Antisipasi Banjir Rob, BMKG Bangun Sistem Pemantauan Peringatan Dini Pesisir
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika membangun Indonesia Coastal Inundation Forecasting System atau Ina-CIFS untuk memberikan peringatan dini banjir di wilayah pesisir. Sistem ini diharapkan mampu menyatukan para pemangku kepentingan di berbagai lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah di Indonesia.
Deputi Kepala BMKG Bidang Meteorologi Mulyono R Prabowo mengatakan, sistem ini berguna untuk mengamati kondisi di laut. “Sistem ini dapat digunakan untuk mengurangi dampak genangan akibat banjir rob air laut,” kata Prabowo di Jakarta, Senin (8/4/2019).
Sistem ini tidak hanya digunakan untuk mengurangi risiko kerugian akibat bencana, tetapi juga untuk perencanaan ke depan. Sistem akan membuat kondisi di wilayah pantai menjadi terintegrasi, mulai dari melihat cuaca laut hingga sistem operasional di sekitar pesisir.
Ina-CIFS merupakan kelanjutan dari Ocean Forecast System (OFS) yang telah dibangun sejak tiga tahun yang lalu. Sistem ini dibangun untuk meramalkan cuaca di laut, seperti gelombang dan arah arus.
Adapun Ina-CIFS dapat dioperasikan secara spesifik. Sistem ini mampu melihat penyebab banjir rob tersebut, seperti kondisi laut, tekanan tinggi ke arah pantai, aktivitas cuaca siklon tropis, dan lain-lain. Melalui sistem ini, diharapkan, BMKG memiliki data terkait pasang air laut, aktivitas cuaca, luas daerah pantai yang tergenang, dan sebagainya.
Saat ini, Ina-CIFS telah dipasang di Jakarta dan Semarang dengan pertimbangan kedua area tersebut memiliki dampak yang besar akibat banjir yang ada di wilayah pesisir atau rob. Selanjutnya, BMKG akan memperluas cakupan ke seluruh wilayah pesisir Indonesia yang berpotensi terdampak.
Sistem Ina-CIFS merupakan kerja sama antara BMKG dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jakarta dan Semarang.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, sistem ini menggabungkan konsep matematika, algoritma, dan berbagai instrumen lainnya. Analisa pada sistem ini dapat digunakan untuk memprediksi sebelum bencana terjadi.
Koordinasi antarlembaga dapat dilakukan menggunakan sistem ini sehingga data yang digunakan dapat digunakan untuk semua lembaga. “Sistem ini tidak hanya untuk kepentingan riset, tetapi dapat digunakan untuk kepentingan publik secara nyata,” ujar Dwikorita.
Ia mendukung kerjasama antarlembaga untuk menangani bencana di Indonesia. Sebagai contoh, kerjasama antara lembaga meteorologi, maritim, dan oseanografi dapat berguna untuk observasi yang lebih memadai.
Mereka dapat mengumpulkan data secara terintegrasi sehingga dapat digunakan untuk pemodelan prediksi, prakiraan tinggi gelombang, atau pemodelan pasang surut. Alhasil, peramalan cuaca dan prediksi tsunami dapat dilakukan dengan baik.
Tujuannya agar masyarakat dapat terlindungi dari genangan air atau banjir yang tidak hanya disebabkan oleh pasang surut air laut saja, tetapi juga gelombang tinggi dan tsunami.