2018 sudah dibentuk dan terus dilatih sekitar dua tahun sebelum Asian Games 2018. Memang butuh waktu lama untuk membuat tim seperti itu menjadi solid. Sekarang, kami harus memulai lagi dari awal untuk membentuk tim baru yang solid setelah Fadlin pensiun. Tidak mudah, tapi kami berusaha tim baru ini bisa lebih cepat padunya,” ujar pelatih kepala sprint PB PASI, Eni Nuraini, di Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Eni mengatakan, untuk membentuk tim 4 x 100 meter yang solid, hal pertama yang harus dimiliki tim itu adalah pelari dengan waktu terbaik di lintasan 100 meter sekitar 10,40 detik.
Dari empat pelari inti yang merebut perak Asian Games 2018, tiga di antaranya punya kecepatan sekitar 10,40 detik, yakni Lalu Muhammad Zohri dengan waktu terbaik 10,18 detik, Fadlin dengan waktu terbaik 10,41 detik, dan Bayu Kertanegara dengan waktu terbaik 10,48 detik. Sisanya, Eko Rimbawan punya waktu terbaik 10,51 detik.
”Itu jadi modal luar biasa sehingga tim bisa lebih fokus untuk melatih feeling antaratlet saat akan mengantar ataupun menunggu tongkat dan kemulusan perpindahan tongkat. Kalau kekompakan antarpelari, semuanya berjalan saja selama latihan sehari-hari,” kata Eni.
Setelah Fadlin pensiun, tim itu hanya punya dua pelari dengan waktu terbaik sekitar 10,40 detik per pelari, yakni Zohri dan Bayu. Sementara itu, tiga pelari calon pengganti Fadlin di tim inti waktunya masih terlalu jauh dari 10,40 detik, yakni Mochammad Bisma Diwa Albina dengan waktu terbaik 10,70 detik, Adi Ramli Sidiq dengan waktu terbaik 10,71 detik, dan Joko Kuncoro Adi dengan waktu terbaik 10,76 detik.
Feeling antarpelari saat akan mengantar maupun menunggu tongkat dan kemulusan perpindahan tongkat juga belum sesuai harapan. Saat latihan, tim 4 x 100 meter putra di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Selasa pagi, Eni dan asisten pelatih sprint Erwin Renaldo Maspaitella memberikan tiga kali latihan drill di sejumlah titik check mark dan dua kali latihan penuh 4 x 100 meter.
Ketika latihan drill di check mark dari pelari kedua ke ketiga, terlihat Eko yang menjadi pelari kedua belum terlalu padu dengan Joko yang jadi pelari ketiga. Feeling Eko dan Joko belum sama-sama tepat. Terbukti, Eko cenderung lari terlalu kencang dan Joko lambat untuk keluar. Akibatnya, Eko terlalu rapat dengan Joko. Saat Eko mau mengantarkan tongkat, tangan Joko justru hampir mengenai wajah Eko sebelum mengambil tongkat. Situasi itu tidak boleh terjadi saat perlombaan karena bisa menghambat kecepatan.
Ketika latihan penuh 4 x 100 meter pertama, terlihat feeling antarpelari dan kemulusan perpindahan tongkat belum sempurna. Lagi-lagi, masalah itu terjadi di check mark dari pelari kedua ke ketiga. Saat itu, Eko belum sampai check mark, Joko justru sudah mulai berlari. Akibatnya, Eko tertinggal 1-2 langkah.
Di sisi lain, saat mengejar Joko, tangan Eko yang memegang tongkat terlalu lama menjulur ke depan. Sebaliknya, tangan Joko yang mau menerima tongkat terlalu lama menjulur ke belakang. Kondisi itu membuat kecepatan kedua pelari sama-sama tak optimal. Akibatnya, tongkat tidak berpindah hingga Joko melewati zona perpindahan tongkat yang hanya berjarak 30 meter. Dalam perlombaan, situasi itu membuat tim didiskualifikasi.
