Misteri Luas Kebakaran Hutan di Riau
Sekarang ini dengan bantuan teknologi setiap orang dapat mengukur luas lahan terbakar di negara mana saja, bukan hanya di Indonesia. Jadi angka lahan terbakar itu tidak mungkin dapat ditutup-tutupi.
Bertanya dan menggugat adalah salah satu modal wartawan dalam bekerja. Mengecek ke lapangan demi mendapatkan fakta adalah kerja selanjutnya. Seperti saat mempertanyakan luasan kebakaran lahan dan hutan di Riau.
Pekan pertama Februari 2018, kebakaran hebat melanda Desa Lukun, Pulau Tebing Tinggi, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Setelah lebih dari seminggu tim pemadam berjibaku memadamkan api dari daratan, api belum juga dapat dikendalikan.
Hingga pertengahan Februari, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau menyebutkan luas kebakaran di areal wilayah kerja Badan Restorasi Gambut (BRG) tersebut berkisar 120 hektar.
Di kala api tidak kunjung padam, Kompas menuju lokasi kebakaran dengan menumpang helikopter patroli dari Pekanbaru. Setelah menempuh penerbangan lebih dari setengah jam, lokasi kebakaran di Desa Lukun terlihat jelas dari angkasa. Asap sisa kebakaran menyeberang ke Pulau Sumatera di wilayah Kabupaten Siak dan sebagian lainnya menutupi Pulau Mendol di sebelah Pulau Tebing Tinggi.
Helikopter memutari lokasi kebakaran sebanyak tiga kali, terutama untuk mendukung pengambilan gambar dari udara. Kebakaran tidak berada dalam satu hamparan, melainkan tersebar di beberapa lokasi yang berdekatan. Untuk lokasi bekas terbakar yang apinya telah padam, ditandai dengan pola khas di atas tanah.
Sesampainya di darat, peta udara dan koordinat GPS dari helikopter dikalkulasi. Dengan metode hitungan panjang dikalikan lebar, luas lahan kebakaran hasil pantauan helikopter diperkirakan lebih dari 3.000 hektar. Taruhlah setengah lahan yang diputari helikopter tidak ikut terbakar, sedikitnya 1.500 hektar dipastikan terbakar.
Berdasar pengamatan langsung dan hitung-hitungan matematis dari peta perjalanan helikopter, Kompas menurunkan laporan dalam tulisan berjudul “Ribuan Hektar Lahan Gambut Terbakar”.
Data BPBD Meranti yang kemudian dirilis BPBD Riau tetap menyebutkan lahan terbakar di seluruh Meranti (masih ada tiga lokasi kebakaran lain di Meranti diluar wilayah Desa Lukun) hanya 150 hektar.
Baca juga: Malu Bertanya, Sesat di Hutan
Saat ditanyakan mengenai perbedaan hasil hitungan luas kebakaran yang mencolok, BPBD Meranti mengatakan, mereka belum menghitung total luas kebakaran sesungguhnya. Angka yang dirilis masih berupa perkiraan semata.
Pada tahun 2018 (data dari Januari-Oktober), BPBD Riau merilis luas kebakaran di seluruh Kabupaten Meranti mencapai 963 hektar. Sedangkan, untuk total luasan kebakaran di seluruh Riau pada tahun yang sama mencapai 5.776 hektar.
Sementara, Direktur Kebakaran Lahan dan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B Panjaitan mengatakan, luas lahan dan hutan terbakar di Riau tahun 2018 lebih dari 37.000 hektar. Ini dikatakannya dalam diskusi bertema Perlindungan Ekosistem Gambut dan Pengendalian Karhutla di Pekanbaru, Senin (8/4/2019).
Angka manakah yang benar ? Data BPBD Riau atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan?
Raffles berani membuktikan, data KLHK lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Angka itu diperoleh dari citra satelit resolusi tinggi yang dimiliki KLHK. Data itu bahkan sudah dilengkapi pengecekan lapangan ke areal-areal yang meragukan.
“Sekarang ini dengan bantuan teknologi setiap orang dapat mengukur luas lahan terbakar di negara mana saja, bukan hanya di Indonesia. Jadi angka lahan terbakar itu tidak mungkin dapat ditutup-tutupi. Kita pun malu kepada dunia internasional kalau menyodorkan angka yang tidak sesuai fakta lapangan,” kata Raffles.
Tentang adanya perbedaan data, Raffles menyebutkan, kemungkinan terjadi perbedaan hitungan. BPBD Riau kemungkinan hanya menghitung luas lahan yang dipadamkan oleh anggota tim Satuan Tugas Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan saja.
Namun, Kompas mempertanyakan kembali pernyataan Rafflles. Masih banyak bukti lain, bukan hanya kasus kebakaran di Meranti 2018.
Pada akhir Februari 2019, Kompas yang meliput kebakaran di Dusun Teladan, Kelurahan Pergam, Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis menghitung luas kebakaran di satu lokasi itu saja sudah 500 hektar lebih. Belum lagi, kebakaran di lokasi lain, seperti Kampung Baru, Jalan Sekda, dan Teluk Lecah sehingga total kebakaran di Pulau Rupat pada akhir Februari 2019 diperkirakan lebih dari 2.000 hektar.
