Relawan dan petugas penanggulangan banjir yang melanda Kabupaten Bandung hanya mengandalkan bantuan swasembada warga dan donatur untuk menyiapkan logistik bagi para pengungsi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Relawan dan petugas penanggulangan banjir yang melanda Kabupaten Bandung hanya mengandalkan bantuan swasembada warga dan donatur untuk menyiapkan logistik bagi pengungsi. Korban banjir di Kecamatan Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Baleendah itu mengharapkan bantuan pemerintah pusat dan daerah, karena bantuan tidak mencukupi.
Iyep (44), koordinator dapur umum dari Siaga Bencana Berbasis Masyarakat Palang Merah Indonesia (Sibat PMI) Desa Bojongsoang berujar, stok bahan makanan di dapur hanya tersisa 250 kilogram beras dan 60 kg telur pada Kamis (4/11/2019). Bahan makanan ini akan digunakan untuk memberikan asupan makanan para penyintas banjir, terutama di pengungsian hari Jumat.
Menurut Iyep, jumlah bahan pangan ini diutamakan ke lokasi-lokasi pengungsian. Tidak cukup bila juga untuk para penyintas yang masih bertahan di perumahan. Dapur umum hanya sanggup menyediakan maksimal 1.000 bungkus nasi per hari untuk siang dan malam hari.
Iyep menjelaskan, 500 bungkus makanan didistribusikan ke enam posko pengungsian di Desa Bojongsoang, di antaranya posko Gudang Tanggo di RW 10 dan Balai RW 09. Posko pengungsian menjadi prioritas mengingat warga di sana tidak membawa alat memasak dan tanpa persediaan makanan di pengungsian. Jika seluruh warga di pengungsian telah mendapatkan makanan, baru sisanya akan didistribusikan ke warga.
“Padahal, ada banyak ribuan warga yang masih terjebak di rumah-rumah. Bukan berarti kami tidak mau membantu mereka, tetapi semua terbatas. Bantuan hanya datang dari swasembada desa dan donatur dari komunitas-komunitas,” ujarnya.
Kondisi sama ditemui di dapur umum Sibat PMI Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot. Dida (47), Koordinator Dapur Umum menuturkan, mereka hanya bisa menyiapkan 400 nasi untuk pengungsi di lima titik. Simpul pengungsian terbesar di desa itu adalah Posko Bojongasih yang menampung 135 jiwa.
Dida menjelaskan, persediaan beras yang tersisa untuk dimasak tinggal 150 kg beras dan 15 kg telur untuk lauk pauk. Dalam penyediaan pangan hari ini saja, tuturnya, setiap bungkus hanya mendapatkan setengah butir telur rebus sebagai lauk agar bisa mencukupi seluruh paket.
“Kami hanya bisa memasak sebanyak ini. Saya berharap bantuan dari pemerintah pusat dan daerah untuk dapur umum. Kalau memberikan warga mie instan, di pengungsian terkadang mereka terlalu repot untuk memasak sendiri, sedangkan memakan mie instan mentah itu tidak baik,” ujarnya.
Di posko pengungsian Masjid Besar Ash Shofia Dayeuhkolot, bahkan belum mendapat bantuan mencukupi. Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Besar Ash Shofia menuturkan, dari awal banjir besar yang melanda Kamis (4/4), para pengungsi di masjid ini baru mendapatkan sumbangan 90 bungkus nasi dan 5 kardus mie instan.
Supinah (67), warga RW 007 Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah yang mengungsi ke Masjid Besar Ash Shofia menyatakan, jarang mendapat makanan siap saji selama mengungsi di sana. “Kemarin cuma dapat mie instan. Karena saya tinggal sendiri, ya saya makan saja. Semoga ada bantuan dari pemerintah,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Sudrajat menyatakan, status banjir belum dinaikkan ke tanggap darurat sehingga bantuan dapur umum masih belum diturunkan. Bantuan baru datang dari Dinas Sosial Kabupaten Bandung berupa bahan pangan dan evakuasi dari BPBD.
“Memang masih belum mencukupi, tetapi akan kami upayakan. Dalam rapat terakhir sudah diusulkan dan sekarang sedang dikaji. Memang banjir kali ini sulit diprediksi karena sedang musim pancaroba. Semua bersiaga hingga bulan Meri berakhir,” tuturnya.