Saat latihan penuh 4 x 100 meter kedua, situasi belum juga membaik. Kali ini, Eko justru agak melambat ketika akan mendekati check mark. Sebaliknya, Joko juga melambat menunggu tempo dari Eko. Akibatnya, kecepatan keduanya sama-sama tak optimal sehingga perpindahan tongkat antarkeduanya melambat.
”Hasil latihan ini memang belum terlalu baik. Tapi, ini juga karena kami coba mengubah formasi antarpelari. Baru kali ini Eko diletakkan sebagai pelari kedua dan Joko sebagai pelari ketiga. Ini formasi alternatif jika Zohri yang biasanya menjadi pelari kedua tidak bisa memperkuat tim. Adapun, menurut teori, pelari kedua harus diisi oleh pelari tercepat. Akhir-akhir ini, kecepatan Eko lebih baik dibanding pelari lain di tim,” tutur Eni.
Segera berbenah
Setelah Fadlin mundur sebagai atlet, peforma tim 4 x 100 meter memang belum kembali ke puncak. Terbukti, ketika merebut perunggu 4 x 100 meter Singapura Terbuka 2019 pada Jumat (29/3/2019), tim yang diisi oleh Bisma, Bayu, Eko, dan Joko hanya mencapai waktu 40,26 detik. Catatan itu jauh di bawah waktu saat merebut perak Asian Games 2018 dengan 38,77 detik.
Tentu itu hasil yang buruk mengingat tim tersebut diproyeksikan meraih emas di SEA Games Filipina 2019 dan bisa lolos Olimpiade Tokyo 2020. Sebagai gambaran, tim 4 x 100 meter terbaik Thailand bisa mencapai 38,90 detik ketika merebut emas SEA Games 2017 Malaysia.
Di skala internasional, tim Indonesia masih tertinggal jauh dari tim terbaik Jepang yang mencapai waktu 38,16 detik ketika merebut emas Asian Games 2018. Bahkan, tim Jepang tersebut masih berstatus sebagai tim tercepat Asia dengan rekor 37,60 detik kala mereka merebut perak Olimpiade Rio 2016.
Jika melihat level lebih tinggi, Indonesia tertinggal jauh dari tim legendaris Jamaika yang memegang rekor dunia dengan 36,84 detik kala merebut emas Olimpiade London 2012. Adapun untuk lolos ke Olimpiade 2020, tim Indonesia harus masuk 16 besar dunia. Tentu target itu sangat berat jika Indonesia tidak bisa berbenah diri.
Namun, Eni menyampaikan, tim itu akan segera mencapai puncak peformanya. Apalagi hingga kini, tim itu belum diperkuat pelari terbaiknya, yakni Zohri.
”Zohri itu sebagai pemukul tim. Dia bisa sangat memengaruhi ketajaman kecepatan tim. Tapi, sekarang, dia belum bisa bergabung dengan tim. Saat tim tampil di Singapura Terbuka 2019, dia harus main di GP Malaysia Terbuka 2019,” ujarnya.
Tim estafet 4 x 100 meter Indonesia pernah punya pengalaman jeda prestasi tingkat Asia cukup lama. Setidaknya, sebelum meraih perak Asian Games 2018, terakhir kali tim estafet Indonesia meraih prestasi tingkat Asia kalah tim yang terdiri dari Sugiri, Supardi, Wahjudi, dan Jootje Oroh merebut perak Asian Games 1966 di Bangkok, Thailand.
”Saya pribadi yakin tim yang baru ini bisa cepat menyamai prestasi tim yang lama, bahkan bisa lebih baik. Sebab, tim saat ini diisi banyak pelari muda potensial yang bisa terus berkembang. Dan, tim ini juga sangat kompak, mungkin karena usia pelari tidak jauh beda satu sama lain,” kata Eko yang bergabung di tim 4 x 100 meter sejak 2017.