Namun, data BPBD Riau jauh lebih kecil. Kebakaran di seluruh wilayah Kabupaten Bengkalis sampai pekan pertama April 2019, hanya seluas 1.284 hektar. Padahal, kebakaran di wilayah Bengkalis bukan hanya di Rupat, melainkan terjadi di berbagai daerah lainnya dengan skala yang hampir sama.
Manipulasi angka
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo yang merupakan pakar Kebakaran Lahan dan Hutan Indonesia mengatakan, "manipulasi" angka luasan kebakaran lahan dan hutan memang lazim. Ia mencontohkan, dalam sebuah pengamatan lapangan di Riau, ia mengukur luas lahan terbakar mencapai 150 hektar, tetapi data dari instansi daerah menyebutkan luasnya hanya 2 hektar.
“Pengukuran luas terbakar di daerah sering diperkecil. Namun, saya selalu mengukur sesuai fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Di pengadilan, saya selalu berhasil meyakinkan hakim terhadap angka luas kebakaran. Misalnya, kebakaran di areal perusahaan PT Jatim Jaya Perkasa disebutkan hanya 400 hektar, tetapi di pengadilan saya mengatakan luasnya mencapai 1.000 hektar dan hakim lebih percaya dengan hitungan saya,” kata Bambang.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo yang merupakan pakar Kebakaran Lahan dan Hutan Indonesia mengatakan, "manipulasi" angka luasan kebakaran lahan dan hutan memang lazim.
Kepala BPBD Riau Edwar Sanger mengatakan, data yang dirilis BPBD adalah kumpulan laporan dari seluruh daerah di Riau. Pihaknya hanya merekapitulasi angka tanpa menambah dan menguranginya.
“Saya tidak berasumsi BPBD daerah memperkecil luas lahan terbakar. Saya menghormati, karena mereka sudah susah payah memadamkan api,” kata Edwar.
Mengapa ada manipulasi data luas kebakaran lahan dan hutan? Pengamat sosial Riau, Rawa El Amady mengungkapkan, manipulasi data luas lahan terbakar adalah upaya aparatur negara di daerah menghindari amarah dan amukan atasan di pusat. Jika disebutkan kebakaran meluas sesuai fakta lapangan, atasan yang bersangkutan akan marah.
Pengamat sosial Riau, Rawa El Amady mengungkapkan, manipulasi data luas lahan terbakar adalah upaya aparatur negara di daerah menghindari amarah dan amukan atasan di pusat.
“Kalau data kebakaran sangat luas dibeberkan, atasan pasti bertanya kepada anak buahnya. Tidak jarang akan muncul kemarahan atasan dan menuding anak buah tidak bekerja cepat memadamkan api di saat masih kecil. Ditambah lagi, Presiden pernah memberi penyataan akan mencopot Kepala Polres dan Komandan Kodim yang di daerahnya masih terjadi kebakaran lahan. Ucapan itu sangat ditakuti di daerah, tapi sayangnya ucapan Presiden itu belum pernah dijalankan,” kata Rawa, doktor antropologi lulusan Universitas Indonesia itu.
Rawa menambahkan, aparatur di daerah kebakaran lahan dan hutan sesungguhnya khawatir dengan liputan media ke lapangan. Dengan liputan media, daerah yang terbakar langsung menjadi sorotan sampai ke pemerintah pusat. Sebaliknya, aparat daerah justru ingin kebakaran di wilayahnya sepi dari pemberitaan, meskipun mereka tetap bekerja memadamkan api.
Sinyaleman Rawa itu benar adanya. Media pernah menjadi korban informasi sesat petinggi aparatur sipil negara di daerah saat hendak meliput kebakaran di sebuah wilayah. Birokrat itu menginformasikan bahwa kebakaran sudah padam, sehingga tidak perlu liputan media lagi.
Kompas yang tidak yakin dengan informasi itu mengecek melalui sumber lain, yang mengungkapkan bahwa kebakaran belum dapat dikendalikan. Atas bantuan sumber, Kompas menemukan kebakaran yang dicari. Pernah juga, aparat memberi keterangan palsu bahwa api sudah padam, padahal di lapangan masih menyala besar.
Baca juga: Dicegat Warga Saat Mendalami Keteguhan Warga Menolak Tambang
Manipulasi data luasan terbakar atau keterangan palsu tentang kebakaran hutan adalah fenomena dalam peristiwa kebakaran lahan dan hutan di Riau dan mungkin juga terjadi di daerah lainnya. Penyebabnya, laporan jujur justru akan mendapatkan imbal balik menyakitkan dari atasan.
Akhirnya, walaupun sudah bekerja keras memadamkan api, lebih baik melaporkan kebakaran dengan luas seminimal mungkin daripada mendapat umpatan dan makian. Sampai kapan persoalan ini akan terus berlangsung dan data luasan sebenarnya kebakaran lahan akan selalu menjadi misteri? Mudah-mudahan tidak.