Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo menyampaikan paparannya dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Maluku di Kota Ambon, Selasa (9/4/2019).
Naturalis Georg Everhard Rumphius (1627-1702) mencatat, lebih dari 2.000 orang tewas saat gempa dan tsunami menyapu pesisir Pulau Ambon, Maluku, pada 17 Februari 1674. Kisah kelam sekitar 345 tahun silam itu sengaja dihadirkan kembali oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo saat berkunjung ke Kota Ambon, Selasa (9/4/2019).
Doni menyampaikan, sebagian wilayah kepulauan di bagian timur Indonesia, termasuk Maluku, memiliki riwayat gempa dan tsunami. Berdasarkan catatan Kompas, selain Pulau Ambon, satu desa di Pulau Seram, yakni Elpaputih, pernah tenggelam. Sebanyak 3.000 orang dinyatakan meninggal akibat gempa dan tsunami pada tahun 1899 itu (Kompas, 12 Desember 2012).
Di hadapan sejumlah kepada daerah dan peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Provinsi Maluku, Doni seperti menyadarkan mereka bahwa Maluku, yang kendati kaya akan potensi alam, juga menyimpan ancaman bencana besar. Bahkan, hal itu mungkin sudah terjadi berulang kali pada kurun waktu ratusan hingga ribuan tahun silam.
Ia mencontohkan, tsunami 2004 di Aceh itu adalah pengulangan empat tsunami sebelumnya yang terungkap lewat hasil penelitian, yakni 7.500 tahun sebelumnya, kemudian 5.400 tahun lalu, 3.300 tahun sebelumnya, dan 2.800 tahun sebelumnya.
Kompas/Agus Susanto
Gempa dan tsunami meluluhlantakkan kawasan Lampare Kota, Banda Aceh, Aceh, Selasa (28/12/2004). Ribuan mayat tergeletak begitu saja dari pinggir jalan hingga sekitar puing-puing bangunan yang ambruk.
Tsunami di selatan Banten yang terjadi pada akhir 2018 lalu juga sudah pernah terjadi pada 3.000 tahun sebelumnya, 1.600 tahun sebelumnya, dan 300 tahun sebelumnya. Gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, pada September 2018 pun pernah terjadi pada 1927 dan 1968.
Gempa dan tsunami ini berulang. Ada ulang tahunnya. Makanya, harus waspada dan lakukan upaya mitigasi bencana. Kepala daerah harus mengambil peran maksimal untuk melindungi masyarakatnya. Apakah peristiwa 1674 itu akan berulang tahun lagi?
Pengulangan serupa bisa mungkin terjadi di Maluku. Tentang waktu kejadian, hal itu tidak dapat diprediksi.
”Gempa dan tsunami ini berulang. Ada ulang tahunnya. Makanya, harus waspada dan lakukan upaya mitigasi bencana. Kepala daerah harus mengambil peran maksimal untuk melindungi masyarakatnya. Apakah peristiwa 1674 itu akan berulang tahun lagi?” ujar mantan Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura itu.
Dalam lima tahun terakhir, gempa dengan kerusakan material dan korban sudah terjadi beberapa kali di Maluku, seperti di Pulau Ambalau, Kabupaten Buru Selatan, pada Januari 2016 dan di Kota Ambon pada November 2017. Tren frekuensi gempa di Maluku juga meningkat dari tahun ke tahun.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat, kejadian gempa di Maluku di atas 1.000 kali dalam satu tahun. Pada tahun 2016 tercatat 1.222 kejadian, tahun 2017 sebanyak 1.392 kejadian, dan 2018 sebanyak 1.587 kejadian.
Sosialisasi dan simulasi
Yang perlu dilakukan saat ini adalah menyiapkan warga. Sosialisasi dan simulasi harus terus dilakukan, tidak hanya sekali dalam setahun. Beberapa desa pesisir bahkan belum pernah mendapat sosialisasi dan simulasi. Sebagian besar masyarakat Maluku tinggal di wilayah pesisir. Mereka harus tahu cara-cara penyelamatan diri ketika terjadi gempa yang berpotensi tsunami.
Upaya pengurangan risiko tsunami yang bisa dilakukan adalah menanam pohon di pesisir. Pohon seperti bakau mampu menahan laju tsunami hingga 80 persen. Perlu diketahui, kecepatan tsunami mencapai 700 kilometer per jam atau setara dengan kecepatan pesawat jet. Sementara kecepatan manusia paling kuat 10-15 kilometer per jam.
Berdasarkan pantauan Kompas, sebagian hutan mangrove di pesisir Teluk Ambon mulai ditebang. Pemerintah Kota Ambon mengizinkan pembangunan tempat usaha di pesisir. Kendati hal itu sempat diprotes kalangan akademisi dan peneliti, pemerintah kota seperti tutup mata dan telinga.
Peringatan akan bahaya gempa dan tsunami juga disampaikan Doni ketika menghadiri acara Deklarasi Jaga Alam dan Penanaman Pohon pada Selasa pagi dan kepada sukarelawan bencana serta tim tanggap darurat se-Kota Ambon di Universitas Pattimura pada Selasa petang. Ancaman bencana itu terus diulang.
Pelaksana Harian Gubernur Maluku Hamin bin Tahir mengatakan, ancaman bencana menjadi salah satu bahasan penting dalam musrembang tersebut. Perencanaan pembangunan akan memperhatikan aspek potensi bencana. Dalam sesi tanya jawab, para bupati/wakil bupati juga menyatakan komitmen mereka.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Suasana simulasi bencana gempa di SMK Al Watan, Kota Ambon, Maluku, Jumat (3/11/2017).
Sebelumnya, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Maluku Farida Salampessy mengatakan, masyarakat di sejumlah desa pesisir sudah dilatih menghadapi kondisi darurat bencana dan cara-cara penyelamatan diri. Kesadaran akan bahaya itu kini sudah mulai tumbuh.
”Kami terus melakukan edukasi dan simulasi,” katanya. Maluku merupakan daerah dengan indeks bencana 179 atau tergolong tinggi. Risiko bencana yang dimaksud antara lain gempa, tsunami, banjir, longsor, abrasi, dan rawan pangan.