Warga Pulau Pari Kembali Memprotes Proyek Pengeboran
Oleh
J Galuh Bimantara
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, kembali memprotes pengeboran di gugusan Pulau Pari dengan menyetop pengeboran di Pulau Kongsi. Mereka khawatir proyek pembangunan vila di pulau yang masih satu gugusan dengan Pulau Pari itu memperkecil ruang gerak nelayan dan area tangkapan ikan.
“Sekitar 50 warga Pulau Pari datang ke sana, tetapi kami lagi-lagi hanya bertemu dengan pekerja. Pihak perusahaan tidak ada,” ucap salah satu warga, Buyung, saat dihubungi pada Senin (8/4/2019). Menurut dia, para pekerja proyek setuju untuk menghentikan pengeboran.
Sebelumnya, warga Pulau Pari sudah “menggerebek” dan menghentikan pengeboran di perairan Pulau Pari tanggal 5 Maret 2019. Edy Mulyono, ketua RT 01 RW 04 Pulau Pari, mengatakan, perusahaan tertentu sudah sebulan terakhir beraktivitas di Pulau Burung, Pulau Kongsi dan Pulau Tikus. Pulau-pulau itu masih satu gugusan dengan Pulau Pari.
Menurut Buyung, staf Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu sudah mendatangi lokasi pengeboran, tetapi ternyata pengeboran berlanjut kembali. “Pengeboran memang tidak terpantau dari Pulau Pari, tetapi warga kami kan nelayan yang bolak-balik melaut, sehingga bisa melihat pengeboran berlanjut,” ujar dia.
Dari aksi pada Senin ini, warga membuat kesepakatan dengan para pekerja. Mereka berjanji untuk tidak mengebor dulu. Buyung meminta perusahaan tidak menyalahkan warga jika nanti pengeboran ternyata dilanjutkan dan warga melakukan hal yang tidak diinginkan.
Edi mengatakan, warga mendapat kabar bahwa pengeboran merupakan bagian dari pembangunan vila mewah yang akan mengambil area laut seluas 200 hektar. Itu membuat mereka khawatir ruang mata pencaharian mereka sebagai nelayan makin sempit karena akan ada wilayah yang tidak lagi bebas diakses.
“Itu tidak jauh berbeda dengan Pulau Tengah atau H Island. Kami pun sulit melintas di sana. Kualitas air juga buruk bagi nelayan budidaya,” tutur Edi. Ia menekankan, warga Pulau Pari tidak anti pembangunan, tetapi mereka meminta segala sisi dipertimbangkan, termasuk dampak buruk pada nelayan.