JAKARTA, KOMPAS — Pelintasan sebidang di sekitar stasiun kereta masih menjadi masalah di perkotaan. Keberadaan pelintasan ini sering menimbulkan korban jiwa setiap tahun, mulai dari luka-luka hingga meninggal.
Data Direktorat Keselamatan dan Keamanan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), yang diperoleh Kompas pada Senin (8/4/2019), menyebutkan, ada 395 kasus kecelakaan yang terjadi di pelintasan pada 2018. Dari jumlah kasus itu, terdapat 59 orang yang meninggal dan 109 orang luka berat.
Sementara pada 2017, jumlah kecelakaan mencapai 448 kasus. Jumlah korban pada tahun ini justru lebih banyak, yaitu 93 korban tewas dan 102 korban luka berat.
Pengamat Transportasi dari Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, hal ini telah menjadi permasalahan menahun. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 disebutkan bahwa perpotongan antara kereta api dan jalan sedapat mungkin dibuat tidak sebidang.
"Memang terdapat pengecualian dalam aturan tersebut, yakni bila keselamatan dan kelancaran dapat terjamin, baik untuk perjalanan kereta api maupun lalu lintas jalan," ujar Djoko, saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Djoko mengatakan, masalah justru timbul dari jaminan keamanan di pelintasan sebidang. Mengacu pada Data Direktorat Keselamatan Perkeretaapian 2019, hanya ada 1.238 pelintasan sebidang yang resmi dan dijaga oleh petugas, dari seluruhnya 4.854 pelintasan sebidang di seluruh Indonesia.
Dari jumlah itu, ada 2.046 pelintasan resmi yang tidak dijaga dam 1.570 pelintasan tidak resmi atau liar yang masih dibiarkan. Djoko mengatakan, di pelintasan liar dan tidak dijaga inilah sering terjadi kecelakaan.
Di Jakarta, misalnya, pelintasan liar banyak terdapat di sepanjang jalur kereta rel listrik (KRL) Stasiun Duri hingga Angke. Di jalur tersebut, ada sedikitnya lima pelintasan liar yang digunakan warga.
Nur (62), warga Pekojan, mengatakan, sejumlah pelintasan itu sudah ada sejak 20 tahun lalu. Keberadaannya pun sesuai kebutuhan warga yang ingin melintas dari Jalan Pekojan Tiga menuju Jalan Bandengan Utara III secara instan.
"Tiap pagi, pelintasan ini dilewati seluruh warga. Baik yang akan berangkat kerja, maupun pengendara ojek yang ingin memotong jalan," kata Nur.
Tak kunjung selesai
Manajer Komunikasi Perusahaan Senior PT KAI Daerah Operasional (Daop) 1 Jakarta, Eva Chairunissa, mengatakan, persoalan pelintasan sebidang menjadi hal yang tak kunjung selesai. Terutama pada pelintasan sebidang yang dibangun secara liar, menurut dia, sangat sulit diselesaikan karena berkaitan dengan banyak lahan warga.
Untuk di Jakarta, PT KAI merencanakan adanya penutupan pelintasan yang tergolong liar di sepanjang Stasiun Duri di Jakarta Barat, hingga Stasiun Tanjung Priok di Jakarta Utara. Dari jalur itu, ada sebanyak 47 titik lokasi yang akan ditutup pelintasannya.
Eva mengatakan, pelintasan yang ditutup nantinya akan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah mengenai solusi pelintasannya. Hal yang memungkinkan saat ini yaitu membangun jembatan sederhana untuk pelintasan di suatu kawasan.
"Ini masih dibicarakan dengan pemerintah daerah setempat. Namun, untuk Daop 1 Jakarta, kami menargetkan 47 lokasi pelintasan dapat ditutup mulai tahun ini," kata Eva.