Investasi manufaktur mesti disebar ke luar Jawa untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, daya tarik investasi yang disiapkan tak cukup sebatas insentif fiskal dan pembangunan infrastruktur.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investasi manufaktur mesti disebar ke luar Jawa untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, daya tarik investasi yang disiapkan tak cukup sebatas insentif fiskal dan pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa masih mendominasi struktur perekonomian Indonesia dengan peran 58,48 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pada 2018, PDB Indonesia tumbuh 5,17 persen secara tahunan. Pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa pada 2018 sebesar 5,72 persen.
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, ketimpangan ekonomi antar wilayah tetap lebar dalam 20 tahun terakhir. Geliat ekonomi terkonsentrasi di Jawa sehingga pertumbuhan ekonomi nasional sulit beranjak dari level 5 persen.
“Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, revitalisasi industri manufaktur jadi kunci,” kata Faisal dalam diskusi publik bertema ulasan ekonomi triwulan I-2019, jelang debat kelima di Pemilu Presiden 2019, di Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Debat kelima rencananya akan digelar Sabtu (13/4/2019). Debat akan mengangkat tema ekonomi dan kesejahteraan Sosial, keuangan dan investasi, serta perdagangan dan industri.
Faisal melanjutkan, negara-negara yang menjadikan industri manufaktur sebagai prioritas, seperti Korea Selatan, China, dan Vietnam, terbukti mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi. Pada 2018, industri manufaktur di ketiga negara itu tumbuh di atas 10 persen sedangkan Indonesia hanya 4,27 persen.
Industri manufaktur mesti disebar ke luar Jawa agar struktur ekonomi Indonesia lebih kuat dan kompetitif. Selama ini upaya pemerintah untuk meningkatkan daya tarik investasi manufaktur di luar Jawa melalui insentif fiskal dan pembangunan infrastruktur dinilai belum cukup.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi penanaman modal dalam negeri dan modal asing pada 2018 terpusat di Jawa sebesar 55,1 persen atau Rp 398,1 triliun. Realisasi investasi di Jawa Barat dan DKI Jakarta paling besar, masing-masing Rp 116,9 triliun dan Rp 114,2 triliun.
“Untuk menarik investasi manufaktur ke luar Jawa dibutuhkan terobosan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan disertai sinergi kebijakan,” kata Faisal.
Terobosan kebijakan, lanjut Faisal, bukan sekadar memberikan insentif kepada pengusaha atau menyalurkan kredit, tetapi membuatnya lebih tersinergi. Misalnya, pembangunan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan industri kreatif. Strategi itu kini dilakukan oleh Thailand.
Perputaran uang
Dari aspek moneter, Direktur Riset CORE Piter Abdullah berpendapat, geliat ekonomi di luar Jawa juga sulit tumbuh karena peredaran uang minim. Saat ini hampir 80 persen perputaran uang terjadi di Jawa, dan sekitar 70 persen diantaranya berada di DKI Jakarta.
“Bagaimana daerah-daerah di luar Jawa bisa membangun kalau uangnya saja tidak ada,” kata Piter.
Menurut Piter, pemerintah memang rutin melakukan transfer ke daerah, tetapi uang selalu kembali ke Jawa. Untuk itu, pemerintah perlu menciptakan sistem insentif supaya di daerah terjadi investasi yang perputaran uangnya tidak kembali lagi ke Jawa.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa sedang ditumbuhkan. Pemerintah misalnya, telah membangun sejumlah kawasan ekonomi khusus yang disinergikan dengan berbagai fasilitas dan insentif.
“Pembangunan infrastruktur itu dibarengi insentif. Kalau di luar Jawa insentifnya besar, seperti pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance),” kata Iskandar.
Menurutnya, perhatian pemerintah beberapa tahun terakhir untuk membangun infrastruktur di luar Jawa juga bagian dari upaya menciptakan industri bernilai tambah tinggi. Persoalan konektivitas berupaya diatasi agar investasi langsung tertarik masuk ke dalam negeri. Jika investasi langsung masuk, pertumbuhan ekonomi RI diyakini akan mengalami akselerasi 2-3 tahun ke depan.