Bank Kecil Bersaing dengan Bank Besar dalam Penyaluran Kredit
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank besar mendominasi porsi penyaluran kredit di Indonesia. Dengan modal yang cukup, pemerintah lebih banyak memberi kesempatan ke bank tersebut menyalurkan kredit usaha rakyat. Pada saat yang sama, bank-bank kecil berusaha dapat bersaing dengan bank besar agar dapat menyalurkan kredit.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Desember 2018 mencatat, total penyaluran kredit Rp 5.358 triliun. Bank besar atau bank kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, dengan modal lebih dari Rp 30 triliun, mendominasi setengah dari penyaluran kredit ini.
Bank besar yang terdiri dari lima perusahaan menyalurkan kredit Rp 2.731 triliun per Desember 2018. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan total penyaluran kredit bank kecil dan menengah yang terdiri dari 110 perusahaan sebesar Rp 2.423 triliun. Bank-bank ini masuk kategori BUKU I hingga III dengan modal kurang dari Rp 1 triliun hingga minimal Rp 5 triliun.
Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij mengatakan, bank kecil bersaing dengan bank besar dalam menyalurkan kredit kepada calon debitor. ”Kompetisi semua bank untuk menyalurkan kredit sangat ketat saat ini,” katanya di Jakarta, Minggu (7/4/2019).
Bank Mayora adalah bank kategori BUKU II atau bank yang memiliki modal minimal Rp 1 triliun. Dalam Laporan Keuangan tahun 2017, penyaluran kredit tumbuh 15 persen atau sebesar Rp 3,86 triliun dan penyerapan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 15,1 persen atau sebesar Rp 4,61 triliun.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) Agus Mulyana menambahkan, persaingan penyaluran kredit turut dirasakan oleh bank menengah.
Bank BJB merupakan bank kategori BUKU III atau bank dengan modal inti minimal Rp 5 triliun. Dalam Laporan Keuangan tahun 2017, kredit tercatat tumbuh 11,14 persen atau Rp 76,4 triliun dan DPK tumbuh 11 persen atau Rp 81,61 triliun. BJB menargetkan kredit tumbuh melambat menjadi 10 persen dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 9 persen pada 2019.
Untuk mengoptimalkan penyaluran kredit, BJB akan bekerja sama dengan pemerintah daerah wilayah Jawa Barat dan Banten untuk mengembangkan bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Target debitor kami adalah mereka yang memiliki akses terbatas terhadap lembaga keuangan, tetapi secara karakter wilayah telah kami pahami,” katanya.
Selain itu, BJB akan melakukan diversifikasi segmen calon debitor guna meningkatkan penyaluran kredit. BJB akan menyalurkan kredit untuk sektor infrastruktur, khususnya bagi pemerintah daerah di wilayah Jawa Barat dan Banten.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam berpendapat, bank kecil harus bersaing dengan bank besar karena bank besar ikut menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR). Kondisi ini membuat kemampuan bank kecil untuk menyalurkan kredit kepada UMKM menjadi terbatas. Sejumlah bank kecil bahkan dinilai kini lebih fokus menyalurkan kredit untuk konsumsi.
”Target nasabah bank kecil seharusnya adalah UMKM dilihat dari besaran aset dan kondisi likuiditas. Apalagi, cost of fund (biaya dana) bank kecil juga tinggi,” kata Piter.
Piter menilai, bank kecil perlu menerapkan strategi penyaluran kredit mikro dengan konsep tanggung renteng. Tanggung renteng adalah penyaluran kredit kepada suatu kelompok usaha masyarakat. Angsuran akan ditanggung oleh kelompok meskipun ada anggota yang tidak mampu membayar.
Konsep tanggung rente, lanjutnya, cocok untuk diterapkan oleh bank kecil. Konsep ini membuat biaya dana menjadi kecil karena sejumlah debitor bergabung menjadi satu kelompok. Selain itu, potensi kredit macet juga menurun karena kewajiban pembayaran anggota kelompok diawasi sesama anggota.
Hanya saja, Piter melanjutkan, belum semua bank kecil mau menerapkan konsep ini. Selain membutuhkan perubahan manajemen perusahaan dan sumber daya manusia, bank perlu memiliki sistem yang akan memberi pembinaan kepada para calon debitor.