Kehadiran moda raya terpadu (MRT) melengkapi jaringan angkutan massal Ibu Kota. Antusiasme masyarakat untuk menggunakan angkutan berbasis rel tersebut pun tinggi. Meski demikian, sebagian besar pengguna belum menjadi pengguna tetap karena jaringan MRT yang masih terbatas.
Oleh
Eren Marsyukrilla
·3 menit baca
Kehadiran moda raya terpadu (MRT) melengkapi jaringan angkutan massal Ibu Kota. Antusiasme masyarakat untuk menggunakan angkutan berbasis rel tersebut pun tinggi. Meski demikian, sebagian besar pengguna belum menjadi pengguna tetap karena jaringan MRT yang masih terbatas.
Kereta moda raya terpadu (MRT) hadir di Jakarta menjawab permasalahan kebutuhan akan angkutan massal. MRT mirip kereta rel listrik yang lebih dulu hadir melayani masyarakat Jabodetabek. Dalam setiap rangkaiannya, tiap kereta MRT bisa mengangkut 1.950 hingga 2.000 orang. MRT memiliki rel khusus di bawah tanah dan melayang yang tidak bersinggungan dengan lalu lintas jalan.
Berbagai kelebihan ini membuat MRT menjadi primadona baru bagi orang urban. Saat uji coba publik MRT pada Maret lalu, MRT tidak pernah sepi peminat. Bahkan, pada hari terakhir masa uji coba, petugas terpaksa menutup Stasiun Bundaran HI karena banyaknya warga yang ingin naik MRT.
Antusiasme warga menyambut MRT tersebut tergambar dari hasil jajak pendapat Kompas, awal April. Hampir separuh responden menyatakan lebih memilih MRT untuk menempuh rute Lebak Bulus-Bundaran HI atau sebaliknya. Keinginan itu diutarakan 72,5 persen responden pengguna sepeda motor dan mobil pribadi serta 25 persen responden yang sehari-hari telah menggunakan angkutan umum, seperti bus, Transjakarta, dan KRL.
Keinginan menggunakan MRT salah satunya karena waktu tempuh yang singkat. Rute Lebak Bulus-Bundaran HI ditempuh dalam 30 menit dan waktu tunggu kereta sekitar 10 menit.
Bandingkan saat menggunakan sepeda motor. Jarak sepanjang 16 kilometer pada jam sibuk ditempuh dalam waktu 45-60 menit. Adapun waktu tempuh menggunakan mobil jelas lebih lama lagi, yakni lebih dari 90 menit.
Meski demikian, lebih 17 persen responden memilih ojek daring dan 15 persen lainnya tetap menggunakan kendaraan pribadi. Kedua moda ini masih unggul dari sisi kepraktisan. Pengguna kendaraan pribadi dan ojek daring langsung naik dari depan rumah atau tempat aktivitas, tanpa perlu berjalan kaki menuju stasiun ataupun di stasiun hingga peron.
Tarif
Selain waktu tempuh yang singkat, besaran tarif yang dibayarkan juga memengaruhi pilihan moda. Pemerintah menetapkan tarif MRT berkisar Rp 3.000 hingga Rp 14.000.
Perbandingan waktu tempuh yang signifikan dengan besaran tarif tersebut sebanding dengan kualitas pelayanan perjalanan yang didapat.
Tanggapan responden terhadap besaran tarif ini beragam. Sebagian besar cukup nyaman dengan tarif itu. Lebih dari 26 persen responden menyatakan besaran tarif yang ditetapkan tergolong murah. Sementara 41 persen menganggap harga tiket wajar saja.
Jika dibandingkan dengan ojek ataupun taksi daring, tarif MRT jarak terjauh masih jauh lebih murah. Pengguna ojek daring rute Lebak Bulus-Bundaran HI harus merogoh kocek hingga Rp 45.000. Untuk pengguna taksi, tarif yang dibayarkan tentu jauh lebih tinggi.
Namun, terdapat sekitar sepertiga responden lainnya yang menganggap besaran tarif MRT belum terjangkau. Keluhan tersebut muncul dari 63 persen yang pengeluaran bulannya lebih dari Rp 3 juta serta 28 persen yang pengeluarannya kurang dari Rp 3 juta.
Separuh lebih berpandangan, besaran tarif ideal untuk MRT berkisar Rp 5.000-Rp 10.000. Selama April ini, pemerintah mengambil kebijakan memberlakukan tarif promo berupa potongan 50 persen dari tarif yang ditetapkan.
Bukan pengguna tetap
Euforia publik menggunakan MRT memang tinggi. Namun, hampir 60 persen responden belum berminat menjadi pengguna tetap MRT. Salah satu alasan mendasar ialah rute moda ini masih minim sehingga belum bisa diandalkan sebagai angkutan primer sehari-hari. Tidak kurang 28 persen responden menaruh perhatian pada kekurangan tersebut.
Keberadaan MRT fase I ini barulah awal dan masih terus dikembangkan. MRT diharapkan menjadi alternatif yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sekaligus mengatasi kemacetan. (LITBANG KOMPAS)