encana banjir yang merendam sebagian wilayah Kabupaten Bandung sejak Kamis (4/4/2019) silam menyulitkan warga untuk mendapatkan makanan dan air bersih. Meski sempat surut, namun hujan deras membuat aliran Sungai Citarum dan Cikapundung kembali meluap ke permukiman warga.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
SOREANG, KOMPAS – Bencana banjir yang merendam sebagian wilayah Kabupaten Bandung sejak Kamis (4/4/2019) silam menyulitkan warga untuk mendapatkan makanan dan air bersih. Meski sempat surut, namun hujan deras membuat aliran Sungai Citarum dan Cikapundung kembali meluap ke permukiman warga.
Hingga Selasa (9/4), beberapa jalan utama yang menghubungkan Banjaran-Kota Bandung masih terendam air lebih dari satu meter. Jalan Raya Dayeuhkolot dan Jalan Raya Banjaran di Baleendah yang berdekatan dengan aliran Sungai Citarum belum bisa dilalui oleh kendaraan.
Hal yang serupa juga ditemui di permukiman warga yang berdekatan dengan kedua aliran sungai. Genangan air di daerah ini mencapai lebih dari 1,5 meter sehingga tidak bisa dilalui tanpa menggunakan perahu dan rakit darurat. Aliran listrik yang dimatikan pun membuat warga yang bertahan di rumah merasa terisolasi karena hanya mengandalkan peralatan yang seadanya.
Sutijah (50), warga RW 001 Desa Citeureup mengaku hanya menggunakan lilin dan lampu darurat di malam hari akibat listrik yang dipadamkan. Pemadaman listrik ini juga menyebabkan pompa air Sutijah tidak bekerja sehingga mereka kesulitan mendapatkan air.
Sutijah bersama suami dan seorang anaknya lebih memilih bertahan karena menganggap rumahnya masih bisa untuk ditempati. Namun, mereka mengalami kesulitan saat keluar dari rumah, gang menuju rumahnya hanya selebar kurang dari dua meter sehingga menyulitkan perahu yang lewat.
“Perahu yang datang hanya sekali dua kali. Ini saja saya menunggu kurang lebih setengah jam, padahal mau cari apa yang bisa dimakan di luar sana. Tapi tetap susah juga, banyak toko yang tutup,” ujarnya.
Masih khawatir
Tidak hanya kesulitan mencari makanan, Sutijah juga merasa khawatir jika terjadi hujan deras. Selain itu, anaknya yang berumur 16 tahun tidak sekolah selama hampir seminggu karena memilih untuk tetap berada di rumah.
“Sekarang dia kelas dua SMA, jadi tidak apa-apa libur. Kalau sudah kelas tiga nanti, rencananya akan saya mengindekoskan saja di dekat sekolahnya,” tutur Sutijah.
Tidak hanya di rumah warga, warga di pengungsian Masjid Besar Ash-shofia juga membutuhkan makanan cepat saji. Rini (52), warga RW 009, mengungsi di masjid bersama empat anggota keluarga lainnya. Dia berharap bantuan makanan cepat saji bisa didistribusikan di pengungsian karena anak-anaknya sudah mulai tidak mau makan.
“Mereka sudah mulai malas makan. Dari kemarin mie instan terus. Kami juga tidak mau seperti ini. Tetapi rumah tidak bisa ditinggali, kami tidak bisa masak makanan,” tuturnya.
Para pekerja juga kesulitan menghadapi banjir yang setidaknya sudah merendam jalan utama seminggu terakhir ini. Hera (36), warga Bojong Asih Desa DayeuhKolot mengaku menggunakan menyiapkan pakaian cadangan saat bekerja di pabrik yang terletak di Jalan Dayeuhkolot karena harus menyeberangi banjir.
Mereka sudah mulai malas makan. Dari kemarin mie instan terus. Kami juga tidak mau seperti ini. Tetapi rumah tidak bisa ditinggali, kami tidak bisa masak makanan
Saat ditemui, Hera bersama ratusan pekerja lainnya menelusuri banjir membentuk barisan. Keramaian ini berlangsung kurang lebih setengah jam. Sebagian karyawan menggunakan perahu karet, sampan, delman bahkan rakit darurat dari busa Styrofoam.
Menurut Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Sudrajat, banjir sudah mulai surut dan kembali mencakup kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang. Di tiga kecamatan ini, jumlah warga yang terdampak mencapai 37.731 jiwa.
“Cakupan banjir berkurang. Sebelumnya Kecamatan Banjaran juga termasuk dengan jumlah warga yang terdampak 7.242 jiwa. Sekarang sudah mulai surut, sisanya di tiga kecamatan,” tuturnya.