Suasana konferensi pers terkait rencana pelaksanaan Asia Pacific Economic Cooperation Business Advisory Council di Jakarta, Selasa (9/4/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bisa berperan strategis dalam berbagai aspek perekonomian di kawasan Asia Pasifik. Peran dalam bidang perdagangan dan investasi, integrasi ekonomi regional, serta iklim bisnis yang kondusif dan inklusif ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong ekspor.
”Salah satu cara terbaik meningkatkan ekspor dan investasi adalah membuat relasi yang bagus dengan APEC,” kata Chairman ABAC Indonesia Anindya N Bakrie di Jakarta, Senin (9/4/2019).
Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) Business Advisory Council atau ABAC dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor dan investasi. Indonesia menjadi tuan rumah ABAC II Jakarta 2019 pada 23-26 April. Adapun ABAC I 2019 digelar di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, 1-4 Maret.
Menurut Anindya, selain ikut menengahi ketegangan China dan AS, hal terpenting dalam ABAC adalah mengarahkan manfaatnya bagi Indonesia.
”Anggota-anggota ABAC merupakan perpaduan perusahaan swasta dan BUMN. Hal ini merupakan kredit bagi Pemerintah Indonesia dan mudah-mudahan kami bisa memberi sumbangsih yang jelas,” ujarnya.
Anggota ABAC Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menuturkan, agenda utama ABAC Indonesia adalah mendorong ekonomi inklusif di Asia Pasifik. Salah satu aspek penting dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah konektivitas.
”Saat ini sudah ada platform untuk menghubungkan UMKM dari negara-negara ekonomi anggota APEC. Jadi kesesuaian bisnis bukan lagi hanya antarperusahaan besar, UMKM pun berkesempatan terkoneksi,” kata Shinta.
UMKM, tambah Shinta, juga perlu dukungan dana dan modal. Inisiatif berupa ABAC Impact Fund difokuskan untuk mendukung UMKM atau perusahaan rintisan mengembangkan usaha mereka.
Anggota ABAC Indonesia, Kartika Wirjoatmodjo, menambahkan, Indonesia memiliki posisi strategis sebagai negara terbesar ketiga di APEC. Salah satu poin penting Indonesia sebagai bagian APEC adalah memiliki pasar besar dan inklusif.
Inklusi keuangan, tambah Kartika, diharapkan mendorong dinamika ekonomi Indonesia, bukan hanya dari sisi ekonomi korporasi, tetapi juga UMKM, bahkan ultramikro.
”Diharapkan, kalau 70 persen penduduk Indonesia bisa masuk ke sistem perbankan, 2-3 tahun lagi atau bahkan lebih cepat, bisa mengakses perbankan, baik melalui bank, agen bank, ataupun teknologi finansial,” katanya.
Mata uang lokal
Panduan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan bilateral antarnegara Asia Tenggara sedang disusun. Stabilitas mata uang lokal diharapkan lebih terjaga jika ketergantungan terhadap dollar AS dalam perdagangan bilateral dapat dikurangi.
Bank Indonesia menjadi inisator dalam penyusunan panduan ini bersama tiga bank sentral lain di Asia Tenggara, yakni Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral ng Pilipinas, dan Bank of Thailand.
Direktur Departemen Internasional BI Wahyu Pratomo memaparkan, penyusunan panduan perdagangan mata uang lokal disepakati dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral seluruh ASEAN di Chiang Rai, Thailand, awal April lalu.
Menurut Wahyu, penggunaan mata uang lokal memberi pilihan bagi pelaku usaha agar tidak selalu menggunakan dollar AS dalam transaksi perdagangan.(CAS/JUD/DIM)